Jakarta, – EKOIN – CO – – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa penyediaan ruang demonstrasi di halaman Gedung DPR-RI merupakan langkah strategis untuk memperkuat praktik demokrasi substantif di Indonesia.
Menurutnya, gagasan ini akan memberi keseimbangan antara kebebasan menyampaikan pendapat dengan ketertiban publik. “Masyarakat berhak menyampaikan pendapat secara damai. Negara bukan hanya menghormati, tetapi juga berkewajiban memastikan ruang itu ada. Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR adalah pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan serius, karena akan mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka,” ujar Pigai.
Usulan tersebut sejalan dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada 31 Agustus 2025. Presiden menegaskan bahwa kebebasan berpendapat dijamin oleh International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 19, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, serta UUD 1945 Pasal 28E.
Pigai menambahkan, demonstrasi di Indonesia kerap menimbulkan gesekan karena aksi sering dilakukan di jalan-jalan utama, sehingga menimbulkan kemacetan dan potensi benturan. Kehadiran ruang demonstrasi di halaman DPR diharapkan menjadi solusi: hak masyarakat tetap dijamin, namun ketertiban juga bisa lebih terjaga.
Gagasan serupa sejatinya bukan hal baru. Beberapa negara telah mempraktikkannya, seperti Jerman dengan alun-alun publik di Berlin, Inggris dengan Parliament Square, Singapura dengan Speakers’ Corner Hong Lim Park, hingga Amerika Serikat dengan free speech zones. Sementara di Korea Selatan, meski ada larangan aksi dekat istana dan parlemen, pemerintah tetap menyediakan ruang publik besar seperti Gwanghwamun Square untuk aksi damai.
Di Indonesia, DPR sebenarnya pernah menggagas pembangunan “Alun-alun Demokrasi” dalam Renstra 2015–2019. Bahkan peresmian simbolis pernah dilakukan pada 21 Mei 2015, namun proyek tersebut tak berlanjut. Pemprov DKI Jakarta juga sempat menghadirkan Taman Aspirasi Monas pada 2016, namun lebih bersifat simbolik.
Pigai menekankan delapan alasan pentingnya ruang demonstrasi di halaman DPR, di antaranya: simbolisme demokrasi autentik, aspirasi langsung sampai ke parlemen, pengurangan beban lalu lintas, keamanan terkendali, budaya dialog, hilangnya stigma negatif terhadap aksi, efisiensi logistik, serta menjadi preseden bagi daerah lain.
Ia menegaskan bahwa ruang ini tidak boleh dipandang sebagai upaya pembatasan, melainkan sebagai tambahan ruang resmi yang representatif dan aman. “Dulu, DPR pernah menuliskannya dalam renstra, Pemprov DKI pernah membangunnya di Monas. Kini, dengan momentum politik yang tepat, kita bisa memastikan ruang demokrasi itu benar-benar hadir, bukan sekadar wacana,” tutup Pigai.



























