London EKOIN.CO – Klub sepak bola sering kali berada di bawah tekanan suporter dalam mengambil keputusan transfer pemain. Bahkan, ada sejumlah transfer besar yang gagal terwujud karena penolakan keras dari para penggemar. Beberapa nama besar seperti Cristiano Ronaldo, Paul Pogba, hingga Steven Gerrard pernah menjadi bagian dari cerita tersebut.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Protes Penggemar Gagalkan Transfer Pemain
Manchester United pernah mengalami kegagalan dalam mendatangkan striker Bologna, Marko Arnautovic, pada musim panas 2022. Tawaran senilai £7 juta ditolak oleh Bologna, tetapi penolakan dari fans MU menjadi alasan utama batalnya transfer. Penggemar menyampaikan protes keras, termasuk melalui email langsung ke CEO Richard Arnold, karena masa lalu Arnautovic yang kontroversial.
Kepindahan tersebut sempat mengejutkan publik. Gary Neville, legenda MU, bahkan menolak memberikan komentar ketika ditanya Sky Sports. “Saya tidak tahu, saya tidak punya komentar,” ujar Neville. Tidak lama setelah itu, MU menghentikan proses negosiasi secara diam-diam.
Cristiano Ronaldo juga pernah merasakan penolakan publik saat ingin meninggalkan Manchester United pada 2022. Beberapa klub besar seperti Chelsea dan Bayern Munchen menolak merekrutnya. Di Spanyol, Atletico Madrid menghadapi tekanan besar dari fans mereka saat muncul rumor Ronaldo akan bergabung.
Union Internacional de Penas Atletico de Madrid menyatakan, “Kami menyatakan penolakan mutlak kami terhadap kemungkinan ia bergabung dengan klub kami.” Mereka menilai Ronaldo tidak sesuai dengan nilai-nilai klub. Bahkan saat laga persahabatan melawan Numancia, fans Atleti mengibarkan spanduk anti-Ronaldo. Transfer tersebut akhirnya dibatalkan.
Reaksi Suporter Hentikan Kepindahan
Pada 2005, Steven Gerrard hampir bergabung ke Chelsea dari Liverpool. Namun, protes keras dari suporter Liverpool membuat Gerrard mempertimbangkan ulang keputusannya. Kaosnya dibakar di jalanan Merseyside, dan ia memutuskan tetap bertahan.
Paul Pogba juga pernah menjadi target transfer PSG pada 2021. Namun, pendukung klub Paris itu menolak keras rencana tersebut. Mereka memasang spanduk bertuliskan: “Pogba, kau harus mendengarkan ibumu. Dia tidak menginginkanmu di sini, kami juga tidak.” Karena tekanan tersebut, Pogba tetap bertahan di MU dan kemudian pindah ke Juventus secara gratis pada 2022.
El Hadji Diouf juga mengalami situasi serupa. Pada 2011, Sam Allardyce membawanya untuk uji coba di West Ham. Namun, fans klub London itu menolak kehadiran Diouf karena reputasi buruknya di lapangan. Meski Allardyce yakin fans akan menyukainya, mereka lebih memilih penyerang lain. Diouf tidak mendapatkan kontrak dan akhirnya bergabung dengan Leeds United.
Joey Barton hampir bergabung ke West Ham pada 2015. Klub telah menjadwalkan pemeriksaan medis, namun gelombang protes fans menggagalkan transfer itu. Barton merespons, “Tidak ada perasaan kesal.” Dalam otobiografinya, ia menyebut dirinya diperlakukan seperti “pembunuh berantai” oleh sejumlah penggemar West Ham.
Lee Bowyer, pada 2002, juga mengalami kegagalan transfer ke Liverpool karena penolakan fans. Saat itu, ia hampir bergabung setelah Leeds menerima tawaran £9 juta. Namun, keterlibatannya dalam kasus hukum membuat manajer Gerard Houllier meragukan komitmen Bowyer. Liverpool akhirnya membatalkan transfer.
Dalam pernyataan resmi klub disebutkan, “Houllier tidak yakin pemain tersebut memiliki rasa lapar atau hasrat untuk bermain untuk klub, kualitas yang penting bagi setiap pemain Liverpool.” Keputusan tersebut menandai akhir dari potensi kepindahan Bowyer ke Anfield.
dalam dunia sepak bola modern, penggemar memiliki peran signifikan yang bisa mempengaruhi arah kebijakan klub, termasuk dalam hal transfer pemain.
Tekanan dari penggemar bukan hanya sebatas suara di tribun, tetapi juga bisa berwujud aksi langsung yang berdampak pada nasib pemain dan klub.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa klub tidak bisa semata-mata mengejar nilai komersial atau teknis tanpa memperhitungkan sentimen para pendukungnya.
Di sisi lain, pemain juga harus mempertimbangkan hubungan emosional dan historis dengan suporter, terlebih jika berpindah ke klub rival.
Hubungan antara klub, pemain, dan penggemar menjadi simbiosis yang rumit, namun tidak terpisahkan dalam industri sepak bola yang penuh dinamika ini. (*)