Ternate,EKOIN.CO- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mulai mendalami sengketa tiga pulau di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, yang kini diklaim sebagai bagian dari Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Sengketa wilayah yang mencakup Pulau Sain, Pulau Piyai, dan Pulau Kiyas ini menimbulkan ketegangan setelah aksi pembakaran rumah terjadi di Pulau Sain. Kasus tersebut menjadi perhatian nasional karena berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat. Ikuti berita lainnya di WA Channel EKOIN.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menyampaikan bahwa pihaknya hingga kini belum menerima laporan resmi terkait persoalan tersebut. Namun, ia menegaskan Kemendagri akan segera menindaklanjuti. “Saya terus terang belum dapat update atau laporan soal konflik tiga pulau ini. Tapi nanti kami akan dalami,” ujar Bima di Ternate, Kamis (25/9/2025).
Ketegangan semakin meningkat setelah warga Desa Umiyal, Kecamatan Pulau Gebe, Halmahera Tengah, melakukan aksi pembakaran lima rumah di Pulau Sain. Rumah-rumah itu diketahui merupakan fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Kejadian ini memperlihatkan betapa serius dampak dari sengketa wilayah tersebut.
Sengketa Pulau dan Respon Pemerintah
Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menegaskan bahwa pihaknya akan segera membawa masalah ini ke tingkat pusat. Ia berencana bertemu dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan menjalin komunikasi dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya. “Saya akan komunikasi dengan Gubernur Papua Barat Daya, termasuk Bupati Raja Ampat dan Bupati Halmahera Tengah,” kata Sherly di Ternate.
Menurut Sherly, langkah tersebut diambil demi meredam potensi konflik yang lebih besar. Ia berharap masyarakat dari kedua daerah tetap menahan diri. “Kita tidak ingin gejolak ini semakin besar, sehingga meminta masyarakat dari kedua pihak untuk tetap tenang,” tegasnya.
Pemerintah pusat kini dihadapkan pada tantangan besar dalam menyelesaikan persoalan ini. Sengketa wilayah bukan hanya soal batas administratif, melainkan juga menyangkut identitas dan rasa memiliki masyarakat lokal terhadap pulau-pulau yang dipersoalkan.
Potensi Konflik Sosial Berkepanjangan
Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas terletak di perbatasan Maluku Utara dan Papua Barat Daya. Letak geografis yang strategis membuat ketiga pulau tersebut bernilai penting, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Sengketa ini menambah daftar panjang konflik batas wilayah di Indonesia yang kerap memicu gesekan antarwarga.
Aksi pembakaran rumah di Pulau Sain menunjukkan eskalasi nyata dari ketegangan. Warga Halmahera Tengah merasa keberatan atas klaim Raja Ampat, sementara pembangunan fasilitas oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dianggap sebagai bentuk penguasaan wilayah.
Pemerhati politik dan kebijakan publik menilai, jika konflik ini tidak segera ditangani dengan pendekatan dialog, potensi konflik sosial akan semakin besar. Perbedaan persepsi batas wilayah sering kali berujung pada benturan antarwarga yang sulit dikendalikan.
Situasi ini juga menuntut peran aparat keamanan untuk menjaga stabilitas di lapangan. Dengan adanya gesekan di masyarakat, aparat dituntut bersikap netral dan fokus pada pengamanan warga.
Pemerintah pusat diminta turun tangan secara cepat agar masalah tidak berlarut-larut. Upaya diplomasi antar daerah dinilai penting agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, masyarakat lokal juga harus dilibatkan dalam setiap proses penyelesaian agar solusi yang diambil bisa diterima semua pihak.
Dalam konteks nasional, sengketa batas wilayah seperti ini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menjaga integritas NKRI. Kasus di Maluku Utara dan Papua Barat Daya memperlihatkan bahwa masalah administratif bisa berdampak luas hingga menyentuh ranah sosial, politik, dan keamanan.
Sengketa tiga pulau antara Maluku Utara dan Papua Barat Daya menunjukkan kompleksitas persoalan batas wilayah di Indonesia. Kasus ini harus segera diselesaikan agar tidak berkembang menjadi konflik berkepanjangan.
Pemerintah pusat perlu mengambil langkah cepat melalui mediasi dan penegasan batas administrasi yang jelas. Pendekatan dialog lebih diutamakan daripada konfrontasi agar ketegangan di masyarakat bisa diredam.
Aksi pembakaran rumah di Pulau Sain menjadi alarm bahwa persoalan ini tidak boleh dianggap sepele. Ketegangan sosial bisa meluas bila tidak ada solusi komprehensif.
Masyarakat dari kedua daerah diharapkan tetap menahan diri. Gejolak emosional hanya akan memperburuk keadaan dan menyulitkan proses penyelesaian.
Ke depan, pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat koordinasi agar masalah serupa tidak terulang. Sengketa wilayah harus ditangani dengan adil, transparan, dan melibatkan semua pihak demi menjaga persatuan bangsa. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v