Tel Aviv EKOIN.CO – Lima prajurit muda Israel mengungkapkan pengalaman pahit dan traumatis mereka selama hampir dua tahun bertempur di Jalur Gaza, yang berbeda jauh dari narasi resmi yang disampaikan kepada publik Israel. Kesaksian mereka dipublikasikan oleh surat kabar Haaretz dan dikutip oleh Aljazeera pada Jumat, 4 Juli 2025.
Kelima prajurit ini direkrut segera setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, dan langsung dikirim ke wilayah konflik. Selama 21 bulan terakhir, mereka berhadapan dengan realitas perang yang keras, yang tidak sejalan dengan gambaran heroik dalam pemberitaan media arus utama Israel.
Realita Perang yang Bertolak Belakang dari Narasi Resmi
Para prajurit tersebut menggambarkan kondisi yang mereka hadapi sebagai penuh kepahitan dan kelelahan, disertai perasaan putus asa, kemarahan mendalam, dan ketakutan yang tak pernah surut. Mereka merasa suara mereka diabaikan, bahkan tertutup oleh narasi resmi militer Israel yang dikontrol secara ketat.
Haaretz menyebut bahwa para wartawan yang meliput unit-unit tempur Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak melihat kenyataan sebenarnya. Sebaliknya, mereka disuguhi adegan-adegan yang telah diatur, lengkap dengan tentara pilihan yang diberi arahan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dikatakan kepada media.
Komandan dan juru bicara IDF disebut berperan dalam menentukan siapa tentara yang berbicara kepada wartawan. Bahkan, mereka juga mendikte isi wawancara yang memperkuat citra keberanian dan semangat tempur tinggi di mata publik.
Salah satu kutipan dalam laporan menyebutkan bahwa wartawan kembali menggambarkan para tentara sebagai “generasi singa” dan penuh semangat juang, dengan menggunakan istilah-istilah yang dinilai vulgar oleh Haaretz.
Namun, lima prajurit yang berbicara secara terbuka kepada Haaretz menyampaikan gambaran yang jauh berbeda. Mereka menggambarkan tekanan fisik dan psikologis yang luar biasa selama bertugas di Gaza, termasuk kelelahan yang terus bertambah dan rasa takut yang menghantui setiap hari.
Permintaan Sederhana dari Prajurit: “Dengarkan Kami”
Kelima prajurit ini menolak untuk terus bungkam. Mereka merasa bahwa setelah dikirim ke medan perang, publik Israel layak mengetahui kenyataan yang mereka alami. Mereka meminta agar suara mereka didengar, bukan disaring oleh kepentingan narasi resmi.
“Kalian mengirim kami ke medan perang, sekarang dengarkan apa yang akan kami katakan,” demikian permintaan mereka yang dikutip Haaretz. Mereka berharap kisah nyata ini dapat membuka mata masyarakat Israel akan dampak psikologis yang ditanggung oleh para tentara muda.
Haaretz menyoroti bahwa sebagian besar tentara yang diwawancarai memilih untuk tidak mengungkapkan identitas karena takut akan dampak terhadap masa depan mereka di militer. Namun, lima orang ini memberanikan diri tampil agar pengalaman mereka tidak terkubur.
Menurut laporan tersebut, kelelahan para tentara tidak hanya disebabkan oleh tekanan fisik dari operasi militer, namun juga karena kebingungan moral serta ketidakpastian tentang tujuan dari perang yang berlangsung lama ini.
Mereka menyebut bahwa rasa takut akan menjadi korban berikutnya adalah beban yang tidak bisa disangkal, dan hal itu membuat mereka merasa terisolasi secara emosional serta kehilangan arah.
Pengakuan ini menjadi catatan penting mengenai dampak jangka panjang perang terhadap generasi muda Israel, yang ditempatkan dalam situasi ekstrem tanpa cukup dukungan mental maupun psikologis.
Tidak hanya itu, kondisi yang digambarkan oleh prajurit juga menunjukkan keterputusan antara realita di medan tempur dengan persepsi masyarakat sipil yang terbentuk melalui media dan pernyataan resmi.
Kesaksian ini memberikan sudut pandang baru terhadap situasi konflik di Gaza, khususnya dari sisi personal para prajurit yang terlibat langsung dalam pertempuran sehari-hari.
Kisah ini juga mempertanyakan integritas informasi yang beredar di Israel mengenai perang, serta peran media dalam membentuk opini publik berdasarkan informasi yang telah difilter oleh militer.
Meskipun mereka masih bertugas, lima prajurit ini memilih untuk bersuara dengan harapan bisa mengubah cara pandang masyarakat terhadap perang, serta menuntut transparansi dalam pelaporan militer.
Para prajurit itu tidak berbicara sebagai bentuk protes, melainkan sebagai panggilan untuk kejujuran dan keterbukaan atas kenyataan yang mereka hadapi selama lebih dari satu setengah tahun di Gaza.
bagi pemerintah dan otoritas militer Israel adalah untuk tidak mengabaikan suara prajurit lapangan yang menghadapi langsung bahaya dan tekanan. Mendengarkan mereka bisa menjadi langkah awal untuk reformasi kebijakan personel dan dukungan psikologis di tubuh IDF.
dari laporan ini menunjukkan bahwa perbedaan antara realita dan narasi resmi dapat berdampak besar terhadap kepercayaan publik. Oleh karena itu, keterbukaan informasi sangat penting untuk menjaga moral dan kesehatan mental para tentara muda yang mengabdi.
Mengungkap kenyataan ini juga bisa menjadi pengingat bahwa perang tidak hanya soal strategi dan kemenangan, tetapi juga tentang manusia yang terlibat di dalamnya, dengan luka fisik dan psikologis yang nyata.
Diperlukan perhatian serius dari masyarakat dan pembuat kebijakan untuk mengevaluasi dampak jangka panjang perang terhadap generasi muda yang menjadi tulang punggung militer.
Dengan mendengarkan suara mereka yang berada di garis depan, kebijakan militer bisa lebih manusiawi dan responsif terhadap kondisi nyata para personel tempur.
Perubahan pendekatan ini juga dapat membantu mengurangi kesenjangan antara narasi media dan kenyataan lapangan, sehingga publik memperoleh gambaran yang lebih jujur tentang perang di Gaza.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























