Jakarta, EKOIN.CO — Kasus kejahatan siber yang melibatkan base transceiver station (BTS) palsu makin marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Modus ini digunakan pelaku untuk menyedot data pribadi pengguna ponsel dan mengakses rekening bank korban tanpa sepengetahuan mereka.
Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengonfirmasi laporan dari berbagai daerah yang menunjukkan peningkatan aksi kriminal dengan menggunakan perangkat BTS palsu.
Pelaku umumnya menggunakan alat yang menyerupai BTS dan memancarkan sinyal lemah untuk menjebak ponsel korban agar terkoneksi dengan perangkat tersebut.
Setelah perangkat korban terkoneksi, data seperti OTP, pesan singkat dari bank, hingga akses ke aplikasi finansial bisa diambil dan disalahgunakan oleh pelaku.
Menurut Kominfo, perangkat BTS palsu tersebut dikenal sebagai rogue BTS atau IMSI catcher yang sering digunakan untuk menyadap sinyal komunikasi.
“Modus ini tergolong sangat berbahaya karena bisa menyamar seperti sinyal operator resmi. Korban tidak sadar bahwa mereka sedang terhubung ke jaringan ilegal,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Ismail.
Pakar keamanan siber dari CISSReC, Pratama Persadha, menjelaskan bahwa rogue BTS bisa dibuat dari perangkat elektronik dengan harga murah namun memiliki daya rusak yang tinggi terhadap privasi pengguna.
“Alatnya bisa dibuat dengan biaya Rp3-5 juta. Namun dampaknya bisa menguras saldo hingga habis,” ujar Pratama dalam keterangannya, Selasa (1/7).
Kementerian Kominfo bersama BSSN telah meningkatkan patroli siber dan memperkuat koordinasi dengan operator seluler untuk mendeteksi adanya perangkat ilegal yang memancarkan sinyal mencurigakan.
Pihak kepolisian juga telah meminta masyarakat untuk melaporkan bila menemukan indikasi sinyal aneh atau mengalami kehilangan pulsa dan data secara tiba-tiba.
Menurut laporan dari operator seluler, sebagian besar kasus terjadi di daerah padat penduduk seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, terutama di area dengan sinyal lemah.
Polisi menduga pelaku memilih area tersebut karena mudah menjebak perangkat pengguna yang mencari sinyal alternatif.
Kejahatan ini juga melibatkan teknik rekayasa sosial (social engineering) seperti pengiriman pesan OTP palsu, permintaan konfirmasi PIN, dan tautan phising untuk masuk ke akun finansial korban.
Beberapa korban mengaku kehilangan uang hingga puluhan juta rupiah tanpa pernah membagikan OTP atau PIN kepada siapapun.
Bank Indonesia telah mengingatkan seluruh perbankan untuk memperketat sistem verifikasi dua faktor dan memperkuat sistem enkripsi agar tidak mudah dibobol melalui jaringan seluler.
Di sisi lain, masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap aktivitas ponsel yang mencurigakan, seperti munculnya sinyal yang tak dikenal atau pesan OTP yang tidak diminta.
Kominfo menyarankan pengguna untuk menonaktifkan fitur auto connect to network dan menggunakan aplikasi keamanan tambahan untuk melindungi sinyal komunikasi.
Solusi lainnya adalah menggunakan layanan pesan terenkripsi end-to-end seperti Signal atau WhatsApp untuk mengurangi risiko penyadapan melalui jaringan ilegal.
BSSN telah membentuk tim respons cepat yang berkoordinasi dengan operator dan aparat hukum untuk menelusuri sumber sinyal palsu.
Pratama juga mendorong masyarakat untuk secara rutin memperbarui sistem operasi ponsel dan tidak sembarangan mengklik tautan atau mengunduh aplikasi dari sumber tak terpercaya.
Pihak operator seperti Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata menyatakan siap mendukung investigasi dan menyediakan teknologi deteksi dini terhadap BTS palsu.
Mereka juga akan meningkatkan kesadaran pelanggan melalui SMS pemberitahuan dan kampanye edukatif di media sosial.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi khusus terhadap peredaran perangkat BTS yang bisa digunakan untuk kejahatan.
“Perangkat penyadap sinyal harus dikategorikan sebagai barang berbahaya yang diawasi distribusinya. Kami akan dorong revisi UU Telekomunikasi,” kata Meutya.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, menyebut telah membentuk satgas khusus untuk memburu jaringan pelaku pembuat dan penyebar BTS palsu.
“Beberapa perangkat telah kami sita, dan investigasi masih berlangsung di lima kota besar,” jelasnya.
Masyarakat yang merasa menjadi korban diimbau segera melapor ke pihak kepolisian atau menghubungi layanan Kominfo melalui situs aduankonten.id.
Selain itu, penting bagi pengguna ponsel untuk tidak memberikan informasi sensitif melalui panggilan atau pesan dari nomor yang tidak dikenal.
Pakar forensik digital juga merekomendasikan penggunaan VPN dan jaringan data terenkripsi bila mengakses aplikasi keuangan dari lokasi publik.
Pemerintah menargetkan regulasi pengawasan frekuensi dan perangkat jaringan bisa rampung akhir tahun ini untuk mencegah kejadian serupa.
Kementerian Kominfo juga akan mewajibkan pelaporan perangkat jaringan yang beredar di pasar elektronik melalui sistem registrasi nasional.
Langkah ini diharapkan menekan peredaran perangkat BTS ilegal dan memperkuat pertahanan komunikasi nasional.
Kepolisian bekerja sama dengan Interpol untuk menelusuri jaringan pemasok perangkat rogue BTS yang sebagian besar diperdagangkan secara ilegal dari luar negeri.
Sementara itu, kasus-kasus yang sudah terverifikasi akan dibawa ke pengadilan dengan tuduhan pelanggaran UU ITE dan UU Telekomunikasi.
Lembaga keuangan juga berkomitmen untuk mengganti kerugian nasabah bila terbukti menjadi korban dari pencurian data melalui sinyal palsu.
Namun, penggantian ini hanya berlaku jika nasabah dinilai tidak lalai dan melapor dalam waktu yang cepat.
Dalam waktu dekat, BSSN akan meluncurkan aplikasi pendeteksi sinyal mencurigakan yang bisa diunduh oleh masyarakat secara gratis.
Aplikasi ini akan memberikan notifikasi jika ponsel terhubung ke sinyal yang bukan milik operator resmi.
Pakar menyarankan masyarakat agar tetap tenang dan lebih selektif dalam menggunakan layanan digital, terutama yang berkaitan dengan data finansial.
Solusi jangka panjangnya adalah meningkatkan literasi digital dan memperluas edukasi tentang risiko kejahatan siber yang terus berkembang.
Pemerintah juga meminta media untuk aktif menyampaikan informasi tentang bahaya BTS palsu dan cara mencegahnya kepada masyarakat luas.
Sebagai bentuk dukungan, operator dan lembaga pendidikan diminta menyisipkan materi edukasi digital di kanal komunikasi mereka.
Dengan kerja sama lintas sektor, diharapkan kasus BTS palsu bisa ditekan dan keamanan digital warga Indonesia semakin terjamin.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v