Jakarta, EKOIN.CO – Dalam sebulan menjabat Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa sudah terlibat silang pendapat publikur dengan sejumlah menteri dan penasihat presiden terkait kebijakan anggaran negara. Subsidi menjadi inti sengketa yang menempatkan dia bersitegang secara terbuka dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan.
Purbaya tak ragu menyodorkan data rinci untuk membela posisi fiskal pemerintah, menyatakan bahwa kebijakan subsidi harus diarahkan agar tepat sasaran dan adil. Dalam polemik mengenai elpiji 3 kg, Pertalite, dan solar, dia memposisikan subsidi sebagai instrumen keberpihakan negara terhadap masyarakat rendah.
Pertarungan Data Purbaya vs Bahlil soal Elpiji dan BBM
Pada rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI (30/9/2025), Purbaya membeberkan bahwa masyarakat hanya membayar Rp 10.000 per liter untuk Pertalite, padahal harga keekonomian mencapai Rp 11.700. Dengan demikian APBN menanggung selisih Rp 1.700 per liter — sekitar 15 persen sebagai kompensasi.
Untuk solar, biaya keekonomian tercatat Rp 11.950 per liter, namun konsumen hanya membayar Rp 6.800. Selisihnya memberikan beban subsidi senilai Rp 5.150 per liter, atau sekitar 43 persen dari harga.
Kemudian, LPG 3 kg turut dijadikan bahan sengketa. Pemerintah menyubsidi sekitar Rp 30.000 per tabung — yaitu 70 persen dari harga normal Rp 42.750 — sehingga harga untuk konsumen menjadi Rp 12.750 per tabung. “Untuk Elpiji 3 kg (Rp 12.750 per tabung), subsidi mencapai 70 persen dari harga keekonomian (Rp 42.750 per tabung),” kata Purbaya.
Menurut Purbaya, skema itu merupakan bagian dari “keberpihakan fiskal” pemerintah. “Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” ujarnya, menegaskan bahwa penggunaan subsidi harus selalu diperbaiki sesuai realitas masyarakat.
Sikap terbuka Purbaya menjadi tantangan langsung terhadap retorika Bahlil, yang selama ini dikenal vokal soal pengelolaan energi dan sumber daya alam. Bahlil belum secara langsung menanggapi data yang diajukan Purbaya, namun perdebatan publik diyakini akan terus berlanjut, apalagi ketika kebijakan subsidi menjadi bagian dari peta pemilihan kebijakan energi nasional.
Dinamika Dalam Kabinet dan Tantangan Penyerapan Anggaran
Seakan tak puas dengan debat anggaran antar menteri, Purbaya juga kedapatan bersinggungan dengan pengaruh internal melalui Ketua DEN, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut yang menjadi penasihat strategis Presiden Prabowo Subianto, kerap memberi arahan ekosistem kebijakan nasional — termasuk rencana besar sektor energi, infrastruktur, dan pembangunan hijau. Polemik subsidi jadi salah satu titik sensitif di mana prioritas fiskal pusat bisa berbenturan dengan ambisi pembangunan.
Sebagai ekonom lulusan Purdue University, Purbaya tampak memperlihatkan karakter tegas. Dia menekankan betapa pentingnya efektivitas penyerapan anggaran dalam program-program vital pemerintahan hingga akhir kabinet. Dalam sejumlah kesempatan, ia juga mengajak publik memperhatikan volume realisasi belanja negara, menolak hanya berdebat soal angka nominal subsidi.
Salah satu bagian tantangan utama: memastikan bahwa dana subsidi tidak bocor atau menjadi beban yang justru mengganggu pembiayaan kebutuhan strategis lainnya — termasuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan transformasi hijau. Karena itu, Purbaya menyebut bahwa periode evaluasi dan perbaikan skema subsidi akan terus dilakukan.
Langkah konkret yang sudah dipetakan termasuk penguatan data basis penerima subsidi agar lebih akuntabel, mekanisme transparansi pelaporan subsidi ke publik, hingga kemungkinan restrukturisasi jenis subsidi agar pengeluaran menjadi lebih efektif.
Namun, gesekan publik antar pejabat menimbulkan gambaran bahwa kabinet Prabowo memang menghadapi tantangan koordinasi internal. Ketika kebijakan ekonomi menjadi ajang saling mengutarakan data dan argumen, pembaca awam mungkin bertanya: siapa yang paling memahami “realitas masyarakat bawah”? Dan bagaimana subsidi yang sesungguhnya berpihak dijalankan di lapangan?
Pada akhirnya, jika Purbaya berhasil menjaga harmonisasi kebijakan sembari memperjuangkan subsidi yang tepat sasaran, maka posisi dia bisa semakin diperhitungkan dalam konstelasi kabinet. Namun kegagalan koordinasi akan membuka ruang kritik: apakah pemerintah baru ini cukup sigap mengelola fiskal dan keberpihakan lewat subsidi?(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v