Lombok Utara, EKOIN.CO – Misri Puspita Sari, salah satu tersangka dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, akan diajukan sebagai justice collaborator (JC) oleh kuasa hukumnya. Pengajuan tersebut rencananya dilakukan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Senin, 14 Juli 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang Villa Tekek, Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada 16 April 2025. Sebelum kejadian, ia diketahui berpesta bersama sejumlah rekan, yakni Misri, Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Chandra, serta seorang perempuan bernama Putri.
Pesta tersebut bukan hanya melibatkan konsumsi minuman keras, tetapi juga narkoba. Kepolisian Daerah NTB pun telah menetapkan Misri, Kompol Yogi, dan Ipda Haris sebagai tersangka dalam kasus ini. Kompol Yogi dan Ipda Haris merupakan mantan atasan almarhum Brigadir Nurhadi.
Permohonan JC dan Pemindahan Tahanan
Kuasa hukum Misri, Yan Mangandar, menyampaikan keyakinannya bahwa kliennya bukan pelaku utama dalam dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian Nurhadi. “Senin (14/7/2025) sepertinya baru resmi (diajukan sebagai JC),” ujar Yan kepada detikBali, Sabtu (12/7/2025).
Ia menegaskan bahwa Misri memang berada di lokasi kejadian namun tidak memiliki keterlibatan langsung dengan penganiayaan tersebut. Menurut Yan, pengajuan JC akan dilakukan bersamaan dengan permohonan pemindahan tempat penahanan Misri dari Rutan Polda NTB.
Yan menyebut pemindahan tahanan penting karena Misri saat ini masih berada satu tempat dengan dua tersangka lain, yang bisa memengaruhi keberaniannya untuk mengungkapkan fakta. “Kalau semuanya di satu tempat, saya yakin (adanya intervensi),” katanya.
Ia juga mengungkap adanya hubungan kuasa antara korban dan dua atasannya, serta antara Misri dan Kompol Yogi. Misri disebut menerima uang Rp10 juta dari Yogi untuk menemani liburan di Gili Trawangan.
Selain Misri, Yan juga mengusulkan agar dua tersangka lainnya dipindahkan ke tahanan terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah potensi intervensi antar tersangka dalam proses penyidikan.
Tanggapan Kompolnas dan Penyelidikan Berlanjut
Ketua Harian Kompolnas, Arief Wicaksono Sudiutomo, menjelaskan bahwa seseorang bisa diajukan sebagai JC apabila bukan pelaku utama dalam sebuah tindak pidana. Penilaian utama tetap berada pada penyidik.
“Yang penting adalah rekomendasi dari penyidik Polda NTB, apakah bisa dijadikan JC. Kalau memang disarankan oleh penyidik, kenapa tidak,” kata Arief.
Ia menambahkan, penyidik perlu memberikan penilaian mengenai siapa sebenarnya pelaku utama dalam kejadian dugaan penganiayaan yang menewaskan Brigadir Nurhadi.
Sementara itu, Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, menyatakan bahwa kematian Brigadir Nurhadi di kolam renang Villa Tekek diduga kuat akibat penganiayaan. Namun, hingga kini, belum dapat dipastikan siapa pelaku pastinya.
“Adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Di sana (villa Tekek) telah terjadi (dugaan penganiayaan terhadap) salah seorang personel Polda NTB,” jelas Syarif pada Jumat (4/7/2025).
Autopsi menunjukkan luka-luka mencurigakan pada tubuh Nurhadi, termasuk patah tulang lidah yang diduga akibat cekikan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa kekerasan fisik terjadi sebelum korban meninggal dunia.
Penyidik saat ini masih mendalami peristiwa tersebut dan menggali lebih dalam keterlibatan para tersangka, termasuk kemungkinan peran masing-masing dalam peristiwa yang menyebabkan tewasnya Nurhadi.
Yan Mangandar menekankan bahwa walaupun Misri bukan pelaku utama, ia memiliki informasi penting yang dapat mengungkap kejadian sebenarnya. Namun, kondisi penahanan saat ini menghambat pengungkapan informasi itu.
Menurut Yan, keberadaan Misri di tempat kejadian dapat menjadi kunci dalam proses penyidikan, karena ia diduga melihat langsung momen terjadinya kekerasan terhadap Nurhadi.
Sampai saat ini, penyidikan masih berlangsung dan pihak kepolisian belum mengungkapkan kemungkinan adanya tersangka lain atau motif yang lebih luas terkait kematian Brigadir Nurhadi.
Munculnya inisiatif pengajuan JC dari pihak Misri menjadi perhatian, karena diharapkan mampu membuka fakta-fakta baru yang dapat mengungkap pelaku sebenarnya dan motif di balik kejadian tragis itu.
Pihak keluarga korban hingga kini masih menunggu kepastian hukum atas kasus tersebut dan mendesak aparat penegak hukum mengungkap kebenaran secara transparan dan adil.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan anggota kepolisian dan menimbulkan pertanyaan publik terhadap akuntabilitas aparat serta mekanisme pengawasan internal.
proses penyelidikan kasus kematian Brigadir Nurhadi masih terus bergulir dengan sejumlah perkembangan terbaru. Permohonan JC oleh Misri Puspita Sari bisa menjadi terobosan dalam penyidikan apabila disetujui dan dijalankan secara objektif.
Diharapkan, proses hukum berlangsung dengan menjunjung asas keadilan dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Ketegasan dalam menindak pelaku juga penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Keputusan untuk memindahkan tempat penahanan tersangka demi menjamin keterbukaan dan keamanan selama penyidikan sebaiknya menjadi pertimbangan serius bagi aparat penegak hukum.
Penting pula bagi lembaga seperti LPSK dan Kompolnas untuk aktif memantau perkembangan kasus ini agar transparansi dan perlindungan saksi dapat terjamin.
Keberhasilan pengungkapan kasus ini akan menjadi cerminan komitmen negara dalam menegakkan hukum secara adil dan bertanggung jawab, tanpa pandang bulu terhadap latar belakang pelaku maupun korban.(*)