Teheran, EKOIN.CO – Seorang ulama Syiah sekaligus pejabat negara Iran, Mansour Emami, pada Jumat (11/7/2025) mengejutkan publik internasional setelah menyampaikan secara terbuka seruan pembunuhan terhadap mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ia bahkan menjanjikan imbalan 100 miliar Tomans atau sekitar Rp18,5 miliar bagi siapa saja yang berhasil membawa kepala Trump.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pernyataan Emami diutarakan dalam sebuah forum terbuka di Provinsi Azerbaijan Barat, wilayah tempat ia menjabat sebagai Direktur Organisasi Dakwah Islam. “Kami akan memberikan 100 miliar Tomans kepada siapa pun yang membawa kepala Trump,” ujarnya tanpa ragu di depan publik, sebagaimana dilaporkan Iran International pada Sabtu (12/7).
Tak hanya Emami, seruan pembunuhan juga disuarakan oleh dua Ayatollah senior Iran, Naser Makarem Shirazi dan Hossein Nouri Hamedani. Keduanya secara eksplisit mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus dihukum mati atas tindakannya terhadap pemimpin spiritual Iran.
Menurut dua tokoh keagamaan itu, siapa pun yang mengancam para pemimpin umat dianggap mohareb atau musuh Tuhan, sehingga pantas dijatuhi hukuman mati. Fatwa tersebut kabarnya didukung oleh sepuluh ulama Syiah lain yang juga memiliki posisi resmi dalam struktur keagamaan Iran.
Seruan pembunuhan ini lantas memicu kampanye penggalangan dana besar-besaran di dunia maya. Situs Iran thaar.ir menjadi pusat utama pengumpulan dana publik untuk membiayai pelaksanaan fatwa tersebut, yang secara terang-terangan menyasar eksekusi Trump.
Hingga Jumat (11/7), situs thaar.ir mengklaim telah berhasil mengumpulkan lebih dari US$20 juta atau sekitar Rp324,4 miliar. Namun klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen, meskipun angka tersebut sudah cukup membuat geger opini publik internasional.
Dalam upaya menenangkan situasi, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyampaikan bantahan bahwa fatwa dan seruan pembunuhan tersebut tidak mewakili posisi resmi pemerintah Iran. Ia menegaskan bahwa Ayatollah Ali Khamenei selaku Pemimpin Tertinggi Iran juga tidak pernah menginstruksikan hal demikian.
Pernyataan Presiden Pezeshkian disampaikan dalam wawancara eksklusif dengan jurnalis konservatif Amerika Serikat, Tucker Carlson. Namun tanggapan ini tampaknya belum mampu meredakan ketegangan karena berbagai tokoh keagamaan di Iran terus memperkuat narasi hukuman terhadap Trump dan Netanyahu.
Seruan Ulama Keras Diperkuat Kampanye Dana
Seruan semakin nyaring datang dari ulama garis keras Iran, Alireza Panahian. Ia dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan Ayatollah Khamenei dan telah berulang kali menyerukan agar umat Islam membalas ancaman terhadap pemimpin mereka dengan tindakan ekstrem.
Panahian menyatakan bahwa eksekusi terhadap Trump dan Netanyahu merupakan bentuk pembalasan atas serangan dan pernyataan yang ditujukan kepada Khamenei pada saat konflik bersenjata yang terjadi pada bulan Juni lalu. Seruan ini disampaikan dalam sejumlah khutbah Jumat di Teheran dan disebarluaskan secara daring.
Sementara itu, otoritas Iran belum secara resmi menanggapi kampanye thaar.ir yang terorganisir dan terbuka. Tidak ada langkah hukum yang diambil untuk menghentikan situs tersebut, meskipun jelas menayangkan ajakan pembunuhan yang bisa berdampak internasional.
Ketegangan ini makin diperuncing dengan dukungan terbuka dari berbagai ormas Islam pro-pemerintah yang menyebarkan poster digital bertuliskan “Bawa Kepala Trump” dan mencantumkan imbalan uang tunai yang telah dijanjikan.
Respon Global Masih Dinantikan
Hingga kini, pemerintah Amerika Serikat belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait seruan pembunuhan terhadap mantan presidennya. Begitu pula dari pemerintah Israel, yang turut menjadi target dalam fatwa ulama-ulama Iran tersebut.
Para analis menilai bahwa jika dibiarkan, situasi ini bisa menciptakan ketegangan diplomatik yang lebih dalam antara Iran dan negara-negara Barat. Apalagi seruan tersebut berasal dari tokoh yang berada dalam struktur negara, meskipun tidak mewakili posisi resmi pemerintah.
Beberapa pihak menyoroti potensi ancaman terhadap keamanan pribadi Trump dan Netanyahu sebagai ancaman serius. Perlindungan ekstra kemungkinan akan diberlakukan oleh otoritas keamanan nasional masing-masing negara.
Sementara itu, media sosial Iran dan sejumlah komunitas daring terus menyebarluaskan kampanye dan dukungan terhadap fatwa tersebut, membuat situasi kian panas. Terlihat ada ribuan komentar yang menyatakan kesiapan menjalankan fatwa sebagai bentuk jihad.
Belum jelas apakah langkah hukum internasional akan diambil terhadap situs atau tokoh-tokoh yang menyuarakan seruan pembunuhan ini. Namun tekanan terhadap Iran untuk meredam retorika ekstrem ini diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat.
Fatwa yang dikeluarkan oleh dua Ayatollah dan seruan dari Emami disebut-sebut sebagai respons terhadap ketegangan sebelumnya antara Iran dan Amerika Serikat, khususnya setelah konflik bersenjata bulan lalu yang menewaskan sejumlah tokoh milisi pro-Iran.
Walau Presiden Iran telah menyatakan bahwa hal ini tidak menjadi bagian dari kebijakan resmi negara, suara-suara ulama tetap dominan dan berpengaruh besar terhadap persepsi publik Iran.
Ketegangan ini sekali lagi memperlihatkan pengaruh besar tokoh agama dalam politik dan keamanan Iran. Mereka tidak hanya mengarahkan opini umat, tetapi juga mendorong aksi nyata dengan basis keagamaan yang kuat.
Dalam konteks geopolitik, kasus ini akan menjadi salah satu fokus perhatian utama dalam pertemuan diplomatik negara-negara besar. Terutama karena implikasinya terhadap stabilitas kawasan Timur Tengah dan hubungan Iran-AS.
Pemerintah negara-negara Barat dan organisasi internasional diharapkan segera menyatakan sikap dan merumuskan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah berkembangnya seruan pembunuhan ke bentuk kekerasan nyata.
Langkah antisipatif dari otoritas Iran juga menjadi kunci penting dalam menurunkan eskalasi. Jika tidak, reputasi Iran sebagai negara dengan sistem hukum terstruktur akan dipertanyakan secara global.
dari insiden ini menunjukkan bahwa ketegangan politik dan agama dapat meledak menjadi ajakan kekerasan, terutama ketika dikobarkan oleh tokoh berpengaruh di publik. Iran harus segera memperjelas posisi resmi negara agar tidak menimbulkan kesalahpahaman global. Pihak internasional juga perlu bersikap tegas terhadap tindakan yang mendorong kekerasan lintas negara.
Upaya de-eskalasi bisa dimulai dengan tindakan konkret, seperti penutupan situs penggalangan dana atau penegasan ulang posisi resmi pemerintah Iran melalui jalur diplomasi. Langkah ini penting untuk mencegah ketegangan berkembang menjadi konflik terbuka.
Pemerintah Iran diharapkan dapat mengendalikan retorika internal agar tidak bertentangan dengan kepentingan nasional maupun citra internasional. Tokoh agama yang berada dalam struktur negara harus dibatasi wewenangnya dalam mengeluarkan seruan yang berdampak internasional.
Kerja sama regional juga diperlukan untuk meredam pengaruh seruan radikal. Negara-negara sekitar harus saling memberikan informasi dan memperkuat sistem keamanan untuk menghadapi potensi aksi ekstrem yang terinspirasi fatwa tersebut.
Terakhir, penting bagi masyarakat dunia untuk tetap waspada namun tidak terpancing provokasi. Dialog internasional dan diplomasi terbuka tetap menjadi jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik semacam ini sebelum berkembang menjadi aksi nyata.(*)



























