Darwin, EKOIN.CO – Amerika Serikat (AS) menempatkan sistem senjata hipersonik Long-Range Hypersonic Weapon (LRHW) di wilayah utara Australia usai latihan militer gabungan Talisman Sabre 2025 bersama militer Australia pada Juli lalu. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi AS untuk memperkuat kehadiran militernya di kawasan Indo-Pasifik, terutama dalam menghadapi persaingan kekuatan global yang meningkat.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
LRHW, yang dijuluki “Dark Eagle,” merupakan sistem senjata canggih yang dirancang untuk menyerang target dengan kecepatan hipersonik dalam jarak sangat jauh. Senjata ini dipamerkan dalam latihan Talisman Sabre sebagai bentuk kesiapan operasional dan validasi kemampuan teknis militer AS di kawasan tersebut.
Komandan Komando Indo-Pasifik AS, Laksamana Samuel J. Paparo, menyatakan bahwa penempatan senjata hipersonik tersebut membuktikan kemampuan Angkatan Darat AS untuk mengoperasikan sistem canggih dalam lingkungan strategis. “Pengerahan sistem LRHW ke Australia menandai pencapaian signifikan bagi Komando Indo-Pasifik AS, karena hal ini memvalidasi kemampuan Angkatan Darat untuk mengerahkan, menempatkan, dan menjalankan komando dan kendali sistem tersebut di lingkungan garis depan,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (5/8/2025).
Senjata Hipersonik Terjauh Milik AS
Berdasarkan laporan Layanan Penelitian Kongres yang dirilis Juni 2025, LRHW memiliki jangkauan sekitar 1.725 mil atau sekitar 2.775 km. Jarak ini menjadikannya sistem serangan berbasis darat dengan jangkauan terpanjang dalam arsenal AS. Jarak tersebut mencakup sebagian besar wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia bagian utara.
Sistem senjata LRHW memanfaatkan bodi luncur hipersonik umum dan pendorong roket dua tahap yang dikembangkan oleh Angkatan Laut AS. Inovasi ini memungkinkan proyektil untuk meluncur dengan kecepatan hipersonik, yang sulit dicegat sistem pertahanan konvensional.
Pada Mei lalu, Angkatan Laut AS mengumumkan keberhasilan uji coba penerbangan penuh dari sistem senjata hipersonik konvensional di Stasiun Angkatan Luar Angkasa Cape Canaveral, Florida. Ini merupakan pertama kalinya senjata hipersonik diluncurkan menggunakan metode gas dingin dari platform Angkatan Laut.
“Ini adalah peluncuran pertama dari kemampuan Serangan Cepat Konvensional yang menggunakan pendekatan peluncuran gas dingin dari Angkatan Laut,” demikian isi siaran pers Angkatan Laut AS.
Pengerahan senjata hipersonik ini terjadi dalam konteks persaingan strategis antara AS, China, dan Rusia dalam pengembangan sistem persenjataan canggih. Ketiga negara tersebut berlomba menciptakan teknologi militer unggul, terutama dalam kategori hipersonik yang menawarkan kecepatan dan jangkauan tinggi.
Komitmen Anggaran Besar dari Pentagon
Pengembangan LRHW telah menjadi bagian dari prioritas strategis Pentagon dan Kongres AS. Dalam anggaran tahun fiskal 2025, Pentagon mengusulkan dana sebesar US$ 6,9 miliar atau sekitar Rp113,16 triliun untuk penelitian dan pengembangan senjata hipersonik. Angka ini meningkat signifikan dibanding anggaran tahun fiskal 2023 sebesar US$ 4,7 miliar atau sekitar Rp77,08 triliun.
Peningkatan alokasi anggaran tersebut mencerminkan komitmen serius AS untuk mempercepat program senjata hipersonik, menyusul keterlambatan dibandingkan China dan Rusia dalam beberapa tahun terakhir. Para analis menilai bahwa langkah agresif dalam pendanaan dan uji coba ini bertujuan mengejar ketertinggalan sekaligus memberikan tekanan strategis kepada pesaing global.
Para pakar pertahanan meyakini bahwa momentum baru dalam pengembangan LRHW dapat menjadi titik balik dalam perlombaan senjata hipersonik global. Meskipun menghadapi tantangan teknis dan logistik, AS kini menunjukkan langkah nyata untuk mempercepat pengerahan senjata tersebut ke kawasan yang dianggap strategis.
Selain itu, pengerahan LRHW di Australia juga mengirimkan sinyal kepada negara-negara kawasan, termasuk mitra dan pesaing, bahwa AS serius memperkuat kehadiran militernya di Indo-Pasifik. Langkah ini dinilai bisa meningkatkan koordinasi militer dengan sekutu sekaligus memperbesar daya tangkal terhadap potensi ancaman.
Perkembangan ini juga menunjukkan integrasi antara kemampuan darat dan laut dalam sistem persenjataan AS, yang memungkinkan pengerahan senjata dari berbagai platform dengan efisiensi dan jangkauan tinggi. LRHW menjadi contoh dari pendekatan tersebut.
Meskipun teknologi hipersonik menawarkan keuntungan strategis, proses pengembangannya tidak lepas dari hambatan teknis, seperti kestabilan penerbangan, akurasi sasaran, dan ketahanan bahan terhadap suhu ekstrem. Hal ini menjadi tantangan yang harus diatasi dalam fase produksi dan implementasi.
Pihak berwenang di Australia belum memberikan komentar rinci terkait pengerahan LRHW di wilayah mereka. Namun, kerja sama militer antara AS dan Australia dalam latihan Talisman Sabre menunjukkan adanya konsensus strategis di antara kedua negara.
Sejumlah pengamat keamanan regional memperkirakan bahwa penempatan LRHW di Australia bisa memicu reaksi dari negara-negara lain di kawasan Asia-Pasifik, termasuk China dan Rusia, yang juga sedang meningkatkan kehadiran militer mereka.
Pemerintah AS menyatakan bahwa pengerahan senjata hipersonik ini bersifat defensif dan ditujukan untuk menjaga stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Namun, langkah ini tetap menjadi perhatian utama dalam dinamika keamanan regional.
Penempatan sistem LRHW di Australia berpotensi meningkatkan pengawasan dan kerja sama intelijen di kawasan tersebut, terutama dalam mengantisipasi pergerakan militer negara-negara pesaing. Hal ini menjadi bagian dari strategi pertahanan kolektif di wilayah Indo-Pasifik.
Sebagai penempatan sistem senjata hipersonik LRHW oleh Amerika Serikat di Australia merupakan bagian dari strategi memperkuat kehadiran militer di kawasan Indo-Pasifik. Langkah ini dilakukan dalam konteks persaingan global teknologi senjata, khususnya antara AS, China, dan Rusia. Peningkatan pendanaan dan keberhasilan uji coba menunjukkan keseriusan AS dalam mengembangkan sistem hipersonik canggih.
Situasi ini mencerminkan dinamika baru dalam hubungan internasional, di mana kekuatan militer menjadi instrumen penting dalam mempertahankan pengaruh di kawasan strategis. Australia sebagai mitra strategis memainkan peran kunci dalam strategi militer AS di Pasifik.
Ke depan, kolaborasi antarnegara dalam pengembangan dan pengerahan senjata canggih perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak memicu ketegangan. Penting bagi komunitas internasional untuk mendorong transparansi dan dialog dalam isu keamanan kawasan.
Pengawasan publik terhadap kebijakan militer sangat penting agar langkah-langkah seperti pengerahan senjata hipersonik tidak mengganggu stabilitas dan perdamaian. Mekanisme kontrol internasional juga dapat mencegah eskalasi konflik.
Penempatan senjata hipersonik di Australia diharapkan menjadi bagian dari kebijakan pertahanan yang proporsional dan akuntabel. Perkembangan ini menjadi salah satu indikator penting dalam evolusi teknologi militer global dan geopolitik kawasan Asia-Pasifik. (*)



























