Jakarta EKOIN.CO – Kenaikan produksi padi nasional hingga 50 persen pada tahun 2025 ternyata tidak berdampak signifikan terhadap harga beras yang terus melonjak dalam beberapa minggu terakhir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan keterangan resmi pemerintah menunjukkan bahwa lonjakan harga beras tetap terjadi meski stok cadangan beras Perum Bulog mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, mencapai 4 juta ton.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas sistem distribusi pangan di Indonesia. Pemerintah menyatakan bahwa peningkatan produksi tidak selalu berkorelasi langsung dengan kestabilan harga di pasar. Distribusi yang tidak merata, baik dari segi waktu maupun wilayah, dinilai menjadi faktor utama yang memicu kenaikan harga.
Kondisi ini diperparah oleh dugaan kuat mengenai keterlibatan middle man atau mafia beras. Para pelaku ini diduga memainkan peran besar dalam pengaturan rantai distribusi, yang akhirnya berdampak pada harga jual di tingkat konsumen. Industri beras yang dikuasai oleh swasta dari hulu hingga hilir membuat intervensi pemerintah menjadi sangat terbatas.
Meski telah ada kewajiban pelaporan stok dan pengelolaan gudang, lemahnya pengawasan di lapangan menjadikan praktik manipulasi stok dan distribusi sulit dideteksi. Kombinasi antara lemahnya kontrol pemerintah dan dominasi middle man menjadi penyebab utama harga beras sulit dikendalikan.
Kementerian Perdagangan mencatat bahwa rata-rata harga beras medium selama April hingga Juni 2025 berkisar antara Rp13.663 hingga Rp14.066 per kilogram. Rata-rata nasional tercatat di angka Rp13.943 per kilogram. Sementara itu, beras premium berada pada kisaran Rp15.533 hingga Rp15.847 per kilogram, dengan rata-rata Rp15.748.
Selisih harga antara beras medium dan premium tetap konsisten sebesar 13 persen. Kesenjangan harga ini memperlihatkan ketidakmerataan akses masyarakat terhadap pangan pokok dengan harga terjangkau. Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah lebih terdampak.
Harga Terus Naik Meski Ada HPP
Kementerian Pertanian menjelaskan bahwa lonjakan harga beras di Indonesia bersifat siklikal dan sistemik. Data BPS dari 2020 hingga 2024 mengonfirmasi bahwa harga beras medium terus meningkat meskipun telah ditetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP). Fenomena ini umumnya terjadi saat musim kering atau pada masa puncak tanam.
Pemerintah mengakui bahwa tantangan utama terletak pada ketahanan sistem pasca-panen. Kehilangan hasil panen (losses) masih berkisar antara 5 hingga 8 persen. Angka ini dianggap cukup tinggi dan menjadi salah satu penyebab naiknya biaya distribusi serta penyimpanan.
Sebagai respons, pemerintah tengah mengembangkan berbagai solusi jangka menengah dan panjang. Salah satunya adalah pembangunan 150 silo modern di berbagai daerah, dengan total kapasitas penyimpanan mencapai 1,5 juta ton. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyimpanan dan memperpanjang masa simpan gabah.
Selain itu, sistem cold-chain juga akan diperkuat untuk menjaga kualitas beras selama proses distribusi. Infrastruktur ini dinilai vital untuk mengurangi kerusakan produk serta mempercepat pengiriman dari produsen ke konsumen.
Solusi Digital dan Big Data Diperkuat
Upaya digitalisasi juga menjadi fokus utama. Pemerintah meluncurkan sistem informasi harga berbasis waktu nyata yang dapat diakses oleh semua pihak. Dengan adanya platform ini, fluktuasi harga di berbagai daerah dapat dipantau secara transparan dan akurat.
Pengembangan marketplace B2B untuk pelaku industri pangan juga menjadi salah satu strategi utama. Platform ini akan menghubungkan petani, pedagang, dan pelaku usaha lainnya secara langsung, memotong peran middle man yang selama ini dianggap sebagai pengganggu stabilitas harga.
Di sisi lain, big data analytics akan dimanfaatkan untuk memprediksi produksi, pola konsumsi, serta potensi kelangkaan. Dengan data yang lebih akurat, intervensi bisa dilakukan lebih cepat dan tepat sasaran.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan bahwa solusi digital ini juga bertujuan menciptakan ekosistem pangan nasional yang lebih efisien dan adil. Pelaku usaha diwajibkan melaporkan data produksi, distribusi, dan stok secara berkala melalui sistem yang terintegrasi.
Namun, keberhasilan semua strategi ini sangat bergantung pada implementasi di lapangan. Pemerintah menekankan pentingnya kerja sama antara pusat dan daerah untuk memastikan seluruh program berjalan efektif. Tanpa pengawasan yang ketat, risiko permainan harga tetap akan mengancam pasar.
lonjakan harga beras di tengah lonjakan produksi menandakan adanya masalah struktural yang harus segera diselesaikan. Tidak cukup hanya meningkatkan hasil panen, distribusi dan pengawasan stok menjadi kunci dalam menjaga harga tetap stabil. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat diperlukan.
Saran utama yang dapat diberikan adalah memperkuat pengawasan distribusi pangan secara menyeluruh di seluruh lini, termasuk peningkatan transparansi rantai pasok. Pemerintah juga perlu menindak tegas pihak-pihak yang terbukti memainkan harga demi keuntungan pribadi. Di samping itu, insentif bagi petani dan pelaku usaha yang jujur perlu diperluas agar sistem yang sehat bisa tercipta.
Digitalisasi harus terus didorong dan disempurnakan agar prediksi serta pengambilan kebijakan lebih cepat dan tepat. Pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat mengenai pola konsumsi dan harga pasar agar mereka tidak menjadi korban permainan harga.
Peningkatan kapasitas penyimpanan, baik melalui pembangunan silo maupun cold storage, harus menjadi prioritas jangka panjang. Ini akan menekan kehilangan hasil panen dan membantu stabilisasi harga. Semua langkah tersebut akan lebih efektif jika didukung dengan regulasi tegas yang mampu mengatasi dominasi pihak swasta yang tidak sehat.
Upaya-upaya yang telah dirancang pemerintah membutuhkan keberlanjutan dan keseriusan semua pihak. Tanpa komitmen bersama, siklus kenaikan harga beras akan terus berulang dan menyulitkan masyarakat secara luas.(*)