JAKARTA, EKOIN.CO – Presiden Prabowo Subianto menyoroti persoalan harga pangan, khususnya beras, yang dinilainya masih mahal meskipun pemerintah telah menggelontorkan berbagai subsidi. Dalam pidato di Sidang Tahunan MPR RI, Jumat (15/8), ia menyebut fenomena ini sebagai sesuatu yang janggal dan tidak masuk akal.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Prabowo menegaskan bahwa subsidi untuk pupuk, irigasi, waduk, hingga bantuan beras sudah berjalan. Namun, harga pangan tetap terasa berat bagi sebagian masyarakat. Kondisi ini dianggapnya sebagai bentuk ketidakselarasan antara kebijakan dan kenyataan di lapangan.
Menurut Prabowo, anomali serupa juga terjadi pada kasus minyak goreng beberapa tahun lalu. Indonesia, meski dikenal sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, sempat mengalami kelangkaan minyak goreng. Ia menilai kejadian itu tidak dapat diterima oleh logika sehat.
Harga Pangan dan Distorsi Ekonomi
Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan, “Sungguh aneh kita subsidi pupuk, subsidi alat pertanian, subsidi pestisida, subsidi irigasi, waduk, kita subsidi beras, tapi harga pangan kadang-kadang tidak terjangkau oleh sebagian rakyat kita.”
Prabowo menambahkan, kelangkaan minyak goreng pada masa lalu merupakan hasil permainan segelintir pihak. Ia menuding adanya praktik manipulasi harga oleh pengusaha untuk meraih keuntungan besar dengan mengorbankan masyarakat.
Menurutnya, praktik seperti itu merupakan wujud dari ekonomi serakah yang ia sebut dengan istilah “serakahnomics.” Kondisi ini memperburuk ketidakadilan dalam sistem ekonomi Indonesia.
Ia menekankan bahwa distorsi yang terjadi menyalahi amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33. Prinsip ekonomi yang berlandaskan pada kemakmuran bersama seolah terabaikan dalam praktik modern.
Seruan Kembali ke Pasal 33 UUD 1945
Prabowo menilai, “Seolah-olah ayat-ayat dalam pasal itu tidak relevan dalam kehidupan kita yang modern di abad ke-21 ini.” Ucapan ini menjadi kritik tajam terhadap arah kebijakan ekonomi yang dinilainya melenceng dari konstitusi.
Ia menyoroti bahwa sistem ekonomi nasional seharusnya berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun dalam kenyataan, praktik di lapangan lebih banyak menguntungkan kelompok tertentu.
Fenomena ini, menurut Prabowo, menegaskan pentingnya reformasi menyeluruh di sektor pangan dan energi agar ketahanan ekonomi nasional tidak dikendalikan oleh kepentingan segelintir pihak.
Lebih jauh, Prabowo menyampaikan bahwa harga pangan tidak boleh menjadi beban berat rakyat. Subsidi yang diberikan pemerintah harus dirasakan nyata manfaatnya di tingkat konsumen, bukan justru menguap di rantai distribusi.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa ketergantungan pada mekanisme pasar tanpa kendali negara bisa menyebabkan rakyat kehilangan akses terhadap kebutuhan pokok.
Dalam pandangannya, kebijakan yang konsisten dengan Pasal 33 akan memastikan kekayaan alam dan hasil produksi dalam negeri benar-benar digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Prabowo juga menekankan perlunya ketegasan negara dalam mengawasi dan menindak praktik manipulasi harga. Hal ini demi menciptakan keadilan dalam distribusi pangan dan energi.
Jika hal itu dibiarkan, menurutnya, rakyat akan terus menanggung akibat dari keserakahan pengusaha yang memanfaatkan celah kebijakan.
Pernyataan Prabowo ini memperkuat pesan bahwa keberpihakan negara pada rakyat harus nyata dalam kebijakan pangan. Ia menegaskan, tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan bersama, bukan memperkaya segelintir orang.
Dengan menutup pidatonya, Prabowo mengingatkan kembali tentang pentingnya konsistensi menjalankan amanat konstitusi sebagai pedoman utama dalam membangun ekonomi bangsa.
Pidato Presiden Prabowo Subianto menyoroti ketidakselarasan antara kebijakan subsidi pangan dan realitas harga di lapangan. Kritiknya menegaskan bahwa distorsi ekonomi telah merugikan rakyat banyak.
Anomali harga pangan, terutama beras dan minyak goreng, menunjukkan bahwa mekanisme pasar tidak berjalan sehat. Permainan pengusaha menambah beban bagi masyarakat.
Prabowo menilai praktik “serakahnomics” menciptakan ketidakadilan dan melanggar prinsip ekonomi yang diatur dalam UUD 1945.
Ia menyerukan perlunya koreksi sistem ekonomi agar kembali berpihak pada rakyat sesuai dengan Pasal 33.
Langkah ini, menurutnya, penting untuk memastikan ketahanan pangan nasional sekaligus menjaga harga pangan tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v