JAKARTA, EKOIN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Elvizar, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek digitalisasi SPBU Pertamina periode 2018–2023. Pemeriksaan intensif tersebut dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin, 6 Oktober 2025, sebagai langkah melengkapi berkas penyidikan perkara yang diduga merugikan keuangan negara.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Elvizar, mantan Direktur PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), merupakan bagian penting dalam proses penyidikan. “Pemeriksaan saudara EL hari ini adalah dalam proses melengkapi berkas penyidikan, di mana dalam perkara ini penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lain yang sudah dilakukan secara maraton untuk melengkapi kebutuhan penyidik dalam menuntaskan perkara ini,” jelasnya.
Keterangan Elvizar diharapkan dapat memperkuat bukti-bukti yang telah dikumpulkan KPK, termasuk mengungkap aliran dana, pihak terlibat, serta mekanisme pengadaan yang diduga sarat penyimpangan. Lembaga antirasuah tersebut menargetkan penyidikan segera tuntas agar dapat dilimpahkan ke pengadilan tipikor.
Peran Elvizar dalam Skandal Digitalisasi SPBU Pertamina
Kasus korupsi digitalisasi SPBU Pertamina ini pertama kali diselidiki KPK pada Januari 2025 setelah menerima laporan adanya indikasi mark-up dan pengadaan fiktif dalam proyek digitalisasi di sejumlah SPBU. Penyelidikan meningkat ke tahap penyidikan pada September 2024, dan puncaknya, KPK menetapkan tiga tersangka termasuk Elvizar pada 31 Januari 2025.
Penyidikan sempat memasuki tahap akhir pada Agustus 2025, dengan fokus pada penghitungan kerugian keuangan negara bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Langkah ini diambil untuk memastikan transparansi dan akurasi nilai kerugian negara akibat proyek digitalisasi tersebut.
Elvizar, sebagai direktur perusahaan penyedia sistem digital, diduga memainkan peran kunci dalam pengaturan kontrak dan spesifikasi teknis yang tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan. Indikasi tersebut memperkuat dugaan adanya praktik korupsi berjaringan yang merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Selain itu, KPK juga mendalami hubungan antara Elvizar dengan sejumlah pejabat Pertamina yang disebut-sebut memiliki kewenangan dalam menentukan pemenang tender proyek digitalisasi SPBU. Sejumlah dokumen elektronik dan bukti transaksi keuangan telah diamankan sebagai bagian dari proses penyidikan.
Keterlibatan Ganda: Elvizar Juga Tersangka Korupsi BRI
Tidak berhenti di digitalisasi SPBU Pertamina, nama Elvizar juga muncul dalam kasus lain: dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) periode 2020–2024. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka, termasuk mantan pejabat tinggi BRI.
Elvizar diduga terlibat dalam pengaturan kontrak dengan PT Bringin Inti Teknologi (BIT), yang menyebabkan terjadinya kerugian negara miliaran rupiah. Keterlibatan ganda ini memperlihatkan adanya pola penyimpangan sistematis dalam pengadaan di lingkungan BUMN.
Para tersangka dalam kasus BRI lainnya antara lain mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH), mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi Indra Utoyo (IU), Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) sebagai Direktur Utama BIT.
KPK menilai, peran Elvizar di dua kasus besar BUMN menjadi contoh nyata lemahnya sistem pengawasan dan kontrol internal dalam pengadaan berbasis teknologi di perusahaan pelat merah. Karena itu, KPK menegaskan akan menuntaskan penyidikan kedua kasus secara paralel tanpa intervensi.
Budi Prasetyo menambahkan, lembaga antirasuah kini memperkuat kerja sama dengan BPK RI serta kementerian terkait untuk memastikan seluruh proyek digitalisasi dan teknologi di lingkungan BUMN benar-benar bersih dari praktik korupsi.
Dalam konteks penegakan hukum, penyidikan terhadap Elvizar menjadi simbol penting upaya pemberantasan korupsi digitalisasi SPBU Pertamina. KPK berkomitmen menuntaskan kasus ini sebagai pelajaran bagi pengelolaan proyek berbasis digital di sektor energi.
Pakar hukum tata negara menilai, kasus ini dapat menjadi momentum memperkuat tata kelola dan transparansi proyek pemerintah serta BUMN. Dengan begitu, korupsi di sektor digital dapat ditekan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan proyek.
Masyarakat diharapkan turut mengawasi proses penyidikan yang tengah berjalan. Keterlibatan publik dalam pemantauan menjadi penting untuk menjaga integritas lembaga penegak hukum serta memastikan bahwa semua pihak yang bersalah benar-benar dimintai pertanggungjawaban.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di: https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v