KUALA LUMPUR, MALAYSIA – EKOIN.CO – Pemerintah Malaysia memastikan Formula 1 (F1) tidak akan kembali digelar di Negeri Jiran dalam waktu dekat. Keputusan ini diambil karena biaya penyelenggaraan dianggap terlalu tinggi, sementara kalender balapan dunia sudah sangat padat. Ikuti update berita terbaru di WA Channel EKOIN.
Malaysia pertama kali menjadi tuan rumah Formula 1 pada tahun 1999 di Sirkuit Internasional Sepang. Selama 19 tahun, ajang bergengsi tersebut berlangsung secara rutin hingga edisi terakhir pada 2017. Setelah itu, Malaysia resmi menghapus F1 dari kalender sejak 2018 akibat beban biaya yang tidak lagi sebanding dengan keuntungan.
Kini, Sepang hanya digunakan untuk ajang lain seperti MotoGP yang masih menarik banyak penonton setiap tahun. Pemerintah menilai, meskipun F1 memiliki daya tarik global, ongkos yang harus dikeluarkan sangat membebani anggaran negara.
Biaya Formula 1 Jadi Penghalang Utama
Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Hannah Yeoh, mengungkapkan bahwa untuk menghadirkan kembali Formula 1, pemerintah harus menyiapkan sekitar 300 juta ringgit per tahun atau setara 1,13 triliun rupiah.
“Selain hak penyelenggaraan, sirkuit juga membutuhkan sekitar 10 juta ringgit per tahun untuk pemeliharaan agar memenuhi standar balapan kelas dunia,” ujar Yeoh dalam sidang parlemen, Kamis (21/8).
Menurutnya, kontrak dengan Liberty Media sebagai pemegang hak komersial F1 menuntut komitmen jangka panjang. “Malaysia harus terikat kontrak antara tiga hingga lima tahun, dengan nilai total mencapai sekitar 1,5 miliar ringgit selama periode tersebut,” jelasnya.
Dengan angka sebesar itu, Malaysia harus berhitung lebih cermat. Apalagi, dalam kondisi ekonomi global yang penuh tantangan, pengeluaran jumbo untuk hiburan olahraga berisiko menekan anggaran prioritas lainnya.
Persaingan Asia Tenggara dan Masa Depan Formula 1
Kalender Formula 1 saat ini sudah sangat padat, dengan lebih dari 20 seri balapan setiap musim. Malaysia juga harus bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara lain yang berlomba menjadi tuan rumah.
Singapura masih mempertahankan balapan malam yang ikonik di Marina Bay. Sementara itu, Thailand tengah gencar mendorong kehadiran F1 di Bangkok. Kabinet Thailand bahkan sudah menyetujui proposal senilai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar 19,6 triliun rupiah untuk menggelar Formula 1 di jalanan ibu kota mulai 2028.
Situasi ini membuat peluang Malaysia untuk kembali ke kalender F1 semakin tipis. Namun, pemerintah tidak sepenuhnya menutup pintu.
“Kami terbuka jika ada pihak korporat yang ingin menanggung biaya ini, pemerintah bisa bekerja sama,” kata Yeoh.
Ia menambahkan, Formula 1 merupakan ajang olahraga prestisius dengan jutaan penggemar di seluruh dunia. Jika ada dukungan dari sponsor besar, peluang Malaysia untuk kembali bisa terbuka.
Meski begitu, hingga kini belum ada perusahaan swasta yang menyatakan minat serius. Tanpa sokongan tersebut, Malaysia kemungkinan besar akan tetap fokus pada event lain yang lebih realistis secara finansial, seperti MotoGP dan balapan regional.
Selain faktor biaya, kesiapan infrastruktur dan nilai tambah bagi pariwisata juga menjadi pertimbangan. Sepang memang memiliki fasilitas kelas dunia, namun daya tarik global F1 kini sudah menyebar ke banyak negara dengan konsep lebih modern dan promosi agresif.
Bagi Malaysia, keputusan untuk menolak kembalinya Formula 1 bukan hanya soal anggaran, tetapi juga strategi jangka panjang dalam memilih event olahraga yang benar-benar mendukung pertumbuhan ekonomi dan citra negara.
Pemerintah menegaskan, meskipun ada kebanggaan besar jika Malaysia kembali ke kalender F1, pertimbangan rasional dan efisiensi tetap menjadi prioritas utama.
Formula 1 memang ajang olahraga bergengsi, tetapi Malaysia menilai biaya yang harus ditanggung terlalu besar untuk ditopang negara.
Kehadiran kembali F1 di Sepang masih mungkin, tetapi hanya jika ada dukungan korporasi swasta.
Saat ini, Malaysia memilih fokus pada ajang yang lebih terjangkau seperti MotoGP.
Persaingan di Asia Tenggara semakin ketat dengan Singapura dan Thailand yang lebih agresif.
Keputusan Malaysia menunjukkan pentingnya keseimbangan antara prestise dan kemampuan finansial dalam dunia olahraga. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v