MOSKOW – EKOIN.CO – Pemerintah Rusia resmi keluar dari Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987 yang semula mengikat Moskow dan Amerika Serikat dalam pelarangan pengerahan rudal nuklir jarak pendek dan menengah. Langkah tersebut diumumkan pada Selasa, 5 Agustus 2025, dengan alasan bahwa keberadaan dan peningkatan kekuatan militer NATO telah menciptakan “ancaman langsung” bagi keamanan Rusia. Keputusan ini diambil seiring dengan memburuknya hubungan Rusia-AS, terutama terkait konflik Ukraina.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa kondisi yang mewajibkan Rusia mematuhi Perjanjian INF telah “tidak relevan lagi”, sehingga Moskow tidak akan terikat oleh batasan yang sebelumnya diterapkan secara sukarela. Dalam pernyataannya, kementerian tersebut menuduh negara-negara Barat, khususnya NATO, telah meningkatkan kapasitas rudal yang bersifat destabilisasi di Eropa dan sekitarnya.
“Peningkatan potensi rudal yang mengganggu stabilitas oleh Barat menciptakan ancaman langsung terhadap keamanan negara kita,” demikian bunyi pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Rusia yang dikutip dari Russia Today.
Ketegangan Meningkat Seiring Penempatan Kapal Selam Nuklir AS
Langkah Rusia keluar dari INF muncul hanya beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir ke perairan dekat wilayah Rusia. Pengerahan tersebut menandai peningkatan signifikan dalam tekanan militer Amerika terhadap Moskow, khususnya terkait desakan agar Rusia segera menghentikan perang di Ukraina.
Trump sebelumnya menyatakan bahwa “segala opsi berada di atas meja” untuk memaksa Rusia mundur dari Ukraina. Tindakan Washington itu dinilai oleh Moskow sebagai provokasi serius yang memperburuk krisis keamanan di kawasan Eropa Timur dan sekitarnya.
Moskow menegaskan bahwa pengerahan sistem senjata strategis oleh NATO dan AS telah mengubah kalkulasi strategis Rusia secara menyeluruh. Karena itu, Rusia menganggap tidak mungkin lagi terikat oleh perjanjian yang menurut mereka justru membatasi kemampuan pertahanan nasional.
Perjanjian Era Soviet yang Kini Ditinggalkan
Perjanjian INF ditandatangani pada 1987 oleh pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan, sebagai langkah bersejarah untuk mengurangi ancaman nuklir di Eropa. Perjanjian itu melarang kedua negara mengembangkan dan mengerahkan rudal nuklir berkisar antara 500 hingga 5.500 kilometer.
Namun, sejak 2019, hubungan antara kedua negara terkait INF mulai memburuk ketika AS di bawah Presiden Trump keluar dari perjanjian tersebut, dengan alasan bahwa Rusia telah melanggar ketentuan melalui pengembangan rudal baru.
Sebagai balasan, Rusia sempat menangguhkan kepatuhannya terhadap INF, namun tetap tidak secara resmi menarik diri. Kini, pengumuman resmi pada Agustus 2025 menandai berakhirnya keterikatan Rusia pada perjanjian tersebut.
Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan bahwa negara itu akan melanjutkan pengembangan sistem rudal sebagai bagian dari kebijakan pertahanan strategis nasional. Langkah itu dianggap penting guna menyeimbangkan kekuatan di tengah ketegangan geopolitik yang terus meningkat.
Pemerintah Rusia juga menuduh NATO memanfaatkan ketidakpatuhan terhadap INF untuk memperluas pengerahan sistem rudal di Eropa Timur. Hal ini dianggap sebagai bagian dari strategi militer Barat yang agresif terhadap Moskow.
Sementara itu, para pengamat militer menyatakan bahwa keluarnya Rusia dari INF dapat memicu perlombaan senjata baru antara Moskow dan Washington, yang berpotensi meningkatkan risiko konflik nuklir.
Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah AS terkait keputusan Rusia tersebut. Pemerintah AS sebelumnya menyatakan komitmennya untuk mempertahankan stabilitas global, namun tetap menekan Rusia agar menghentikan agresinya terhadap Ukraina.
Kementerian Luar Negeri Rusia menggarisbawahi bahwa tindakan mereka merupakan respons terhadap lingkungan keamanan yang berubah drastis, bukan sebagai langkah agresif atau provokatif. Rusia mengklaim bahwa setiap tindakan yang diambil bersifat defensif.
Keputusan Rusia ini juga mengundang reaksi dari negara-negara Eropa, terutama mereka yang menjadi anggota NATO. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa langkah Rusia akan memperburuk ketegangan di kawasan dan mempersempit ruang diplomasi.
Dalam pernyataan tambahan, Moskow menegaskan akan terus menjalin komunikasi dengan negara-negara mitra strategisnya untuk mengoordinasikan kebijakan pertahanan dan keamanan regional. Rusia juga menyatakan siap mempertahankan kedaulatan dan keamanannya dengan segala cara.
Langkah Rusia keluar dari INF dinilai sebagai sinyal bahwa ketegangan global sedang menuju fase baru, dengan berkurangnya instrumen hukum internasional untuk mengontrol penyebaran senjata nuklir.
Konflik antara Rusia dan NATO kini memasuki babak baru yang lebih kompleks, dengan eskalasi di berbagai sektor, termasuk militer, ekonomi, dan diplomasi. Perkembangan ini berpotensi mengancam stabilitas kawasan secara lebih luas.
Keputusan tersebut juga menunjukkan bahwa ketidakpercayaan antara Rusia dan negara-negara Barat semakin dalam, dan jalur diplomatik menjadi semakin terbatas.
Sebagai penutup, pemerintah Rusia menegaskan kembali bahwa mereka akan bertindak secara tegas jika merasa ada ancaman terhadap kedaulatan atau keamanannya. Rusia juga menyerukan negara-negara Barat untuk menghentikan segala bentuk provokasi militer.
Dalam situasi yang terus berkembang ini, komunitas internasional ditantang untuk mencari cara baru guna mencegah eskalasi dan memastikan stabilitas jangka panjang. Dialog dan kerja sama menjadi semakin mendesak di tengah meningkatnya ketegangan militer global.
Langkah Rusia menegaskan pentingnya upaya baru dalam mengatur kembali perjanjian pengendalian senjata global, mengingat berakhirnya INF meninggalkan kekosongan hukum di bidang tersebut.
Perlu adanya upaya internasional untuk menekan seluruh pihak agar menahan diri dan menghindari kebijakan militer yang agresif. Diplomasi yang konsisten dan komitmen pada keamanan bersama menjadi kunci untuk mencegah konflik besar.
Organisasi internasional diharapkan dapat mengambil peran lebih aktif dalam menengahi ketegangan antara Rusia dan NATO, termasuk mendesak penghidupan kembali perjanjian-perjanjian pengendalian senjata.
Negara-negara di kawasan Eropa dan Asia pun perlu bersiap menghadapi dinamika baru yang timbul dari berakhirnya INF. Stabilitas kawasan bisa terganggu jika negara-negara tersebut tidak mengantisipasi perubahan kebijakan pertahanan Rusia.
Penting bagi semua pihak untuk menempatkan kepentingan perdamaian dan stabilitas di atas persaingan geopolitik, agar potensi konflik nuklir dapat dihindari. Komitmen pada solusi damai harus dikedepankan dalam setiap kebijakan luar negeri yang diambil. (*)