JAKARTA, EKOIN.CO – Harga gabah di tingkat petani mulai mengalami penurunan signifikan setelah banyak penggilingan padi menghentikan pembelian. Kondisi ini dipicu kekhawatiran pelaku usaha akan diperiksa aparat, menyusul maraknya kasus kecurangan beras di berbagai daerah.
[Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v]
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Sentosa mengungkapkan, sejumlah penggilingan padi saat ini memilih menahan diri membeli gabah dari petani. Mereka menunggu kejelasan hukum terkait pemberantasan praktik oplosan beras yang sedang marak.
“Ada informasi penggilingan-penggilingan padi menahan membeli gabah dari petani karena takut akan diperiksa. Mereka menunggu kejelasan seperti apa nantinya hal ini,” kata Andreas, Kamis (14/8/2025).
Harga Gabah Turun Tajam di Lapangan
Andreas menjelaskan, penundaan pembelian ini berdampak langsung pada turunnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani. Setelah sebelumnya sempat melonjak hingga Rp8.700 per kilogram (kg), kini harga anjlok menjadi sekitar Rp7.000 per kg.
“Penggiling menahan diri untuk membeli gabah, otomatis harga di petani turun karena tidak ada yang beli,” ujarnya.
Menurut data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Kamis (14/8/2025), harga GKP di tingkat penggiling masih lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kg. Meski begitu, tren penurunan tetap terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Andreas juga menyebut, sekitar 40% penggilingan padi memilih menutup operasional sejak maraknya pengungkapan kasus oplos beras. Pelaku usaha khawatir langkah mereka dapat memicu pemeriksaan hukum, sehingga memilih berhenti sementara.
“Di penggilingan, sudah ada 40% yang tutup akibat kasus oplos beras. Intinya mereka masih takut untuk membuka penggilingan,” imbuhnya.
Persaingan Tidak Sehat dan Imbauan Hentikan Pembelian
Terpisah, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengusulkan agar Perum Bulog dan pengusaha penggilingan padi menghentikan sementara pembelian gabah dari petani.
Ia menilai saat ini terjadi perebutan bahan baku di lapangan yang memicu persaingan tidak sehat, sehingga harga melambung jauh di atas HPP. “Sekarang kan situasinya gabahnya lagi susah sehingga terjadi persaingan yang menurut saya juga menjadi kurang sehat,” ujar Sutarto, Rabu (13/8/2025).
Menurutnya, bulan-bulan ini penggilingan padi memang cenderung menghentikan aktivitas karena pasokan gabah berkurang. Faktor kelangkaan tersebut turut memicu harga naik, sebelum akhirnya tren menurun terjadi akibat kebijakan menahan pembelian.
Karena itu, ia mendorong semua pihak, termasuk Bulog, untuk sementara menghentikan pembelian gabah. Langkah ini diyakini dapat menurunkan harga secara perlahan dan mengembalikan kondisi pasar lebih stabil.
“Bulog segera saja mengeluarkan cadangannya ke pasar. Kalau Bulog masih beli gabah, penggilingan beli, harga akan terus naik,” tegas Sutarto.
Situasi penurunan harga gabah saat ini disebabkan kombinasi faktor hukum dan pasar. Kekhawatiran pelaku usaha terhadap pemeriksaan aparat membuat pembelian terhenti, sementara pasokan yang sebelumnya langka mulai tersedia kembali.
Langkah menahan pembelian gabah memang berdampak negatif pada petani dalam jangka pendek, namun diharapkan dapat menstabilkan harga di kemudian hari.
Pemerintah dan pelaku usaha diharapkan dapat merumuskan mekanisme pengawasan yang tidak mengganggu rantai pasok, sambil menindak tegas pelanggaran seperti oplosan beras.
Dukungan bagi petani melalui kebijakan harga dan akses pasar tetap menjadi prioritas untuk menghindari kerugian lebih besar.
Koordinasi lintas sektor menjadi kunci agar harga gabah stabil dan kesejahteraan petani tetap terjaga. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v