Jakarta EKOIN.CO – Serapan beras yang mendekati batas maksimum membuat Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengajukan usulan revisi terhadap Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025. Regulasi tersebut sebelumnya menetapkan batas penyerapan beras oleh Perum Bulog maksimal sebesar 3 juta ton per tahun.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025), Amran menyampaikan bahwa saat ini Bulog telah menyerap 2,7 juta ton setara beras. Dengan angka tersebut, hanya tersisa 300 ribu ton yang masih dapat diserap hingga akhir tahun ini.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan tidak terserapnya hasil panen petani pada musim panen kedua yang akan datang. Oleh karena itu, Amran meminta dukungan DPR untuk mengubah batas dalam Inpres yang berlaku saat ini.
“Karena di luar prediksi target kita serapan beras tahun ini 3 juta ton. Padahal posisi sudah hampir 2,7 juta ton berarti tinggal 300 (ribu). Artinya apa? Satu bulan ke depan tidak ada pembelian beras lagi. Padahal masuk panen kedua,” ujar Amran dalam rapat tersebut.
Mentan mengusulkan revisi agar batas serapan dinaikkan menjadi 4,5 juta ton. Ia menyatakan bahwa angka ini sebenarnya belum pernah tercapai, namun peluang tetap terbuka berkat dukungan Komisi IV DPR.
“Nah ini kami butuh dukungan mungkin apakah nanti masukkan kesimpulan. Kita harus ubah Inpres lagi untuk tambahan dalam Inpres kalau bisa 4,5 juta ton. Memang ini tidak pernah tercapai tetapi berkat arahan Ibu Ketua dan seluruh Komisi IV ini bisa kita capai,” terang Amran.
Lebih lanjut, Amran menyoroti kapasitas gudang Bulog yang sudah hampir penuh akibat penyerapan beras dan komoditas lain seperti jagung. Menurutnya, Bulog sudah menyewa gudang tambahan untuk menampung kelebihan stok.
“Alhamdulillah ini baru 6 bulan tapi tambahannya 2,6 juta ton. Kita sudah sewa gudang 1,2 juta ton hari ini. Dan hampir full karena kita juga menyerap jagung. Jadi kapasitas gudang sekarang sudah 4 juta ton lebih. Sebenarnya yang standar hanya 3 juta ton kapasitas gudang,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, ia menilai perlu adanya penyesuaian aturan agar Bulog bisa tetap membeli hasil panen petani tanpa terhambat oleh aturan kuota serapan. Permintaan tersebut menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas harga dan perlindungan terhadap petani.
Sementara itu, Komisi IV DPR RI belum memberikan keputusan resmi terkait usulan tersebut. Namun, beberapa anggota menyatakan terbuka untuk membahas lebih lanjut.
Dukungan politik menjadi faktor penting dalam perubahan regulasi, mengingat Inpres merupakan kebijakan strategis yang harus mendapatkan persetujuan presiden.
Jika revisi Inpres disetujui, maka Bulog akan memiliki ruang tambahan sebesar 1,5 juta ton untuk menyerap hasil panen, termasuk dari musim panen kedua yang akan segera berlangsung.
Kementerian Pertanian menyatakan akan terus memantau kondisi lapangan dan menyesuaikan kebijakan berdasarkan kebutuhan petani dan kondisi pasar.
Dengan serapan yang meningkat pesat, gudang-gudang penyimpanan Bulog kini telah menampung lebih dari 4 juta ton bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa produksi nasional meningkat, namun perlu diimbangi dengan regulasi yang adaptif.
Sebelumnya, batas maksimal 3 juta ton ditetapkan untuk menyesuaikan kapasitas gudang yang hanya mencapai 3 juta ton. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebutuhan bisa melebihi kapasitas tersebut.
Untuk itu, Kementan meminta agar fleksibilitas kebijakan diperluas, terutama di masa panen tinggi agar petani tidak mengalami kerugian akibat hasil panen yang tidak terserap.
Situasi ini juga memperlihatkan pentingnya pengelolaan logistik dan distribusi pangan secara terintegrasi. Jika tidak, kelebihan stok bisa menimbulkan tekanan baru di sektor penyimpanan dan distribusi.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan konsumsi nasional dan ketidakpastian cuaca global, pemerintah perlu mengantisipasi lonjakan produksi dengan penyesuaian regulasi yang tepat.
Amran juga menyatakan bahwa Kementan terus menjalin koordinasi dengan Bulog serta kementerian terkait guna memastikan tidak ada hambatan dalam penyerapan beras nasional.
Kebijakan penyesuaian ini dinilai krusial agar ketahanan pangan nasional tetap terjaga dan petani mendapat perlindungan yang memadai di tengah tingginya hasil panen tahun ini.
Dalam kondisi sekarang, revisi Inpres bukan hanya soal angka, tetapi menyangkut kepastian bahwa pemerintah siap menyerap hasil produksi petani kapan pun dibutuhkan.
Dengan berbagai data dan situasi lapangan yang sudah dipaparkan, Kementan berharap Presiden dapat segera mengakomodasi revisi aturan tersebut agar penyerapan beras tetap berjalan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Sebagai saran, pemerintah sebaiknya memperhitungkan ulang proyeksi serapan beras tiap tahun agar kebijakan yang diterbitkan lebih realistis dan tidak membatasi kinerja Bulog. Selain itu, kapasitas gudang juga perlu ditingkatkan sejalan dengan peningkatan produksi nasional.
Perlu adanya kolaborasi lebih erat antara Kementan, Bulog, dan Kemenko Perekonomian untuk menyusun peta jalan penyerapan dan distribusi yang lebih adaptif terhadap situasi panen. Hal ini akan mencegah terjadinya kelebihan stok yang tidak tertampung.
Di sisi lain, dukungan anggaran untuk sewa gudang dan pengadaan alat penyimpanan modern juga penting agar komoditas pertanian tidak rusak selama masa penyimpanan. Perlu pula percepatan digitalisasi manajemen logistik pangan.
Kebijakan revisi Inpres juga dapat disertai dengan evaluasi tahunan untuk memastikan efektivitasnya di lapangan. Keterlibatan DPR dan pemangku kepentingan lain menjadi elemen vital dalam proses ini.
usulan revisi Inpres Nomor 6 Tahun 2025 merupakan langkah logis untuk menjamin keberlanjutan serapan beras nasional. Dengan memperluas batas serapan hingga 4,5 juta ton, pemerintah bisa menjaga harga di tingkat petani tetap stabil, sekaligus memastikan stok nasional tetap aman.(*)