Jakarta,EKOIN.CO- PT PLN (Persero) menegaskan kebutuhan dana mencapai Rp 3.000 triliun untuk menjalankan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. RUPTL ini disebut sebagai yang “terhijau” karena 76 persen pembangkit listrik direncanakan berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, mengungkapkan kebutuhan dana itu setara US$ 188–200 miliar. “Dari hitungan kami untuk RUPTL 2025-2034, paling tidak kita membutuhkan sekitar US$ 188-200 miliar atau sekitar Rp 3.000 triliun,” jelas Evy dalam agenda di Jakarta, Minggu (14/9/2025).
Strategi pendanaan energi
PLN menyadari angka tersebut bukanlah investasi kecil. Karena itu, perusahaan telah menyiapkan beberapa jalur pendanaan. Strategi yang ditempuh antara lain pembiayaan konvensional, skema sustainability financing, serta dukungan pembiayaan dari pemerintah.
Menurut Evy, kombinasi strategi pendanaan itu penting agar program RUPTL tetap berjalan sesuai target. PLN menekankan bahwa proyek energi bersih membutuhkan dukungan kuat dari berbagai pihak, termasuk sektor keuangan dan lembaga internasional.
RUPTL 2025-2034 menempatkan transisi energi sebagai fondasi utama. Dengan 76 persen berbasis EBT, proyek ini diharapkan dapat menekan ketergantungan pada energi fosil, sekaligus mendukung target Indonesia menuju net zero emission pada 2060.
Arah pembangunan energi
Pemerintah sendiri memberikan sinyal dukungan penuh terhadap arah pembangunan energi berkelanjutan. PLN menargetkan pertumbuhan kapasitas pembangkit berbasis EBT dalam 10 tahun ke depan akan menjadi tulang punggung pasokan listrik nasional.
Evy menambahkan, tantangan terbesar bukan hanya ketersediaan pendanaan, tetapi juga percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Konektivitas jaringan listrik antarpulau dan penguatan transmisi menjadi fokus penting.
Selain itu, PLN juga membuka ruang kerja sama dengan investor asing. Hal ini diharapkan memperluas akses pendanaan dan teknologi untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
Sementara itu, kalangan analis energi menilai, keberhasilan RUPTL akan sangat bergantung pada konsistensi pemerintah dalam memberikan regulasi dan insentif. Kepastian hukum dianggap menjadi faktor penentu bagi investor untuk menanamkan modal pada proyek EBT.
Dengan kebutuhan dana yang sangat besar, PLN menegaskan komitmennya untuk tetap mendorong percepatan transisi energi nasional. Skema kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu kunci agar pembiayaan dapat terealisasi tanpa membebani keuangan negara secara berlebihan.
Upaya ini sekaligus memperlihatkan peran strategis PLN dalam menjaga ketahanan energi nasional. Transisi menuju EBT tidak hanya menjawab kebutuhan listrik masa depan, tetapi juga mendukung agenda global dalam menekan emisi karbon.
PLN menekankan bahwa momentum menuju energi bersih harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Dengan dukungan regulasi, pembiayaan, dan kerja sama internasional, target RUPTL 2025-2034 diharapkan dapat tercapai sesuai rencana.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























