Jakarta EKOIN.CO – Kasus penambangan ilegal kembali mencuat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan sorotan tajam terhadap sengketa hukum antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position. Kuasa hukum PT WKM menegaskan bahwa perusahaan kliennya dirugikan karena adanya dugaan illegal mining yang dilakukan oleh PT Position di lahan konsesi milik PT WKM. Gabung WA Channel EKOIN untuk pembaruan berita terbaru.
Kuasa hukum PT WKM, Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis, menyebut bahwa yang paling janggal dari perkara ini adalah laporan PT WKM ke Polda Maluku Utara tentang dugaan illegal mining justru berakhir dengan penerbitan SP3 atau penghentian penyidikan.
Menurut Kaligis, dugaan kuat bahwa PT Position tidak hanya membuka akses jalan sebagaimana klaim mereka, melainkan benar-benar melakukan aktivitas penambangan ilegal dengan mengeruk kandungan nikel yang ada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT WKM.
Illegal Mining Jadi Pusat Perkara
Dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (24/9/2025), OC Kaligis menegaskan bahwa langkah PT Position yang kemudian melaporkan PT WKM ke Bareskrim Polri merupakan upaya balik yang berujung pada penetapan dua karyawan PT WKM sebagai terdakwa. Kedua karyawan tersebut adalah Awwab Hafidz selaku Kepala Teknik Tambang, dan Marsel Bialembang yang menjabat sebagai Mining Surveyor.
“PT Position melakukan illegal mining dengan cara mengeruk kandungan nikel di lahan milik PT WKM. Kemudian PT Position melaporkan PT WKM ke Bareskrim Polri dan menjadikan dua karyawan PT WKM sebagai terdakwa,” ujar OC Kaligis usai persidangan.
Kuasa hukum lainnya, Rolas Sitinjak, juga mempertegas bahwa dalih PT Position terkait alasan pembukaan jalan untuk mempermudah lalu lintas sudah terbantahkan oleh fakta persidangan.
“Fakta persidangan membuktikan bahwa PT Position benar melakukan tambang ilegal. Ya tindak dong!” kata Sitinjak.
Rolas menilai tindakan PT Position tidak hanya merugikan PT WKM sebagai pemegang hak konsesi, tetapi juga berpotensi merugikan negara. Kerugian akibat aktivitas penambangan ilegal itu diperkirakan mencapai 95 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,5 miliar.
Kriminalisasi Karyawan PT WKM
Lebih lanjut, Rolas menyoroti bahwa dua karyawan PT WKM yang kini duduk di kursi terdakwa sebenarnya menjadi korban kriminalisasi. Ia menyebut hal ini sebagai bentuk ketidakadilan hukum, karena pihak yang diduga melakukan illegal mining justru seolah kebal dari jeratan hukum.
“Ini tidak adil. Karyawan PT WKM dikriminalisasi, sedangkan PT Position terbukti illegal mining seolah malah kebal hukum,” tegasnya.
Rolas juga menjelaskan bahwa langkah PT WKM memasang patok di wilayah IUP adalah tindakan hukum yang sah. Pemasangan patok tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas aset negara serta mencegah kerugian lebih besar akibat dugaan aktivitas tambang ilegal.
Kasus ini dipandang sebagai ujian serius terhadap kepastian hukum di sektor pertambangan Indonesia. Pasalnya, industri tambang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian, namun praktik illegal mining kerap menimbulkan konflik antarperusahaan hingga merugikan negara.
Meski persidangan masih bergulir, posisi PT WKM semakin diperkuat oleh bukti-bukti yang dihadirkan di pengadilan. Namun, di sisi lain, kasus ini juga memperlihatkan bagaimana penegakan hukum kerap dinilai tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Dengan sorotan publik yang semakin besar, putusan akhir perkara ini diharapkan mampu memberikan kejelasan hukum serta menjadi preseden dalam penanganan kasus illegal mining di Indonesia.
Kasus sengketa tambang antara PT WKM dan PT Position menegaskan kompleksitas dunia pertambangan yang sarat konflik kepentingan. Fakta persidangan telah membuktikan adanya indikasi illegal mining yang dilakukan PT Position.
Namun, langkah hukum PT WKM yang seharusnya melindungi hak mereka justru berujung kriminalisasi terhadap dua karyawan. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus kekhawatiran bagi pelaku usaha lain di sektor pertambangan.
Kerugian negara akibat dugaan penambangan ilegal juga menambah bobot serius perkara ini, dengan angka mencapai Rp1,5 miliar. Hal tersebut menuntut perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum.
Masyarakat dan pengamat hukum berharap agar proses persidangan berlangsung transparan, tanpa intervensi, dan benar-benar berpihak pada keadilan.
Jika kasus ini ditangani dengan tepat, maka penegakan hukum atas praktik illegal mining dapat memberikan efek jera sekaligus menjaga integritas sektor pertambangan nasional. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























