Jakarta, EKOIN.CO – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama Pemerintah telah menyepakati usulan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2026. Kesepakatan ini menjadi langkah penting untuk menentukan arah kebijakan fiskal dan pembangunan nasional pada tahun mendatang. Pembahasan yang intensif tersebut berujung pada penetapan angka-angka krusial yang akan menjadi landasan alokasi dana pemerintah.
Dalam kesepakatan tersebut, belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.842,7 triliun, sementara pendapatan negara didesain sebesar Rp3.153,6 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran direncanakan sebesar Rp689,1 triliun, yang setara dengan 2,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Banggar pada Kamis (18/9), di Ruang Rapat DPR RI Jakarta.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas kerja sama yang telah terjalin antara Pemerintah dengan Banggar. Ia menekankan pentingnya sinergi ini dalam menjaga stabilitas dan efektivitas instrumen fiskal.
“Dengan tuntasnya pembahasan APBN Tahun Anggaran 2026 dari Badan Anggaran DPR RI, izinkan kami atas nama Pemerintah menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pimpinan dan Anggota Badan Anggaran DPR RI, Pimpinan Kementerian/Lembaga, Wakil Pemerintah lainnya, serta Pimpinan Bank Indonesia. Komitmen yang terjalin ini menunjukkan semangat bersama dalam menjaga APBN sebagai instrumen fiskal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” terang Menkeu.
Dari sisi pendapatan negara, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp2.693,7 triliun. Jumlah ini terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun serta penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp336,0 triliun. Target ini menunjukkan optimisme pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kepatuhan pajak.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditetapkan sebesar Rp459,2 triliun. Angka ini mencerminkan perkiraan pendapatan dari sumber-sumber non-pajak, seperti sumber daya alam dan layanan pemerintah.
Adapun belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp3.149,7 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp693,0 triliun. Proporsi ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendanai berbagai program di tingkat pusat dan juga mendukung pembangunan di daerah.
Belanja pemerintah pusat mencakup belanja kementerian/lembaga sebesar Rp1.510,5 triliun dan belanja non-kementerian/lembaga sebesar Rp1.639,2 triliun. Alokasi ini akan digunakan untuk membiayai operasional pemerintah dan berbagai program strategis, termasuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik.
Dengan postur ini, keseimbangan primer tercatat defisit Rp89,7 triliun. Defisit tersebut akan dibiayai melalui pembiayaan anggaran yang diperkirakan mencapai Rp689,1 triliun. Pembiayaan ini akan menjadi penopang utama untuk menutup selisih antara pendapatan dan belanja negara.
Hasil kesepakatan Banggar DPR RI bersama Pemerintah atas usulan postur APBN 2026 ini selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI yang dijadwalkan pada 23 September 2025 untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut. Proses ini adalah tahapan formal yang harus dilalui sebelum APBN resmi ditetapkan.

Implikasi Postur APBN 2026 bagi Perekonomian
Postur APBN 2026 yang disepakati ini memiliki implikasi besar bagi perekonomian nasional. Dengan alokasi belanja yang besar, pemerintah berencana untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Defisit anggaran yang terkontrol menunjukkan bahwa pemerintah tetap berhati-hati dalam mengelola keuangan negara.
Target penerimaan perpajakan yang ambisius mencerminkan strategi pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak. Ini dapat dicapai melalui perbaikan sistem administrasi, penegakan hukum yang lebih baik, dan perluasan basis pajak. Keberhasilan dalam mencapai target ini akan sangat menentukan keberlanjutan program-program pembangunan.
Kolaborasi Pemerintah dan DPR
Pencapaian kesepakatan ini menunjukkan tingkat kolaborasi yang baik antara pemerintah dan DPR. Diskusi yang konstruktif dan saling pengertian menjadi kunci untuk menyepakati angka-angka yang realistis dan berpihak pada kepentingan rakyat. Kemitraan ini sangat vital untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi.
Proses penetapan APBN yang transparan dan akuntabel juga meningkatkan kepercayaan publik. Masyarakat dapat memantau bagaimana uang pajak mereka dikelola dan dialokasikan untuk membiayai berbagai program yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Pada akhirnya, APBN 2026 ini adalah cerminan dari visi dan misi pemerintah untuk tahun mendatang. Ia adalah instrumen yang akan digunakan untuk menggerakkan roda perekonomian, mengurangi ketimpangan, dan menciptakan fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik.
Dengan disepakatinya postur ini, pemerintah memiliki landasan yang jelas untuk melaksanakan program-program strategis. Namun, tantangan besar tetap ada dalam hal efektivitas belanja, penyerapan anggaran, dan pengelolaan utang.
Semoga APBN 2026 dapat dijalankan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v