Jakarta EKOIN.CO – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membeberkan dugaan adanya upaya untuk menutup kasus korupsi besar yang menyeret pengusaha Riza Chalid dan mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam wawancara di podcast Forum Keadilan TV, Mahfud menyatakan bahwa kasus Riza Chalid bukanlah perkara baru. Menurutnya, kasus tersebut sudah ada sejak lama, namun menghilang dari pantauan publik dan aparat penegak hukum sebelum kembali diusut. Ia menegaskan, “Kasusnya sudah ada sejak lama, namun tersembunyi dan baru ditangkap sekarang.”
Mahfud mengaku dirinya tidak mengetahui detail kasus itu sebelumnya. Ia bahkan terkesan heran karena kasus yang melibatkan nama besar tersebut seakan sengaja dikubur. “Saya tidak tahu menahu sebelumnya karena kasusnya ditutup,” ucapnya.
Pernyataan tersebut memicu pertanyaan besar di tengah masyarakat mengenai siapa pihak yang memiliki kekuatan untuk menghentikan proses hukum terhadap kasus besar itu. Dugaan intervensi pihak-pihak berpengaruh pun mencuat.
Publik masih mengingat keterlibatan Riza Chalid dalam skandal “Papa Minta Saham” bersama Setya Novanto pada 2015. Kasus itu terkait dengan dugaan upaya memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia melalui negosiasi yang memicu kontroversi.
Mahfud kemudian mengaitkan kembali mencuatnya kasus Riza dengan proses hukum terhadap Setya Novanto dalam perkara korupsi proyek e-KTP. Ia menekankan bahwa penangkapan Setya menjadi titik balik penting.
Ia mengungkap adanya kerja sama antara Kejaksaan Agung dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memburu Setya Novanto yang dikenal licin dalam menghindari jerat hukum. “Kerja sama itu menjadi kunci membuka jalan bagi penegakan hukum,” ujar Mahfud.
Menurutnya, kolaborasi lintas institusi tersebut membantu memudahkan aparat dalam melangkah, termasuk dalam menetapkan status tersangka bagi Riza Chalid. Hal ini memperlihatkan bahwa penegakan hukum kerap terhambat oleh kekuatan di luar ranah yudisial.
Pengakuan Mahfud menjadi sorotan karena disampaikan oleh sosok yang pernah berada di puncak struktur keamanan negara. Hal itu menambah bobot pernyataannya di mata publik dan pengamat hukum.
Pernyataan tersebut juga mencerminkan betapa peliknya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kompleksitasnya tidak hanya terletak pada pembuktian hukum, tetapi juga pada tantangan menghadapi jejaring pengaruh para pelaku.
Kasus ini menambah daftar panjang perkara besar yang diduga sempat ‘terhenti’ sebelum akhirnya kembali diungkap. Proses hukum yang terhambat dalam jangka waktu lama menimbulkan keraguan atas konsistensi penegakan hukum.
Banyak pihak menilai bahwa sinergi antarpenegak hukum harus terus diperkuat untuk mengatasi hambatan yang bersifat struktural. Kerja sama Kejaksaan dan TNI yang pernah dilakukan menjadi contoh konkret.
Mahfud menegaskan bahwa koordinasi lintas institusi bukan hanya formalitas, tetapi harus diiringi komitmen yang sama untuk menuntaskan perkara tanpa pandang bulu. Ia menilai, tanpa hal itu, peluang keberhasilan akan sangat kecil.
Seiring mencuatnya kembali kasus Riza Chalid, publik menanti langkah tegas berikutnya dari aparat penegak hukum. Harapan agar kasus ini diselesaikan tuntas kembali menguat.
Beberapa pengamat hukum menilai, kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki integritas proses penegakan hukum. Tidak boleh ada lagi kasus besar yang ‘menghilang’ dari radar.
Masyarakat juga diingatkan untuk terus mengawal perkembangan perkara ini. Tekanan publik dianggap penting untuk memastikan proses hukum berjalan transparan.
Keterbukaan informasi dan akuntabilitas aparat menjadi kunci agar tidak ada lagi ruang bagi intervensi yang melemahkan penegakan hukum. Tanpa itu, kepercayaan publik sulit pulih.
Ke depan, pengungkapan kasus-kasus besar diharapkan tidak hanya berhenti pada individu tertentu, tetapi juga mengurai jejaring yang melindungi mereka.
Kasus ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan korupsi memerlukan keberanian politik, dukungan publik, dan sinergi antarlembaga secara berkelanjutan.
Langkah-langkah hukum yang konsisten akan menjadi sinyal positif bagi masyarakat dan dunia internasional bahwa Indonesia serius memberantas korupsi.
Pengakuan Mahfud MD membuka fakta bahwa kasus korupsi besar bisa saja tertahan bertahun-tahun karena faktor nonhukum. Pernyataannya menguatkan dugaan adanya intervensi kuat yang menghalangi proses penegakan hukum. Sinergi Kejaksaan dan TNI menjadi contoh penting dalam menembus hambatan tersebut. Publik menaruh harapan agar momentum ini digunakan untuk menuntaskan kasus secara transparan. Keterbukaan informasi menjadi fondasi penting agar kepercayaan terhadap institusi hukum tetap terjaga.
Penegak hukum harus menjadikan kasus ini pelajaran untuk meningkatkan koordinasi lintas institusi. Mekanisme pengawasan publik perlu diperkuat agar tidak ada lagi kasus besar yang menghilang. Setiap langkah penegakan hukum harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Penanganan kasus harus fokus pada pemberantasan jejaring pelindung koruptor. Keberanian politik harus diiringi dukungan publik untuk memastikan hukum berjalan tanpa diskriminasi. (*)



























