Jakarta EKOIN.CO – Mantan hakim agung Gayus Lumbuun menegaskan bahwa tindak pidana korupsi tidak selalu bergantung pada ada atau tidaknya aliran dana langsung ke pejabat terkait. Menurutnya, seseorang tetap bisa dijerat hukum apabila kebijakannya menimbulkan keuntungan bagi pihak lain secara melawan hukum, meskipun dirinya tidak menerima uang sepeser pun. Ikuti update berita lainnya di WA Channel EKOIN.
Korupsi Tetap Bisa Diproses Meski Tanpa Uang Masuk
Pernyataan itu disampaikan Gayus menanggapi kasus yang menjerat mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim. Sebelumnya, pengacara Nadiem, Hotman Paris, menekankan tidak ada bukti rekening maupun keterangan saksi yang menyatakan kliennya pernah menerima uang dari proyek pengadaan laptop chromebook.
Gayus menjelaskan, pasal 2 dan 3 UU Tipikor tidak hanya menekankan pada keuntungan pribadi, tetapi juga keuntungan bagi orang lain. “Kalaupun benar Nadiem tidak punya niat jahat maupun tidak menerima uang dari proyek tersebut, tapi ada pihak yang menikmati keuntungan, maka Nadiem tetaplah terkait,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa dalam hukum pidana, unsur mens rea (niat jahat) tidak berdiri sendiri. Ada actus reus (tindakan bersalah) yang bisa berupa kelalaian, ketidaksengajaan, tetapi tetap mengakibatkan kerugian negara.
“Walaupun Nadiem tidak menikmati atau tidak punya niat, tetapi membuat kerugian negara, maka tetap dapat diproses,” ungkap Gayus yang kini aktif sebagai dosen.
Penyidik Harus Ungkap Pihak yang Diuntungkan
Lebih lanjut, Gayus meminta agar penyidik Kejaksaan Agung menelusuri pihak-pihak yang diuntungkan dari pengadaan laptop chromebook. “Penyidik harus mampu mengungkapkan,” katanya.
Sejumlah pakar hukum sebelumnya juga menyoroti dugaan keterkaitan dengan investasi sebuah lembaga yang berhubungan dengan chromebook di Gojek, perusahaan yang didirikan Nadiem. Terkait hal ini, Gayus menegaskan, siapapun yang dicuatkan oleh Nadiem harus disidik.
“Tugas pembuktian ada di penyidik. Ranah pembuktian ada di penyidik, bisa saja di Kejagung, KPK,” ujar Gayus.
Ia juga menyinggung kekhawatiran sebagian pihak bahwa kebijakan yang berisiko dipidana bisa membuat pejabat enggan mengambil keputusan strategis. Namun, menurutnya, kebijakan tetap sah sepanjang ada latar belakang dan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Gayus memberi contoh, negara bisa mengambil keputusan impor pangan dalam kondisi darurat. Jika kebijakan itu tidak dimaksudkan untuk menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu, maka tidak dapat serta-merta dikategorikan sebagai korupsi.
“Kebijakan itu harus dilihat motifnya. Jika bukan untuk dirinya sendiri maupun orang lain yang menyebabkan kerugian negara, maka tidak termasuk tindak pidana,” jelas mantan anggota DPR tersebut.
Kasus ini diperkirakan masih akan berlanjut seiring dengan upaya penyidik mengumpulkan bukti dan menelusuri pihak-pihak yang diuntungkan dari proyek chromebook. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v