Raja Ampat, Papua Barat Daya, EKOIN . CO – Keberadaan tambang nikel di Raja Ampat kembali memicu gelombang kontroversi. Kawasan yang selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata terbaik Indonesia kini terancam kehilangan daya tariknya akibat aktivitas pertambangan yang dinilai merusak lingkungan.
Praktisi hukum sekaligus musisi, Deolipa Yumara, turut angkat suara mengenai isu ini. Dalam pernyataannya, Deolipa menegaskan bahwa meskipun izin tambang nikel di Raja Ampat secara hukum sah, aspek legalitas bukan satu-satunya ukuran. “Tambangnya memang punya izin, tapi apakah bijak menambang di kawasan yang identik dengan pariwisata dan ekosistem laut yang rapuh?” ujarnya kepada wartawan, Senin (9/6).
Dampak Tambang Nikel Terhadap Ekosistem Laut Raja Ampat
Selama ini, nama Raja Ampat identik dengan keindahan alam: air laut jernih, terumbu karang warna-warni, serta kekayaan hayati bawah laut yang luar biasa. Namun, dengan beroperasinya tambang nikel di wilayah tersebut, potensi kerusakan lingkungan mulai terlihat.
Menurut sejumlah pengamat lingkungan, partikel nikel yang terbawa arus laut bisa merusak habitat biota laut, mencemari perairan, serta menurunkan kualitas ekowisata. Ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan wisata berkelanjutan di Raja Ampat.
Izin Pertambangan Jadi Sorotan: Siapa Bertanggung Jawab?
Polemik juga menyasar pada asal-usul izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan di kawasan konservasi tersebut. Izin tambang ini disebut-sebut sudah terbit sejak beberapa tahun lalu oleh pemerintah pusat, tanpa koordinasi maksimal antara kementerian pariwisata dan Kementerian ESDM.
“Apakah mereka tidak memperhitungkan dampak ekologis dan potensi kerusakan destinasi wisata unggulan Indonesia?” ucap salah seorang aktivis lingkungan lokal.
Warga Terbelah, Aktivis Melawan Lewat Karya Seni
Di tengah konflik ini, masyarakat lokal terpecah. Sebagian mendukung tambang demi alasan ekonomi, namun banyak juga yang menolak keras karena khawatir akan dampak kerusakan lingkungan jangka panjang. Beberapa seniman lokal bahkan menciptakan lagu protes sebagai bentuk perlawanan terhadap eksploitasi yang mereka nilai merusak tanah kelahiran mereka.
“Kami tidak sekadar berkarya, tapi kini menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas izin yang mencemari Raja Ampat,” ujar Deolipa Yumara yang juga dikenal sebagai musisi peduli lingkungan.
Desakan Pencabutan Izin dan Pemulihan Raja Ampat
Kini tekanan publik semakin besar. Para pegiat lingkungan, masyarakat adat, seniman, hingga praktisi hukum, bersatu menuntut pencabutan IUP dan penghentian total operasi tambang nikel. Tujuan utamanya adalah mengembalikan citra Raja Ampat sebagai ikon pariwisata Indonesia, sekaligus menjaga warisan alam untuk generasi mendatang.
“Kalau tidak dihentikan sekarang, keindahan Raja Ampat hanya akan tinggal cerita. Dan kerusakan yang terjadi akan sangat sulit dipulihkan,” tegas Deolipa.



























