Jakarta, EKOIN.CO – Wahyu Safriansyah resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Kimia dari Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran pada Rabu, 9 Juli 2025. Gelar tersebut diraih dalam usia 25 tahun 10 bulan.
Sidang Promosi Doktor digelar di Ruang Einstein FMIPA Unpad, Jatinangor, dengan Wahyu mempertahankan disertasinya yang berjudul “Terpenoid dan Steroid dari Kulit Batang Aglaia pachyphylla serta Aktivitas Sitotoksik dan Anti Inflamasinya.”
Tim promotor yang hadir meliputi Prof. Dr. Desi Harneti Putri Huspa, M.Si., sebagai ketua, serta Prof. Dr. Unang Supratman, MS., dan Dr. Mohamad Nurul Azmi dari USM Malaysia.
Adapun tim oponen ahli terdiri dari Prof. Dr. Tati Herlina, M.Si., Dr. Shabarni Gaffar, M.Si., dan Dr. Sofa Fajriah, M.Si., dari BRIN. Sidang berlangsung dengan khidmat, dihadiri sivitas akademika dan keluarga.
Saat diwawancarai oleh Tim Kanal Media Unpad pada Senin, 14 Juli 2025, Wahyu memaparkan ringkasan penelitiannya. Ia menyebutkan bahwa risetnya bertujuan menemukan senyawa kandidat anti-kanker dan anti-inflamasi.
Kontribusi Ilmiah dan Pengalaman Internasional
“Secara singkat saya melakukan proses pencarian kandidat senyawa baru, baik dari kelompok terpenoid atau steroid yang diharapkan dapat menjadi kandidat senyawa baru dengan aktivitas anti-cancer atau anti-inflammasi, khususnya terhadap kanker payudara,” ungkap Wahyu.
Ia menjelaskan bahwa gelar Doktor berhasil diraih melalui program beasiswa PMDSU (Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul). Program ini memungkinkan lulusan sarjana unggul langsung menempuh studi doktoral.
Selama studi, Wahyu telah mengisolasi 28 senyawa dari kulit batang Aglaia pachyphylla. Enam senyawa di antaranya merupakan senyawa baru dari golongan terpenoid dan steroid.
Tak hanya itu, Wahyu telah menghasilkan 17 publikasi ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional bereputasi. Ia juga mengikuti program sandwich di Universiti Pendidikan Sultan Idris Malaysia dan Osaka University Jepang.
Menurutnya, kolaborasi internasional dibutuhkan karena keterbatasan instrumen penelitian di Indonesia. “Karena di Indonesia masih cukup terbatas instrumen yang berkaitan dengan penelitian yang saya geluti, jadi perlu dilakukan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam proses penelitiannya,” ujarnya.
Harapan untuk Infrastruktur Riset Nasional
Wahyu mengajak peneliti muda untuk terbuka terhadap kolaborasi dan sudut pandang luar. Ia menekankan pentingnya kerja sama demi hasil riset yang optimal dan kontekstual.
Ia juga berharap agar ke depan, Indonesia memiliki infrastruktur riset yang memadai dan merata di seluruh wilayah.
“Harapannya agar ke depannya fasilitas pendukung untuk melakukan riset di Indonesia dapat lebih meningkat, sehingga jika infrastrukturnya sudah memadai kita bisa melakukan riset secara mandiri di Indonesia,” jelasnya.
Wahyu yakin bahwa peningkatan infrastruktur akan mendukung percepatan kualitas sumber daya manusia nasional. Ia ingin menjadi bagian dari transformasi tersebut.
Pencapaian Wahyu menjadi simbol harapan baru dalam dunia riset nasional. Semangatnya mencerminkan bagaimana generasi muda dapat berkontribusi lewat ilmu pengetahuan yang mendalam.
Kisah Wahyu Safriansyah menjadi contoh inspiratif bagi generasi peneliti muda Indonesia. Dengan ketekunan, kolaborasi lintas negara, dan semangat menjawab tantangan riset, Wahyu berhasil meraih gelar Doktor dalam usia sangat muda.
Prestasi ilmiahnya menunjukkan bahwa dengan dukungan program seperti PMDSU, Indonesia mampu mencetak ilmuwan yang relevan dan kompetitif di panggung global. Hal ini menjadi bukti konkret bahwa investasi pada pendidikan tinggi sangatlah penting.
Ke depan, peningkatan infrastruktur riset nasional perlu terus diprioritaskan agar peneliti-peneliti seperti Wahyu dapat terus berkembang tanpa harus bergantung pada fasilitas luar negeri. Indonesia layak menjadi rumah bagi kemajuan ilmu pengetahuan dunia.(*)