JAKARTA, EKOIN.CO – Fenomena miliarder dunia memborong lahan pertanian menjadi sorotan, terutama setelah Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya menguasai pangan sebagai strategi kedaulatan negara. Para pakar menilai langkah tersebut mencerminkan pergeseran besar dalam geopolitik global.
Gabung WA NEWS EKOIN di sini
Era Baru Perang Pangan
Dosen Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Brawijaya (UB), Muhammad Barqah Prantama, menyebut aksi para miliarder teknologi membeli lahan pertanian adalah bentuk kesadaran kolektif terhadap pentingnya pangan. Menurutnya, presiden telah membaca kondisi politik global dengan baik.
“Pangan adalah instrumen kedaulatan. Ini era perang pangan. Investor-investor super kaya masuk sektor agribisnis bukanlah kejadian tiba-tiba,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).
Ia mengingatkan bahwa sejak 2005, pakar ekonomi Bustanul Arifin sudah menilai pangan bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan instrumen hegemoni antarnegara. Jumlah penduduk yang terus meningkat membuat kebutuhan pangan melonjak, sementara luas lahan pertanian semakin menyusut.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian 2020, lahan sawah di Indonesia berkurang dari 8,09 juta hektare pada 2015 menjadi 7,46 juta hektare pada 2019. Kementerian ATR/BPN mencatat konversi sawah menjadi lahan nonsawah mencapai 100.000–150.000 hektare per tahun.
Fenomena alih fungsi lahan ini dinilai mengancam ketersediaan pangan nasional, terlebih saat kebutuhan masyarakat meningkat.
Dari Ketahanan Menuju Kedaulatan Pangan
Barqah menilai Presiden Prabowo secara geopolitik mulai mengubah arah kebijakan menuju kedaulatan pangan. Swasembada sudah masuk dalam Asta Cita, namun target akhir seharusnya adalah kedaulatan, bukan sekadar ketahanan.
“Ketahanan pangan hanya satu pilar kedaulatan pangan. Di Papua, beras ada tapi tidak terjangkau. Itu berarti kita belum berdaulat,” jelasnya.
Ia mengusulkan optimalisasi sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi. Hasil pertanian dari sawah irigasi dinilai lebih stabil dan tinggi. Alih-alih memperluas lahan baru, pemerintah diminta fokus menghentikan konversi lahan pertanian dan membangun fasilitas pengairan yang memadai.
“Kalau Pak Prabowo berhasil mewujudkan kedaulatan pangan, itu akan menjadi legacy besar,” katanya.
Sementara itu, di tingkat global, nama Bill Gates mencuat dengan kepemilikan lahan pertanian mencapai 97,9 ribu hingga 111,2 ribu hektare di 18–20 negara bagian AS. Jeff Bezos dan Warren Buffet mengikuti langkah serupa, sedangkan Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jack Ma berfokus pada riset pertanian dan pembangunan ekosistem pendukung.
Laporan World Economic Forum (WEF) 2025 memprediksi profesi petani akan menjadi pekerjaan dengan pertumbuhan tertinggi hingga 2030, dengan tambahan 35 juta tenaga kerja dalam lima tahun.
Presiden Prabowo menegaskan kembali pentingnya produksi pangan nasional dalam pidatonya di Istana Negara, Rabu (6/8/2025).
“Tidak ada negara merdeka berdaulat tanpa memproduksi makanannya sendiri. Produksi pangan bagi saya strategis,” tegasnya.
Langkah para miliarder memborong lahan pertanian dan arahan Presiden Prabowo menunjukkan bahwa pangan kini menjadi isu strategis dunia.
Indonesia menghadapi tantangan serius berupa penyusutan lahan dan kebutuhan penduduk yang terus meningkat.
Pakar menilai, kedaulatan pangan hanya bisa tercapai bila pemerintah menghentikan alih fungsi lahan dan memperkuat sistem irigasi.
Arah kebijakan yang tepat akan menentukan posisi Indonesia dalam persaingan pangan global.
Kebijakan ini juga akan menjadi warisan penting bagi masa depan bangsa.
Pemerintah perlu memperkuat regulasi perlindungan lahan pertanian produktif.
Optimalisasi teknologi pertanian modern dapat mempercepat swasembada.
Investasi di sektor pengairan harus menjadi prioritas nasional.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kedaulatan pangan perlu terus ditingkatkan.
Kolaborasi pemerintah, swasta, dan petani menjadi kunci keberhasilan strategi ini.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v