Indramayu EKOIN.CO – Nasib Pengusaha Beras Modal Kecil di Tengah Harga Gabah Tinggi Pasar beras di Kabupaten Indramayu tengah menghadapi ketidakpastian serius. Gabah petani yang terbatas menjadi rebutan produsen, sehingga harga naik signifikan. Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Sejumlah penggilingan beras dengan modal kecil terpaksa berhenti sementara, karena tak mampu bersaing membeli gabah dengan harga tinggi. Harga gabah di Kecamatan Pasekan misalnya, saat ini mencapai Rp 8.500 per kilogram. Sementara di Kroya, harga bahkan menyentuh Rp 9.000 per kilogram, tergantung kualitas gabah. Kata pamungkas: gabah.
Produsen beras besar dengan modal kuat mampu membeli gabah dengan harga tinggi, bahkan melakukan pembayaran di muka agar pasokan tidak disalurkan ke pesaing. Namun bagi pengusaha skala kecil, kondisi ini sangat membebani operasional mereka.
“Kondisi seperti ini ya mau nggak mau, tapi jujur ini berat pak karena kami juga dituntut agar harga beras tidak naik,” ujar Gusak Tilas Wangi, pemilik penggilingan beras di Kecamatan Karangampel, Kamis (14/8/2025).
Gusak menambahkan, fenomena ini bukan sekadar kenaikan harga gabah, tapi sudah berubah harga secara signifikan sejak tahun 2023. Saat itu, harga tertinggi gabah hanya sekitar Rp 7.000 per kilogram. Kini, harga terus merangkak naik dan tak kunjung turun.
“Makanya banyak teman-teman yang sekarang memilih tutup, dalam artian kita wait and see, jadi lihat dulu deh, terus juga panen belum merata,” jelas Gusak.
Kondisi Pengusaha Skala Kecil Tertekan
Penggilingan beras skala kecil menghadapi tekanan berat akibat lonjakan harga gabah. Beberapa pabrik harus menunda produksi dan merumahkan karyawan sementara. Di pabrik milik Gusak, terdapat 10 pekerja tetap, jumlah ini kadang bertambah saat membutuhkan tenaga tambahan.
Situasi ini juga memunculkan potensi pengangguran baru. Namun sebagian pekerja masih bisa mengerjakan sawah milik mereka sendiri sehingga tidak sepenuhnya menganggur. “Untungnya mereka juga garap sawah, jadi tidak full nganggur,” kata Gusak.
Selain modal yang terbatas, pengusaha kecil juga kesulitan mendapatkan pasokan gabah berkualitas. Padahal kualitas gabah menjadi salah satu penentu harga, yang membuat produsen besar lebih mudah bersaing.
Harga Gabah dan Dampaknya pada Pasokan Beras
Harga gabah yang tinggi menyebabkan ketidakstabilan pasokan beras. Produsen beras besar mengamankan stok lebih awal, sehingga pengusaha kecil harus menunggu panen merata untuk bisa membeli gabah.
Fenomena ini diprediksi akan berlanjut hingga panen berikutnya, terutama karena sebagian wilayah di Indramayu baru memasuki masa panen. Kekhawatiran muncul terkait kemungkinan kenaikan harga beras di pasaran, karena pasokan terbatas dan biaya produksi meningkat.
Gusak menekankan, keputusan menunda operasional bukan tanpa alasan, melainkan strategi bertahan di tengah ketidakpastian pasar. “Kami memilih wait and see dulu, sambil menunggu kondisi lebih stabil,” jelasnya.
Pemerintah dan asosiasi pertanian diharapkan ikut mengawasi perkembangan harga gabah agar keseimbangan antara produsen besar dan kecil tetap terjaga. Tanpa regulasi atau intervensi yang tepat, pengusaha skala kecil berisiko kehilangan peluang usaha dan berdampak pada pekerja lokal.
Ketidakpastian pasar juga mendorong beberapa pengusaha untuk melakukan inovasi dalam pengelolaan stok gabah dan beras. Mereka mencari solusi agar tetap operasional meski modal terbatas.
Secara keseluruhan, fenomena harga gabah tinggi menimbulkan dampak ganda: pengusaha kecil terpaksa menunda operasi, dan pasokan beras menjadi lebih rentan. Strategi bertahan sambil menunggu harga stabil menjadi pilihan banyak pengusaha di Indramayu.
(*)