Raqqa EKOIN.CO – Ratusan warga di pedesaan Raqqa, Suriah, berbondong-bondong menuju bantaran Sungai Efrat sejak dua hari terakhir. Fenomena ini dipicu oleh munculnya gundukan tanah berkilau di dasar sungai yang mengering, memicu gelombang perburuan emas yang oleh warga disebut sebagai “demam emas”. Kondisi ini memunculkan antusiasme luar biasa di tengah krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda kawasan tersebut.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Seperti dilansir dari Shafaq News, Selasa (5/8/2025), ratusan tenda darurat berdiri di sepanjang sungai. Warga menggali siang dan malam dengan peralatan seadanya demi mendapatkan serpihan emas mentah yang diyakini terkubur di dasar sungai. “Awalnya hanya rasa penasaran, tapi sekarang semua orang ikut mencari. Ini seperti mimpi,” ujar salah satu warga setempat.
Fenomena dadakan picu ledakan ekonomi mikro
Aktivitas penambangan spontan tersebut memicu lonjakan harga peralatan tambang bekas. Calo informal mulai bermunculan di desa-desa terdekat demi memenuhi kebutuhan peralatan para pencari emas. Di pasar lokal, cangkul, sekop, dan alat penyaring pasir menjadi barang langka.
Namun, hingga saat ini, tidak ada pengawasan resmi dari otoritas lokal. Para penambang bergerak tanpa izin, membuat aktivitas tersebut berpotensi membahayakan keselamatan warga dan merusak lingkungan sekitar. Beberapa ahli menyuarakan kekhawatiran terkait potensi bencana ekologis jika fenomena ini tidak segera ditangani secara terstruktur.
Khaled al-Shammari, seorang insinyur geologi, menegaskan pentingnya verifikasi ilmiah terhadap kandungan tanah tersebut. “Sedimen berkilau bisa saja berasal dari mineral lain. Hanya analisis geologi yang bisa memastikan kandungan emasnya,” ujarnya kepada Shafaq News.
Hadis Nabi dan harapan akan harta karun
Meskipun belum ada kepastian ilmiah mengenai keberadaan emas, sebagian warga mengaitkan fenomena ini dengan hadis Nabi Muhammad SAW tentang kemunculan “gunung emas di Sungai Efrat” menjelang Hari Kiamat. Narasi keagamaan ini turut memperkuat keyakinan masyarakat untuk terus menggali dan mencari harta karun yang diyakini tersembunyi.
Asaad al-Hamdani, seorang cendekiawan Islam, mengonfirmasi keaslian hadis tersebut dalam tradisi Sunni. Namun, ia mengimbau agar masyarakat tidak tergesa-gesa menafsirkan secara literal. “Kita perlu pendekatan ilmiah dan teologis yang mendalam sebelum menghubungkan fenomena alam dengan eskatologi agama,” jelasnya.
Sungai Efrat, salah satu sungai utama di Timur Tengah, telah menjadi sumber kehidupan sejak zaman kuno. Mengalir melalui Turki, Suriah, dan Irak, sungai ini kini mengalami penurunan debit air signifikan akibat pembangunan bendungan dan perubahan iklim. Dampaknya tidak hanya terasa pada ekosistem, tetapi juga pada ketegangan politik antarnegara terkait hak atas air.
Fenomena pengeringan Sungai Efrat dalam beberapa tahun terakhir mendorong warga untuk melakukan penyesuaian, termasuk memanfaatkan dasar sungai untuk pertanian. Namun, dengan munculnya gundukan tanah berkilau ini, warga justru beralih pada aktivitas penambangan liar.
Hingga kini, belum ada hasil laboratorium yang memastikan keberadaan emas di lokasi tersebut. Namun demikian, warga tetap optimistis dan terus menggali. Bagi banyak warga, ini adalah peluang untuk keluar dari kesulitan ekonomi, meskipun risikonya cukup tinggi.
Beberapa pengamat lokal mengkhawatirkan potensi konflik antarwarga jika fenomena ini berlarut-larut tanpa pengaturan jelas. Selain itu, kerusakan lingkungan bisa menjadi ancaman jangka panjang apabila penambangan dilakukan tanpa prosedur standar.
Otoritas Suriah belum memberikan pernyataan resmi terkait peristiwa ini. Laporan dari media lokal menyebutkan bahwa pemerintah daerah masih melakukan pemantauan dan belum mengambil tindakan khusus untuk mengatur kegiatan warga di bantaran sungai tersebut.
Aktivitas perburuan emas ini menjadi cerminan kegelisahan sosial akibat krisis ekonomi yang melanda Suriah pascakonflik berkepanjangan. Harapan akan “harta karun” menjadi penghiburan sekaligus pelecut semangat bagi masyarakat setempat.
Beberapa pihak berharap pemerintah pusat segera mengirim tim ahli geologi untuk melakukan survei dan mengambil sampel tanah guna memastikan komposisi mineral di dasar Sungai Efrat.
Sementara itu, kelompok masyarakat sipil mendesak adanya edukasi kepada warga agar tidak menaruh harapan berlebih sebelum ada bukti ilmiah. Mereka juga meminta pemerintah membentuk tim penanganan khusus guna mencegah kemungkinan bencana sosial dan lingkungan.
Fenomena ini menyedot perhatian luas di media sosial dan berbagai kanal berita Arab. Banyak netizen membagikan video warga yang sedang menggali dan menunjukkan tanah berkilau, meski keaslian emas tersebut belum dapat diverifikasi.
Aktivitas warga di Sungai Efrat ini terus berlangsung intens. Beberapa warga mengklaim menemukan partikel logam berkilau, namun belum bisa dipastikan apakah itu emas. Ketidakpastian ini justru mendorong lebih banyak warga untuk ikut serta dalam pencarian.
Sebagian penduduk desa yang tidak terlibat langsung dalam pencarian mulai membuka lapak makanan dan minuman untuk melayani para penambang, menciptakan efek ekonomi berganda.
Fenomena “demam emas” di Raqqa kini memasuki hari ketiga dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Warga dari desa-desa lain juga mulai berdatangan ke lokasi.
Muncul kekhawatiran mengenai dampak kesehatan akibat paparan debu dan material yang belum diketahui kandungannya. Beberapa warga dilaporkan mengalami iritasi kulit dan gangguan pernapasan ringan.
Pihak otoritas kesehatan setempat menyarankan warga untuk menggunakan pelindung diri selama melakukan aktivitas di area penggalian, meskipun ketersediaan alat pelindung masih terbatas.
dari fenomena ini menunjukkan adanya hubungan kompleks antara krisis ekonomi, kepercayaan religius, dan harapan masyarakat terhadap perubahan nasib. Meskipun belum terbukti keberadaan emas, dorongan sosial untuk mencari tetap kuat.
Masyarakat Raqqa membutuhkan kehadiran pemerintah untuk memberikan kepastian, baik dalam hal keamanan, kesehatan, maupun kepastian kandungan mineral. Penanganan profesional menjadi kunci agar aktivitas ini tidak berubah menjadi krisis.
Sebagai langkah awal, perlu dilakukan edukasi publik berbasis fakta ilmiah agar warga tidak bertindak berdasarkan spekulasi atau mitos. Keterlibatan ahli dan pihak berwenang sangat penting dalam mencegah risiko jangka panjang.
Warga juga perlu memahami bahwa eksploitasi alam tanpa kendali bisa membawa dampak lingkungan yang merugikan generasi mendatang. Oleh karena itu, penanganan seimbang antara kepentingan ekonomi dan kelestarian alam harus menjadi perhatian.
Fenomena di Sungai Efrat adalah cerminan dari ketegangan sosial-ekonomi yang lebih luas. Pemerintah dan masyarakat sipil perlu bersinergi agar harapan warga tidak berubah menjadi kekecewaan dan kerusakan lingkungan. (*)



























