Jakarta EKOIN.CO – Harga beras di pasar domestik Indonesia kembali mengalami lonjakan, dipicu rendahnya pasokan beras jenis Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari pemerintah. Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui bahwa keterlambatan penyaluran beras SPHP menjadi salah satu penyebab utama harga terus merangkak naik.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Data terbaru dari Panel Harga Bapanas pada Selasa, 29 Juli 2025, menunjukkan harga beras jenis medium kini mencapai Rp 13.224 per kilogram atau naik sebesar 0,36 persen. Sementara itu, harga beras premium meningkat 0,48 persen menjadi Rp 14.520 per kilogram.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa penyaluran beras SPHP oleh pemerintah saat ini masih sangat terbatas. Ia mengungkapkan bahwa distribusi baru mulai dilakukan dan volumenya masih sangat rendah, di bawah 5.000 ton. “Baru keluar. Keluarnya nggak banyak. Baru kemarin terakhir 3.000 ton,” ujarnya di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta.
Penurunan Produksi Picu Kenaikan Harga
Arief menjelaskan, pada periode Juni hingga Juli memang selalu terjadi penurunan produksi beras, yang berakibat langsung pada kenaikan harga di pasaran. Menurutnya, pasokan gabah saat ini turun signifikan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. “Pada bulan Juni-Juli itu produksinya itu turun bisa jadi dekat-dekat 2,5 juta ton, kalau di bulan Maret-April itu di atas 5 juta ton,” katanya.
Menurutnya, hukum pasar berlaku dalam situasi ini, di mana saat produksi turun maka harga akan naik. Arief menambahkan bahwa kenaikan harga gabah turut memicu kenaikan harga beras secara keseluruhan.
Untuk mengendalikan harga, pemerintah tengah mempercepat penyaluran beras SPHP ke berbagai wilayah di Indonesia. Langkah ini diharapkan bisa meredam laju kenaikan harga beras di tingkat konsumen.
Selain itu, pemerintah juga tengah menyalurkan bantuan pangan berupa beras kepada 18 juta keluarga penerima manfaat. Masing-masing keluarga menerima 20 kilogram beras sebagai bagian dari program stabilisasi harga.
Pengawasan Penyaluran SPHP Diperketat
Arief menegaskan bahwa pihaknya juga tengah meningkatkan pengawasan dalam penyaluran beras SPHP. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan seperti kasus beras oplosan yang sempat terjadi di Riau. “Di satu sisi kita mau keluarkan banyak, di sisi lain kita juga lihat kan kemarin di Riau. Mau nggak kira-kira ngeluarin kayak gitu. Tapi pengawasannya nggak ketat, jadi harus ketat juga,” tegasnya.
Untuk memastikan penyaluran beras SPHP tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, Bapanas menggandeng Bulog serta TNI dalam distribusi dan pengawasan lapangan.
Ia meminta Bulog untuk bekerja ekstra keras, mengingat urgensi kebutuhan masyarakat akan beras dengan harga terjangkau. Langkah ini juga diharapkan mencegah praktik curang dalam distribusi yang dapat merugikan masyarakat.
Arief juga menekankan pentingnya kerja sama lintas instansi untuk menekan harga beras. Ia optimistis, dengan percepatan distribusi dan pengawasan yang ketat, harga beras akan segera stabil dalam waktu dekat.
Bapanas mengaku terus memantau perkembangan harga beras dan pasokan di seluruh wilayah. Evaluasi rutin dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan harga lebih lanjut.
Pemerintah saat ini juga membuka opsi untuk menambah stok beras impor sebagai bagian dari langkah stabilisasi harga, meskipun belum ada keputusan resmi mengenai hal ini.
Selain itu, Arief mengimbau masyarakat untuk membeli beras SPHP di titik-titik distribusi resmi agar mendapatkan harga sesuai ketentuan pemerintah.
Sebagai bagian dari upaya pengendalian harga, Bapanas berencana meningkatkan transparansi informasi mengenai distribusi beras SPHP, termasuk melalui platform digital.
Arief menyatakan, laporan terkait stok dan distribusi SPHP akan dibuka secara berkala agar masyarakat dapat memantau dan menghindari praktik penimbunan.
Bapanas juga mengajak pemerintah daerah untuk ikut mengawasi penyaluran beras SPHP agar lebih efektif dan merata di seluruh daerah.
Pemerintah berharap, dengan percepatan distribusi dan pengawasan menyeluruh, harga beras dapat turun secara bertahap dan daya beli masyarakat tetap terjaga.
dari kondisi ini menunjukkan bahwa keterlambatan distribusi beras SPHP memberikan dampak nyata pada harga beras nasional. Keterbatasan pasokan dalam beberapa pekan terakhir memicu lonjakan harga, yang kemudian mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Situasi ini diperparah oleh penurunan produksi gabah musiman yang tidak dapat dihindari setiap tahun pada bulan-bulan tertentu. Pemerintah pun harus bertindak cepat agar harga kembali stabil. Dalam jangka pendek, percepatan distribusi dan pengawasan menjadi kunci.
Sebagai perlu dilakukan peningkatan sistem distribusi agar lebih efisien dan akuntabel. Pemerintah juga sebaiknya memanfaatkan teknologi digital untuk memantau stok dan distribusi secara real time. Dukungan anggaran bagi Bulog untuk penyaluran SPHP juga perlu ditingkatkan guna mengatasi kendala logistik. Selain itu, program bantuan pangan harus dikembangkan dengan transparansi agar tidak menimbulkan polemik. Terakhir, edukasi kepada masyarakat tentang sumber beras SPHP resmi penting dilakukan agar distribusi tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab. (*)