Jakarta EKOIN.CO – Ramalan tentang perang besar antara Indonesia dan Australia kembali menjadi perbincangan luas setelah nama peramal terkenal Nostradamus kembali muncul ke permukaan. Prediksi konflik ini dikabarkan akan terjadi pada tahun 2037 dan diperkirakan berlangsung di wilayah Laut Hindia dan sekitarnya, termasuk kawasan sengketa seperti Pulau Pasir. Banyak pihak menyebut ramalan ini cukup membuat khawatir, mengingat ketegangan antara kedua negara memang memiliki akar persoalan nyata.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Nama Nostradamus, peramal asal Prancis, disebut-sebut telah menuliskan ramalan mengenai potensi konflik tersebut dalam karyanya Les Propheties yang diterbitkan pada tahun 1555. Dalam salah satu bagiannya, ia mengungkapkan tentang perang besar yang akan melibatkan negara-negara di belahan selatan bumi, dan hal ini dikaitkan dengan posisi geografis Indonesia dan Australia yang berada di bagian selatan dunia.
Nostradamus dan prediksi konflik bersenjata
Dalam ramalannya, Nostradamus menuliskan bahwa akan terjadi bentrokan hebat antara dua kekuatan besar dari selatan. Frasa ini menimbulkan banyak spekulasi, terutama di kalangan pemerhati geopolitik dan penggemar teori konspirasi. Sejumlah pihak mengaitkan pernyataan tersebut dengan ketegangan aktual yang terjadi antara Indonesia dan Australia akibat klaim wilayah di Pulau Pasir, atau dikenal juga sebagai Ashmore Reef oleh Australia.
Pulau kecil tersebut telah lama menjadi titik sengketa, dengan kedua negara mengklaim hak atas sumber daya alam dan zona ekonomi eksklusif di sekitarnya. Seiring waktu, isu ini berkembang menjadi persoalan politik dan keamanan regional. Meskipun belum ada indikasi nyata bahwa konflik akan memburuk, ramalan Nostradamus dianggap memperkuat kekhawatiran tersebut.
Ketegangan nyata di Laut Hindia
Ketegangan di Laut Hindia dan sekitarnya tidak bisa diabaikan. Dalam beberapa tahun terakhir, Australia diketahui meningkatkan kehadiran militernya di kawasan tersebut, termasuk latihan militer gabungan dengan negara-negara sekutu. Di sisi lain, Indonesia juga melakukan langkah serupa dengan memperkuat penjagaan perbatasan maritim serta pengawasan terhadap pelanggaran wilayah.
Menurut sejumlah pengamat, potensi konflik antara kedua negara memang ada, terutama jika sengketa wilayah tidak segera diselesaikan secara diplomatis. Namun, hingga kini, pemerintah kedua negara menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan melalui jalur damai. Pernyataan ini dimaksudkan untuk meredam spekulasi dan ketakutan publik atas kemungkinan perang besar.
Sementara itu, ramalan Nostradamus tetap menjadi perbincangan hangat di media sosial dan berbagai forum diskusi. Banyak netizen menyoroti tahun 2037 sebagai tahun yang disebut dalam prediksi tersebut, meski belum ada penjelasan pasti mengenai relevansi angka tersebut dengan situasi saat ini. Para ahli sejarah dan budaya tetap mengingatkan bahwa ramalan seperti ini harus disikapi dengan bijak.
Mereka juga menekankan bahwa banyak ramalan Nostradamus yang bersifat ambigu dan multiinterpretatif. Oleh sebab itu, keterkaitan langsung dengan situasi geopolitik kontemporer seringkali menjadi bentuk penyesuaian narasi. Namun demikian, berita tentang ramalan ini terus menyebar dan mengundang reaksi beragam dari masyarakat.
Dalam perkembangan lainnya, sejumlah analis pertahanan mengatakan bahwa penting untuk tetap menjaga stabilitas keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Mereka mengingatkan bahwa situasi global saat ini rentan terhadap konflik baru jika tidak ditangani secara serius, terutama di wilayah yang memiliki potensi sengketa seperti Laut Hindia.
Ketegangan maritim juga turut menjadi sorotan dalam berbagai pertemuan diplomatik regional. Beberapa negara menyerukan agar semua pihak menghormati hukum internasional dan menjaga kebebasan navigasi di kawasan tersebut. Hal ini termasuk sengketa yang melibatkan Indonesia dan Australia.
Sejumlah kalangan menilai bahwa pemberitaan mengenai ramalan perang besar ini bisa berdampak pada persepsi publik, terutama jika tidak diimbangi dengan informasi yang objektif dan komprehensif. Oleh karena itu, media dan pemerintah diminta untuk memberi klarifikasi dan edukasi kepada masyarakat.
Beberapa pengamat juga mengungkapkan pentingnya memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Australia dalam bidang pertahanan dan keamanan. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah eskalasi yang tidak diinginkan di masa mendatang, termasuk kemungkinan kesalahpahaman terkait kegiatan militer di kawasan sengketa.
Kendati demikian, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari kedua pemerintah mengenai kaitan antara ramalan tersebut dengan kebijakan luar negeri atau pertahanan masing-masing negara. Isu ini tetap berada di ranah diskursus publik dan tidak masuk dalam agenda resmi negara.
Bagi sebagian kalangan, ramalan Nostradamus tetap menjadi bagian dari warisan sejarah yang menarik untuk dibahas. Namun mereka menegaskan bahwa masa depan hubungan antarnegara ditentukan oleh kebijakan yang rasional dan dialog yang konstruktif, bukan oleh prediksi masa lalu.
dari pemberitaan ini adalah bahwa ramalan perang besar antara Indonesia dan Australia masih bersifat spekulatif dan tidak memiliki dasar fakta konkret. Meski demikian, masyarakat tetap perlu waspada terhadap potensi konflik yang bisa terjadi akibat sengketa wilayah, namun tetap mengutamakan penyelesaian damai.
bagi kedua negara adalah untuk meningkatkan intensitas dialog bilateral, menyelesaikan perbedaan melalui hukum internasional, serta memperkuat kerja sama di bidang pertahanan guna mencegah kesalahpahaman. Selain itu, penting bagi publik untuk menyaring informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh ramalan atau isu yang belum tentu akurat.
Pemerintah dan media diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya stabilitas kawasan serta menjelaskan posisi resmi negara terkait isu-isu strategis. Langkah ini akan membantu menciptakan pemahaman yang lebih baik dan memperkuat kepercayaan publik terhadap upaya diplomatik.
Di sisi lain, penelitian akademik dan kajian kebijakan terkait Laut Hindia perlu ditingkatkan, sehingga isu strategis ini dapat dikaji secara ilmiah dan tidak hanya berdasarkan prediksi atau mitos. Pendekatan ini akan memperkaya diskursus publik dengan perspektif yang lebih rasional dan solutif.
Terakhir, penting bagi semua pihak untuk menjaga kedamaian dan stabilitas kawasan melalui kerja sama regional serta menghormati norma internasional. Dengan demikian, potensi konflik dapat ditekan dan kehidupan masyarakat di kawasan tetap aman serta sejahtera. (*)



























