JAKARTA, EKOIN.CO – Chusnul Khotimah, seorang auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dilaporkan ke Ombudsman dan pengawas internal BPKP oleh tim hukum Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Laporan ini diajukan setelah kesaksian Chusnul dalam sidang kasus korupsi impor gula yang menyeret nama Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Chusnul Khotimah menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 23 Juni 2025. Ia memaparkan bahwa kegiatan impor gula yang dilakukan Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016 telah merugikan negara hingga Rp578,1 miliar. Dalam kesaksiannya, Chusnul menjelaskan bahwa hanya perizinan impor di masa Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita yang menjadi fokus audit.
Dalam sidang tersebut, jaksa menanyakan tentang jumlah Menteri Perdagangan yang menjabat selama periode tersebut. Chusnul menyebutkan bahwa ada tiga menteri yang menjabat, namun audit hanya menyoroti perizinan impor yang diterbitkan pada masa Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita. Chusnul menegaskan, hasil audit menunjukkan adanya kerugian negara yang signifikan akibat proses impor tersebut.
Laporan Pelanggaran Prosedur Audit dan Etika Hakim
Akibat kesaksian Chusnul, tim hukum Tom Lembong mengajukan laporan resmi ke Ombudsman dan pengawas internal BPKP. Menurut pengacara Tom, Zaid Mushafi, laporan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem audit di lembaga negara, bukan menjatuhkan institusi BPKP. Zaid menyatakan, audit BPKP yang menyebut adanya kerugian negara menjadi dasar utama dalam penahanan Tom Lembong.
Zaid menegaskan bahwa audit tersebut dinilai tidak profesional, sehingga pihaknya meminta dilakukan evaluasi terhadap proses audit yang dilakukan oleh Chusnul. Ia menambahkan, hal ini penting agar tidak terjadi kesalahan serupa di masa depan. Pernyataan tersebut disampaikan Zaid saat memberikan keterangan di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin, 4 Agustus 2025.
Selain melaporkan auditor BPKP, Zaid juga mengajukan laporan dugaan pelanggaran etik terhadap tiga hakim yang menangani perkara Tom Lembong. Laporan tersebut ditujukan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk ditindaklanjuti secara etik. Tiga hakim tersebut adalah Dennie Arsan Fatrika, Purwanto S Abdullah, dan Alfis Setyawan.
Vonis dan Abolisi Tom Lembong
Tom Lembong sebelumnya divonis bersalah dalam kasus impor gula dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 18 Juli 2025. Selain hukuman penjara, Tom juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp750 juta dengan subsider enam bulan kurungan. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah menjalani masa tahanan selama sembilan bulan, Tom Lembong mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Abolisi tersebut menghapuskan tuntutan pidana terhadap Tom dan menghentikan proses hukumnya. Keputusan abolisi itu juga disertai pemberian amnesti kepada mantan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang terlibat dalam kasus berbeda.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa abolisi dan amnesti diberikan demi menjaga kepentingan bangsa dan kondusivitas nasional. Andi mengungkapkan bahwa surat permohonan abolisi dan amnesti ditandatangani olehnya atas nama Kementerian Hukum dan HAM. Ia menekankan, keputusan tersebut diambil dalam semangat menjaga keutuhan NKRI.
Andi menyebut, selain pertimbangan hukum, keputusan abolisi juga berkaitan dengan perayaan HUT ke-80 RI serta upaya merajut persatuan nasional. Pemerintah berharap keputusan ini menjadi momen persaudaraan antar elemen bangsa, dan memperkuat kolaborasi lintas politik untuk membangun Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya kerja sama seluruh pihak dalam menjaga stabilitas nasional.
Di sisi lain, hingga berita ini ditulis, Chusnul Khotimah belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan yang ditujukan kepadanya. Berdasarkan informasi dari situs resmi bpkp.go.id, Chusnul baru bergabung sebagai auditor ahli pertama BPKP setelah lulus seleksi administrasi pada 18 September 2024. Dengan masa kerja yang masih baru, ia kini menghadapi sorotan tajam terkait profesionalitasnya dalam proses audit.
Zaid Mushafi kembali menegaskan bahwa tindakan hukum ini bertujuan memperbaiki sistem hukum dan audit negara agar tidak terjadi ketidakadilan serupa di kemudian hari. Ia juga menyoroti perlakuan yang diterima Tom selama sembilan bulan terakhir sebagai contoh penting perlunya reformasi dalam proses hukum dan audit di Indonesia. Tom berharap, ke depannya tidak ada pihak lain yang mengalami proses hukum yang dianggapnya tidak adil.
Dalam keterangan pers, Zaid menyatakan bahwa semangat laporan ini adalah demi terciptanya proses hukum yang adil dan transparan di masa mendatang. Ia menyatakan, Tom Lembong berkomitmen mendorong pembaruan sistem hukum agar lebih akuntabel dan tidak menyisakan celah ketidakadilan. Pemeriksaan atas audit dan etik hakim diharapkan membawa perbaikan signifikan di sektor peradilan dan keuangan negara.
dari peristiwa ini menunjukkan bahwa hubungan antara proses audit dan penegakan hukum memerlukan kehati-hatian serta transparansi. Laporan terhadap auditor dan hakim mencerminkan kekhawatiran terhadap integritas sistem hukum dan audit negara. Isu ini juga mengindikasikan pentingnya pengawasan internal dan lembaga eksternal agar proses hukum berjalan objektif.
Penting untuk memastikan bahwa setiap laporan atau audit dilakukan secara profesional dan berdasarkan prinsip keadilan. Peran lembaga pengawasan seperti Ombudsman menjadi krusial dalam menilai aduan masyarakat terhadap proses-proses di institusi negara. Transparansi dan akuntabilitas harus terus dijaga agar kepercayaan publik terhadap hukum dan lembaga keuangan tetap terpelihara.
Keputusan pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden menjadi langkah strategis dalam meredam ketegangan dan membangun persatuan. Namun, langkah tersebut harus tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kepastian hukum. Pemerintah diharapkan mampu menjelaskan pertimbangan abolisi secara terbuka untuk menghindari persepsi negatif dari masyarakat.
Pemberian abolisi dan amnesti juga menjadi momentum refleksi terhadap sistem hukum di Indonesia. Reformasi di sektor hukum dan lembaga audit negara harus terus dilakukan untuk mencegah potensi penyimpangan. Dengan langkah perbaikan yang konsisten, diharapkan proses hukum ke depan semakin adil dan dapat dipercaya seluruh lapisan masyarakat. (*)