Cilacap EKOIN.CO – KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau dikenal sebagai Gus Baha mengulas sejarah panjang dan perubahan mazhab di Iran dalam salah satu ceramahnya yang disiarkan melalui kanal YouTube Short @SANADONLINEULAMA pada Selasa, 8 Juli 2025. Dalam ceramah tersebut, Gus Baha menjelaskan bahwa Iran awalnya memiliki mayoritas penduduk Ahlussunnah, namun pengaruh para tokoh Syiah dan kedekatan penguasa dengan mereka menyebabkan perubahan arah keagamaan negara tersebut.
Menurut Gus Baha, proses perubahan itu tidak terjadi secara instan. Ia menyoroti peran penting tokoh-tokoh Syiah yang berhasil menempatkan pengaruh mereka di berbagai wilayah strategis di Iran. Seiring waktu, pengaruh ini menyebabkan dominasi Syiah dalam struktur keagamaan dan pemerintahan.
Peran Tokoh dan Penguasa dalam Perubahan Mazhab
Dalam penjelasannya, Gus Baha menyebut bahwa dominasi Syiah di Iran berkaitan erat dengan kecenderungan politik para penguasa yang lebih dekat dengan tokoh Syiah. “Iran dulu Ahlussunnah itu banyak, tapi ketika penguasa itu lebih dekat dengan tokoh-tokoh Syiah, lama-lama jadi negara Syiah karena wilayah tempatnya itu dipegang Syiah,” terangnya.
Ulama yang juga dikenal sebagai murid dari KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) ini menegaskan bahwa pergantian arah mazhab di Iran merupakan hasil dari konsolidasi kekuasaan yang berpihak pada kelompok Syiah. Struktur pemerintahan yang dibentuk pun mendukung dominasi tersebut, terutama dalam sektor agama dan pendidikan.
Gus Baha turut membandingkan situasi Iran dengan Arab Saudi. Menurutnya, awalnya Arab Saudi juga memiliki keberagaman dalam praktik keagamaan. Namun karena kedekatan antara pendiri negara Abdul Aziz bin Saud dengan Muhammad bin Abdul Wahab, maka mazhab Wahabi pun menjadi dominan di negara tersebut.
Ia menambahkan, hubungan personal antara pemimpin politik dan pemimpin agama menjadi faktor penting dalam pembentukan arah keagamaan suatu negara. Ini terbukti dari perubahan yang terjadi di dua negara besar Timur Tengah tersebut.
Arab Saudi dan Dominasi Wahabi
Gus Baha memberikan analogi yang kuat terkait Arab Saudi. Ia menyebut bahwa negara tersebut tidak sejak awal sepenuhnya menganut mazhab Wahabi. Dominasi Wahabi baru muncul setelah Abdul Aziz bin Saud berhasil merebut kekuasaan dan menjalin hubungan erat dengan Abdul Wahab.
“Dulu Arab Saudi tidak semuanya Wahabi, gara-gara pendiri Abdul Aziz itu setelah dari revolusi menang, Abdul Aziz, Ali Saud istilahnya, Ali Saud itu dekat dengan Abdul Wahab, lama-lama jadi paham Wahabi karena Ali Saud dengan Abdul Wahab itu dekat,” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa penamaan “Arab Saudi” berasal dari nama pribadi keluarga penguasa, yakni keluarga Saud. “Makanya sekarang dinamai Saudi Arabia, sebenarnya nama Saudi itu ilegal, itu nama pribadi, tapi karena dia penguasa Arab, lama-lama namanya Arab Saudi,” imbuhnya.
Penjelasan ini menunjukkan bagaimana politik dan kekuasaan memengaruhi pembentukan identitas keagamaan dan bahkan nama negara. Dalam konteks ini, Gus Baha menekankan bahwa arah keagamaan negara sangat ditentukan oleh kedekatan penguasa dengan tokoh-tokoh agama tertentu.
Ceramah tersebut mengundang perhatian publik, terutama karena disampaikan oleh salah satu tokoh agama yang dikenal memiliki pemahaman mendalam dan pendekatan moderat terhadap sejarah Islam dan isu-isu kontemporer.
Video ceramah Gus Baha tersebut disebarkan secara luas melalui media sosial dan platform video pendek, menjangkau ribuan penonton dan menimbulkan diskusi hangat di kalangan umat Islam Indonesia.
Penjelasan Gus Baha dianggap penting karena memberikan perspektif sejarah yang tidak banyak diangkat, terutama mengenai transformasi mazhab di negara yang kini menjadi pusat utama Syiah di dunia Islam.
Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran saat ini, merupakan representasi kuat dari dominasi Syiah di negara tersebut. Sosoknya kerap menjadi sorotan global, terlebih sejak ketegangan antara Iran dan Israel meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Kehadiran Syiah di Iran yang begitu mengakar membuat negara tersebut dikenal sebagai pusat perkembangan dan pemikiran Syiah di dunia. Hal ini membedakan Iran dari negara-negara mayoritas Muslim lainnya yang umumnya menganut mazhab Sunni.
Gus Baha menyampaikan ceramah ini dalam konteks edukasi dan pencerahan bagi umat, agar mengetahui sejarah panjang mazhab dalam Islam dan faktor-faktor yang memengaruhinya secara politik dan sosial.
Ulasan dari Gus Baha ini juga memperkuat pentingnya memahami perbedaan dalam Islam tidak hanya dari sisi teologis, tetapi juga dari aspek sejarah dan kekuasaan yang menyertainya.
Masyarakat luas diimbau untuk memahami perubahan-perubahan ini secara kritis namun tetap menghargai keragaman yang ada dalam tubuh umat Islam. Ceramah seperti ini dinilai dapat memperluas wawasan umat mengenai sejarah Islam global.
Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3iA, Gus Baha sering memberikan ceramah yang tidak hanya menyentuh aspek spiritual, tetapi juga aspek sosial dan sejarah umat Islam.
Ceramahnya banyak diikuti oleh generasi muda Muslim karena penyampaiannya yang ringan, namun tetap mendalam dan kaya akan referensi sejarah Islam klasik dan kontemporer.
yang dapat diambil dari ceramah Gus Baha adalah pentingnya mempelajari sejarah secara utuh agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu sektarian. Sejarah mazhab dalam Islam mencerminkan dinamika umat yang dipengaruhi banyak faktor, termasuk politik dan kekuasaan.
Pemerintah dan lembaga pendidikan Islam dapat memanfaatkan materi-materi seperti ceramah Gus Baha untuk memperkuat literasi sejarah keislaman di kalangan pelajar dan masyarakat umum. Dengan begitu, pemahaman terhadap Syiah dan Sunni tidak lagi didasarkan pada asumsi atau sentimen, melainkan fakta sejarah.
Kesadaran ini juga penting dalam menjaga persatuan umat Islam, terutama di tengah meningkatnya tensi antarmazhab yang sering kali diperkeruh oleh narasi yang tidak berdasar. Ceramah ulama seperti Gus Baha bisa menjadi jembatan pemahaman.
Komunitas Muslim di Indonesia, yang hidup dalam keberagaman mazhab dan budaya, sangat diuntungkan bila mampu menyerap pelajaran dari sejarah global umat Islam, termasuk kisah perubahan mazhab di Iran dan Arab Saudi.
Pada akhirnya, sejarah membuktikan bahwa perubahan dalam umat Islam tidak hanya soal keyakinan, tetapi juga berkaitan erat dengan politik, kekuasaan, dan hubungan personal antar tokoh besar. Ceramah Gus Baha ini menjadi pengingat bahwa memahami Islam secara utuh berarti juga memahami sejarahnya.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v