Jakarta,EKOIN.CO- Ekonom dari Aliansi Ekonom Indonesia, Titik Anas, mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa agar tidak menghambur-hamburkan penerimaan negara. Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak memberi ruang bagi pemerintah untuk bersikap boros dalam mengelola fiskal. Gabung WA Channel EKOIN
Dalam konferensi pers daring, Titik menekankan bahwa Indonesia tidak memiliki “kemewahan” untuk melakukan pemborosan karena situasi global maupun domestik sedang menantang. Ia menyebut setiap rupiah penerimaan negara harus dikelola dengan tepat sasaran.
“Kita tidak punya keleluasaan, kemewahan, untuk menghambur-hamburkan penerimaan negara yang sulit juga untuk didapatkan pada masa yang juga tidak terlalu bagus, mengingat kondisi dunia dan kondisi ekonomi Indonesia,” kata Titik.
Desakan Perbaikan Anggaran
Titik juga meminta Menkeu segera menindaklanjuti salah satu poin dari tujuh desakan darurat ekonomi yang disampaikan Aliansi Ekonom Indonesia. Desakan tersebut adalah perbaikan menyeluruh terhadap misalokasi anggaran negara.
Menurut aliansi, pemerintah harus menempatkan anggaran pada kebijakan dan program yang wajar serta proporsional. Hal ini diperlukan agar fungsi fiskal berjalan maksimal, mencakup alokasi, distribusi, dan stabilisasi ekonomi.
Dalam tuntutannya, aliansi menyoroti porsi belanja pada program populis seperti makan bergizi gratis (MBG), koperasi merah putih, dan program tiga juta rumah. Mereka meminta alokasi ini dikurangi secara signifikan demi keseimbangan anggaran.
Aliansi menilai anggaran Rp 335 triliun untuk program MBG pada 2026 terlalu besar dan tidak realistis. Jumlah itu hampir 44 persen dari keseluruhan anggaran pendidikan, sehingga dikhawatirkan menggerus prioritas sektor lain.
Sorotan pada Transfer Daerah
Selain itu, aliansi mengkritik rencana penurunan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar 24,8 persen dalam RAPBN 2026. Menurut mereka, langkah ini berpotensi melemahkan kemampuan pemerintah daerah dalam melayani masyarakat.
Penurunan TKD dikhawatirkan membuat daerah kesulitan menjalankan program dasar. Bahkan, ada potensi kenaikan pajak daerah untuk menutup kebutuhan fiskal, yang pada akhirnya membebani masyarakat luas.
Aliansi juga menuntut agar alokasi dana pendidikan dikembalikan sesuai dengan amanat UUD 1945. Hal ini dianggap penting demi memastikan generasi mendatang tidak kehilangan akses pendidikan yang layak akibat penyesuaian fiskal.
“Jadi, mungkin desakan pertama yang sudah disampaikan tadi sangat urgent untuk diatasi atau di-follow up oleh Kementerian Keuangan,” ujar Titik.
Ia menambahkan, fungsi fiskal memiliki peran vital dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. Oleh sebab itu, pengelolaan penerimaan negara harus diarahkan pada kebutuhan yang benar-benar mendesak dan produktif.
Peringatan dari aliansi ini menjadi sinyal kuat agar pemerintah berhati-hati dalam menyusun kebijakan belanja negara, terutama di tengah tekanan global yang masih tinggi. Dengan pengelolaan anggaran yang bijak, diharapkan keseimbangan fiskal tetap terjaga tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.
Aliansi Ekonom Indonesia mengingatkan pemerintah agar tidak melakukan penghamburan penerimaan negara. Titik Anas menekankan bahwa kondisi ekonomi Indonesia dan dunia tidak memberi ruang untuk kesalahan fiskal.
Desakan utama adalah perbaikan misalokasi anggaran serta pengurangan alokasi pada program populis yang dinilai tidak realistis. Kritik juga diarahkan pada rencana pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD).
Pemerintah didorong untuk mengembalikan porsi pendidikan sesuai amanat konstitusi. Hal ini penting agar akses pendidikan tetap terjamin bagi seluruh masyarakat.
Peringatan ini menjadi catatan penting bagi Menkeu Purbaya dalam menyusun kebijakan fiskal mendatang. Jika salah langkah, potensi beban pajak masyarakat bisa meningkat.
Aliansi menekankan bahwa fungsi fiskal harus diarahkan pada kebutuhan yang benar-benar penting demi menjaga stabilitas ekonomi nasional. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v