Gunungsitoli, EKOIN.CO – Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Utara, berinisial FZ, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungsitoli pada Selasa (23/9/2025). FZ diduga terlibat dalam pengaturan pemenang tender proyek pengembangan kawasan wisata tahun anggaran 2022 dengan nilai kerugian negara mencapai Rp919,35 juta.
Ikuti berita terbaru di WA Channel EKOIN.
Kepala Kejari Gunungsitoli, Parada Situmorang, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat mengenai adanya pemufakatan jahat antara FZ sebagai pengguna anggaran dengan pejabat pembuat komitmen (PPK). “Ditemukan adanya pemufakatan jahat antara FZ selaku pengguna anggaran dengan PPK untuk mengatur pemenang tender,” ujar Parada.
FZ ditahan di Lapas Kelas IIB Gunungsitoli selama 20 hari ke depan, yakni sejak 23 September hingga 12 Oktober 2025. Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan dalam kondisi layak.
Korupsi di Proyek Wisata
Dalam kasus korupsi ini, proyek yang menjadi sorotan adalah pengembangan kawasan wisata di sejumlah titik strategis di Kabupaten Nias Utara. Pemenang tender yang disebut diatur dalam proses tersebut adalah CV Ninta dan PT Bumi Toran Kencana.
Ruang lingkup proyek meliputi penyusunan grand design dan detail engineering design (DED) di beberapa destinasi unggulan. Lokasi yang tercatat di antaranya Pantai Pasir Putih dan Mega Beach Hogo Gara di Desa Lauru Fadoro, Kecamatan Afulu. Selain itu, juga ada pengembangan di kawasan Hutan Mangrove Desa Sisarahili Teluk Siabang, Kecamatan Sawo, serta Pantai Sawakete/Turedawola di Desa Afulu, Kecamatan Afulu.
Parada Situmorang menegaskan bahwa kasus ini bukan yang pertama. Menurutnya, perkara tersebut merupakan pengembangan dari kasus serupa yang sebelumnya telah menyeret beberapa pihak sebagai tersangka. “Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus serupa yang sebelumnya telah menetapkan ISZ (PPK), serta JS dan GS selaku pihak penyedia, sebagai tersangka,” jelasnya.
Proses Hukum Berlanjut
FZ akan menjalani pemeriksaan intensif terkait perannya dalam pengaturan tender. Penyidik menyebutkan bahwa skema pengaturan tender dilakukan melalui kerja sama erat antara pengguna anggaran dan penyedia proyek, sehingga kompetisi sehat dalam lelang tidak terjadi.
Dalam konteks hukum, FZ dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidana untuk pasal tersebut meliputi hukuman penjara maksimal seumur hidup serta denda yang berat.
Penetapan kasus ini menambah daftar panjang praktik penyalahgunaan anggaran daerah, terutama di sektor pariwisata. Program yang seharusnya meningkatkan potensi wisata dan ekonomi lokal justru menjadi celah tindak pidana.
Kejari Gunungsitoli menekankan bahwa penyidikan tidak berhenti pada penetapan FZ. Pihaknya membuka kemungkinan adanya tersangka baru bila bukti tambahan ditemukan. Hal ini juga menjadi peringatan bagi pejabat publik di daerah agar tidak terjerumus dalam praktik yang merugikan negara.
Kehadiran FZ sebagai pejabat kunci dalam sektor pariwisata dinilai sangat strategis. Oleh karena itu, dugaan keterlibatannya dalam korupsi dipandang sebagai kemunduran serius bagi pembangunan daerah. Penahanan ini juga menimbulkan sorotan publik, mengingat sektor pariwisata di Nias Utara tengah didorong sebagai salah satu penggerak ekonomi utama.
Masyarakat berharap agar pengusutan kasus berjalan transparan dan tuntas. Sejumlah warga juga menilai bahwa kasus ini sebaiknya dijadikan momentum bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan sistem tender proyek agar lebih akuntabel.
Selain itu, pemantauan publik terhadap perkembangan kasus dianggap penting untuk memastikan tidak adanya intervensi atau permainan politik yang dapat menghambat jalannya penyidikan.
Jika terbukti bersalah di pengadilan, FZ bisa menghadapi hukuman berat, sekaligus kehilangan jabatan dan hak politiknya. Kondisi ini di satu sisi menjadi sinyal tegas terhadap pemberantasan korupsi, namun di sisi lain juga menunjukkan rapuhnya integritas birokrasi daerah.
Dengan kasus yang tengah bergulir ini, aparat penegak hukum kembali diingatkan akan pentingnya pengawasan berlapis terhadap setiap proyek pembangunan. Transparansi anggaran serta keterlibatan masyarakat dalam pengawasan publik menjadi kunci agar tindak pidana serupa tidak terulang.
Kasus korupsi di Nias Utara yang menjerat FZ menegaskan bahwa sektor pariwisata, meski potensial, tetap rentan terhadap penyalahgunaan anggaran.
Proyek wisata yang semestinya memberi dampak positif bagi masyarakat justru dijadikan ajang persekongkolan dalam tender.
Dengan kerugian negara hampir Rp1 miliar, perkara ini harus menjadi prioritas penegakan hukum dan pengawasan pembangunan.
Masyarakat menaruh harapan besar agar kejaksaan benar-benar menuntaskan kasus ini secara adil dan transparan.
Langkah korektif pada sistem tender perlu segera diterapkan agar pariwisata Nias Utara terbebas dari praktik korupsi. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























