Jakarta, EKOIN.CO — Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti temuan terkait pengadaan laptop untuk pendidikan yang dinilai tidak sesuai antara harga dengan spesifikasi barang. Laporan ini memicu sorotan tajam terhadap pelaksanaan proyek pemerintah di bidang pendidikan.
P2G: Harga Terlalu Mahal untuk Spesifikasi Rendah
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangan resminya menyebutkan bahwa laptop yang dibeli melalui program pengadaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki spesifikasi yang rendah namun dibanderol dengan harga tinggi.
“Kami menemukan laptop yang hanya memiliki prosesor setara Intel Celeron, RAM 4 GB, dan penyimpanan 128 GB eMMC, dijual dengan harga sekitar Rp10 juta. Ini sangat tidak rasional,” ujar Satriwan pada Jumat (28/6).
Dicurigai Ada Indikasi Pemborosan Anggaran
P2G menilai kondisi ini bisa menimbulkan kerugian negara jika tidak diawasi dengan ketat. Menurut Satriwan, seharusnya dengan harga sebesar itu, pemerintah bisa mendapatkan laptop dengan spesifikasi jauh lebih tinggi.
“Jika pemerintah membeli secara langsung melalui e-katalog dengan harga wajar, spesifikasi Core i3 generasi terbaru dengan SSD 256 GB dan RAM 8 GB bisa didapatkan,” tambahnya
Selain harganya yang dianggap tidak wajar, Satriwan juga menyoroti aspek fungsional dari laptop tersebut. Ia menyebut bahwa perangkat yang disediakan tidak memadai untuk kegiatan pembelajaran digital saat ini.
“Dengan RAM 4 GB dan media penyimpanan eMMC, laptop tersebut bahkan kesulitan menjalankan aplikasi dasar pengajaran seperti Zoom dan Google Meet secara lancar,” katanya.
P2G mendesak pemerintah untuk mengevaluasi menyeluruh seluruh proses pengadaan, mulai dari perencanaan hingga distribusi. Mereka juga meminta keterlibatan publik dalam proses monitoring.
“Transparansi harus dijunjung tinggi. Kami mendesak BPK, KPK, dan Ombudsman untuk melakukan audit dan investigasi,” tegas Satriwan.
Pengadaan laptop ini merupakan bagian dari program digitalisasi sekolah yang diluncurkan Kemendikbudristek sejak 2021. Tujuannya adalah untuk mendukung pembelajaran daring serta pemanfaatan teknologi di lingkungan sekolah.
Namun, laporan dari berbagai daerah menunjukkan bahwa perangkat yang dikirimkan tidak sesuai harapan para guru dan siswa.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kemendikbudristek terkait temuan dan kritik dari P2G. Tim redaksi masih berupaya menghubungi pejabat terkait.
Sebelumnya, Kemendikbudristek pernah menjelaskan bahwa pengadaan dilakukan melalui sistem e-katalog dan bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Spesifikasi Minim, Tapi Harga Tembus Rp10 Juta
Berdasarkan dokumen pengadaan yang diakses publik, laptop yang didistribusikan ke sekolah memiliki spesifikasi minimum sebagai berikut:
- Prosesor: Dual-core setara Intel Celeron N4020
- RAM: 4 GB DDR4
- Storage: 128 GB eMMC
- OS: Windows 10
- Layar: 11 inch
- Harga satuan: Rp9,850,000
Menurut P2G, spesifikasi ini sangat minim untuk kegiatan pembelajaran berbasis teknologi dan tidak mencerminkan efisiensi penggunaan anggaran.
Pengamat IT Soroti Harga
Pengamat teknologi dari ICT Watch, Donny B.U., menyebutkan bahwa harga laptop dengan spesifikasi tersebut seharusnya berada di kisaran Rp3 juta hingga Rp4 juta di pasaran umum.
“Kalau lebih dari Rp5 juta, itu sudah masuk kategori overprice, apalagi jika menyentuh Rp9 juta ke atas. Ini perlu ditelusuri mekanisme pengadaannya,” jelas Donny.
P2G mencurigai bahwa proses tender yang tidak kompetitif menjadi salah satu penyebab harga menjadi tinggi. Mereka menuntut transparansi dalam mekanisme pemilihan vendor.
“Pemerintah harus membuka semua prosesnya ke publik. Apakah vendor dipilih secara adil? Apakah ada monopoli? Ini harus jelas,” kata Satriwan.
Beberapa kepala sekolah di daerah juga mengeluhkan kualitas perangkat yang dikirimkan. Salah satu kepala sekolah di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, menyebut laptop cepat panas dan lemot saat digunakan.
“Kami sampai pakai laptop lama untuk ujian daring karena yang baru malah tidak bisa dipakai maksimal,” ungkapnya, tidak ingin disebutkan namanya.
P2G mendesak agar audit investigatif dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap proyek pengadaan tersebut.
“Kami juga akan menyerahkan laporan resmi kepada BPK, KPK, dan Ombudsman RI pekan depan,” jelas Satriwan.
P2G meminta agar pemerintah segera memperbaiki sistem pengadaan perangkat pendidikan secara menyeluruh, memastikan efisiensi anggaran, dan menghindari pemborosan.
Pemerintah juga disarankan membuka akses publik terhadap spesifikasi dan harga barang yang diadakan lewat e-katalog agar pengawasan lebih mudah dilakukan oleh masyarakat sipil.(*).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v”



























