JAYAPURA, EKOIN.CO – Ratusan tokoh adat, agama, pemuda, perempuan, dan masyarakat lintas kalangan memadati halaman Kantor Gubernur Papua pada Senin (11/8) pagi. Mereka menggelar aksi protes menuntut Presiden Prabowo Subianto menunjuk Pangdam Cenderawasih sebagai kepala pemerintahan sementara di Papua hingga gubernur definitif terpilih. Tuntutan ini mencuat seiring kian panasnya situasi demokrasi di Papua.
(Baca Juga: Demo Papua Tuntut Keadilan)
Massa membawa spanduk dengan berbagai tulisan seperti “Parcok dan penjahat demokrasi stop intervensi penyelenggara pemilu” serta “Masyarakat adat desak netralitas PJ Gubernur, Kapolda, KPU, Bawaslu jangan jadi perusak demokrasi di Tabi Saireri.” Isu netralitas pejabat daerah menjadi sorotan utama aksi ini.
Tokoh Gereja dan Adat Papua Suarakan Demokrasi
Puncak tuntutan massa adalah desakan pencopotan pejabat yang mereka nilai sebagai perusak demokrasi. Foto Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, PJ Gubernur Papua Ahmad Fathoni, dan Kapolda Papua Irjen Patrick Renwarin terpampang di lokasi aksi sebagai simbol protes. Bahkan, sebagian massa menyerukan pembubaran Polri di Tanah Papua.
(Baca Juga: Kritik Polri di Papua)
Sekda Papua Susi Wanggai menemui massa dan menyampaikan bahwa PJ Gubernur sedang berada di Jakarta untuk membahas kondisi keuangan daerah dengan Menteri Keuangan. Namun, penjelasan ini tidak meredam semangat protes.
Dalam orasi, Sekretaris GKI Klasis Port Numbay, Anike Mirino, mengungkapkan bahwa pakaian hitam para pendeta adalah simbol perkabungan atas matinya demokrasi di Papua. “Gereja ikut turun sebagai benteng terakhir jaga demokrasi di atas tanah ini, karena terstrukturnya kecurangan dalam Pilgub Papua,” ujarnya.
(Baca Juga: Gereja Bela Demokrasi)
Ketua Dewan Adat Suku Sentani, Orgenes Kawai, menegaskan demokrasi berasal dari, oleh, dan untuk rakyat, bukan semata untuk kepentingan pusat. Ia meminta Presiden menarik kembali PJ Gubernur dan menyerahkan pengamanan suara Pilgub Papua kepada TNI.
Ketua Dewan Adat Tabi, Yakonias Wabrar, menyatakan keyakinannya pada Presiden Prabowo. “Kami percaya negara baik. Pak Presiden, tolong tegur dan tarik kembali PJ Gubernur ini. Kami orang Papua pemilik negeri, bukan orang bodoh,” katanya.
Desakan Peralihan Pengamanan Pilkada ke TNI
Pdt. Dora Balubun dari Sinode GKI di Tanah Papua menegaskan bahwa gereja hadir sebagai suara kenabian yang jenuh melihat suara umat dipermainkan. Sementara itu, tokoh NU Papua, Amir Madubun, menilai PJ Gubernur seharusnya menjadi pemimpin netral, bukan terlibat kampanye.
(Baca Juga: Tuntutan Keadilan Papua)
Aktivis pemuda Papua, Panji Agung Mangkunegoro, menuding adanya keterlibatan polisi dalam memenangkan pasangan calon Matius Fakhiri. Bukti-bukti dugaan pelanggaran disebut akan diserahkan ke pemerintah pusat.
Koordinator aksi, Yulianus Dwaa, membacakan pernyataan sikap berisi permintaan agar Presiden mengambil alih pemerintahan Papua dan menunjuk Pangdam Cenderawasih sebagai kepala sementara.
Mereka juga meminta agar TNI mengambil alih pengamanan penghitungan suara Pilkada karena polisi dinilai tidak netral. Pernyataan ini diserahkan kepada PJ Sekda Papua, yang berjanji menyampaikan ke PJ Gubernur dan pemerintah pusat.
(Baca Juga: Peran TNI Pilkada Papua)
Situasi politik Papua kini berada di titik krusial. Tuntutan peralihan kewenangan sementara ke Pangdam Cenderawasih menjadi salah satu isu paling hangat di tengah sorotan publik terhadap netralitas aparat dan pejabat daerah.
Aksi di Jayapura mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap proses demokrasi di Papua, khususnya terkait netralitas pejabat dan aparat keamanan.
Tuntutan agar Presiden menunjuk Pangdam Cenderawasih sebagai kepala sementara menggambarkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah daerah.
Peran tokoh adat, agama, dan masyarakat sipil menunjukkan kekuatan solidaritas dalam memperjuangkan demokrasi.
Kritik keras terhadap kepolisian mempertegas isu ketidaknetralan aparat dalam Pilgub Papua.
Situasi ini membutuhkan respons cepat pemerintah pusat demi menjaga stabilitas politik Papua.
Pemerintah pusat sebaiknya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap netralitas pejabat dan aparat di Papua.
Dialog terbuka antara pemerintah, tokoh adat, dan tokoh agama penting untuk meredakan ketegangan.
Pengawasan independen terhadap Pilgub Papua perlu diperkuat agar demokrasi terjaga.
Peningkatan transparansi dalam proses pemilihan dapat memulihkan kepercayaan publik.
Mengutamakan pendekatan persuasif ketimbang represif akan menjaga harmoni sosial.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























