Tel Aviv EKOIN.CO – Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengkritik tajam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang dianggap lebih mengutamakan keamanan pribadi daripada menyelamatkan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Gaza.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Gelombang protes besar-besaran mengguncang Tel Aviv dan sejumlah kota lain di Israel sejak Sabtu (2/8/2025). Ribuan warga memblokir jalan-jalan utama, termasuk Jalan Raya Ayalon, sebagai bentuk desakan kepada pemerintah untuk segera menyepakati gencatan senjata demi pembebasan para sandera. Aksi ini dipimpin oleh keluarga para sandera yang diculik sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Puncak kemarahan publik dipicu oleh beredarnya video sandera Evyatar David dan Rom Braslavski. Evyatar tampak sangat kurus, menderita kekurangan gizi, sementara Rom juga dalam kondisi yang memprihatinkan. Kedua video tersebut dirilis oleh kelompok Hamas dan Jihad Islam, memicu gelombang kemarahan dari masyarakat.
Dalam pernyataannya melalui media sosial X, dikutip Senin (4/8/2025), Yair Lapid menyatakan, “Bahkan setelah video-video memilukan para sandera dipublikasikan, agenda pemerintahan ini tetap tidak berubah.” Ia menuduh pemerintahan Netanyahu bersikap tidak peduli terhadap nasib para sandera.
Netanyahu lebih prioritaskan keamanan pribadinya
Menurut Lapid, Netanyahu justru sibuk mengurus keamanan dirinya dan keluarganya. “Akan ada rapat kabinet lagi hari ini untuk membahas keamanan Netanyahu dan keluarganya, bukan para sandera atau keluarga mereka. Ini adalah pemerintahan yang gila, bangkrut secara moral, dan sama sekali tidak peduli,” tegas Lapid.
Demonstrasi yang berlangsung beberapa hari terakhir itu sempat diwarnai bentrokan antara polisi dan demonstran. Namun, aksi tetap berlanjut sebagai bentuk tekanan publik terhadap pemerintahan Netanyahu yang dianggap gagal menangani krisis sandera secara manusiawi dan efektif.
Sejauh ini, berdasarkan data resmi, sekitar 250 warga Israel menjadi sandera sejak 7 Oktober 2023, dan dari jumlah tersebut, diperkirakan masih ada 50 orang yang tertahan di Gaza. Sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup.
Kemarahan masyarakat tidak hanya menyasar Netanyahu, tetapi juga menyentuh seluruh kabinetnya. Banyak pihak menilai pemerintah gagal menjalankan misi penyelamatan para sandera secara serius, sehingga tuntutan untuk segera menyepakati gencatan senjata semakin menguat.
Tekanan internasional pun meningkat, menyusul publikasi video sandera yang memperlihatkan kondisi mereka yang mengenaskan. Sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, mendesak Israel untuk mengambil langkah-langkah konkret demi pembebasan para sandera.
Namun, sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari Netanyahu terkait tudingan Lapid dan tekanan demonstran. Pemerintah Israel belum memberikan sinyal akan adanya perubahan kebijakan dalam waktu dekat.
Situasi di dalam negeri Israel kian memanas, mengingat demonstrasi juga terjadi di kota-kota besar lain seperti Haifa dan Yerusalem. Massa yang sebagian besar terdiri atas keluarga sandera menuntut tindakan nyata, bukan hanya janji politik.
Menurut laporan media lokal, beberapa anggota parlemen Israel dari koalisi pemerintah mulai menunjukkan keraguan terhadap kebijakan Netanyahu, meskipun belum ada pernyataan terbuka mengenai kemungkinan perpecahan politik.
Dalam situasi yang serba tegang ini, keluarga para sandera mengaku kecewa dan merasa diabaikan oleh negara. Mereka menyebut pemerintah lebih mementingkan kepentingan pribadi pejabat dibandingkan nasib warganya yang masih ditawan.
Salah satu keluarga sandera, dalam wawancara dengan media lokal, menyebut, “Kami sudah tidak tahu harus percaya pada siapa lagi. Video itu sangat menyakitkan, tapi tidak ada respons nyata dari pemerintah.”
Desakan untuk perubahan kepemimpinan juga mulai bermunculan dalam aksi protes. Beberapa spanduk bertuliskan “Netanyahu harus mundur” terlihat dibawa massa di berbagai lokasi unjuk rasa.
Situasi ini memperparah krisis politik di Israel yang sejak serangan 7 Oktober lalu terus berlarut. Banyak pengamat menyebut bahwa kegagalan pemerintah dalam menangani isu sandera dapat menjadi pukulan telak bagi Netanyahu.
Hingga kini belum ada laporan resmi mengenai jadwal pembahasan penyelamatan sandera dalam kabinet Netanyahu. Rapat yang direncanakan, menurut Lapid, hanya akan membahas keamanan pribadi Netanyahu.
Kondisi ini membuat banyak pihak mempertanyakan prioritas pemerintah saat ini. Desakan untuk perubahan kebijakan, bahkan perubahan kepemimpinan, semakin menguat di tengah krisis kemanusiaan yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
dari peristiwa ini memperlihatkan meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap pemerintah Israel. Kritikan dari oposisi seperti Yair Lapid menunjukkan adanya tekanan internal yang kuat terhadap kepemimpinan Netanyahu. Gelombang demonstrasi juga menandai bahwa masyarakat tidak lagi pasif menghadapi krisis sandera yang berkepanjangan. Kekecewaan warga terhadap tidak adanya tindakan nyata pemerintah dalam menyelamatkan para sandera mendorong lahirnya tuntutan-tuntutan politik baru.
Kondisi sandera yang memprihatinkan dan respons pemerintah yang dinilai lamban memperparah tekanan politik. Video sandera yang beredar tidak hanya menyentuh sisi emosional publik, tetapi juga menjadi alat protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memprioritaskan keselamatan warganya. Keterlibatan internasional dalam mendesak penyelesaian isu ini juga menunjukkan bahwa krisis ini memiliki dimensi global.
Pemerintah perlu segera merespons krisis ini secara konkret. Mengabaikan tuntutan publik hanya akan memperbesar krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan Netanyahu. Penyelesaian diplomatik dan gencatan senjata menjadi solusi yang kian mendesak.
Langkah-langkah penyelamatan sandera harus menjadi prioritas utama kabinet, bukan sekadar pembahasan mengenai keamanan pribadi. Jika tidak segera diambil tindakan, tekanan politik dan sosial akan semakin membesar.
Pemerintah Israel dihadapkan pada pilihan sulit antara mempertahankan posisi politik atau menyelamatkan warganya. Respons cepat dan tepat sangat dibutuhkan agar krisis ini tidak berkembang menjadi ketidakstabilan yang lebih luas. (*)













 
			 
                                 
			
 
		













