Jakarta, EKOIN.CO – Polemik impor tekstil kembali mencuat setelah Majelis Rayon Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menyampaikan kritik keras terhadap Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dalam pernyataan resminya pada Senin, 22 September, KAHMI menuding sejumlah pejabat Kemenperin ikut terlibat dalam jaringan mafia impor tekstil yang selama ini merugikan industri dalam negeri. Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Direktur Eksekutif KAHMI, Agus Riyanto, mengungkapkan bahwa harapan terhadap kebijakan pengetatan impor tekstil semakin tipis. Menurutnya, kepentingan kelompok tertentu terlalu kuat untuk dibendung. “Kemenperin pasti akan mengikuti permintaan mereka karena beberapa oknum pejabat Kemenperin terlibat aktif dalam jaringan mafia ini,” ujar Agus.
Agus menekankan bahwa lemahnya pengawasan dan praktik persekongkolan dalam impor tekstil sudah berlangsung lama. Akibatnya, industri lokal kesulitan bersaing di pasar dalam negeri. Barang impor membanjiri pasar dengan harga murah, sementara produksi nasional justru tertekan.
Jaringan mafia impor tekstil melemahkan industri nasional
KAHMI menilai mafia impor tekstil bukan hanya berdampak pada bisnis, tetapi juga mengancam tenaga kerja di sektor manufaktur. Ribuan pekerja terancam kehilangan lapangan pekerjaan jika produk lokal terus digusur oleh barang impor murah.
Agus menambahkan bahwa jaringan mafia impor tekstil melibatkan banyak aktor, termasuk pejabat yang memiliki kewenangan menentukan kuota impor. Hal ini membuat aturan seolah berpihak pada importir besar ketimbang pengusaha lokal.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, industri tekstil nasional akan semakin sulit bertahan. Kita akan menyaksikan banyak pabrik tutup, dan pengangguran semakin meningkat,” jelas Agus.
Kritik KAHMI tersebut mempertegas kekhawatiran pelaku usaha yang selama ini meminta pemerintah lebih serius menata tata kelola impor. Mafia impor disebut sebagai salah satu faktor utama yang membuat harga bahan baku dalam negeri tidak kompetitif.
Pernyataan KAHMI ini mempertebal suara serupa dari sejumlah asosiasi pengusaha tekstil. Mereka menyuarakan keresahan yang sama, bahwa mafia impor sudah mengakar hingga sulit disentuh hukum.
Dorongan transparansi untuk tekan mafia impor tekstil
Pengusaha berharap pemerintah menindak tegas praktik persekongkolan dan memperbaiki tata niaga impor tekstil. Transparansi data impor menjadi salah satu hal yang terus didesakkan, agar tidak ada ruang gelap yang dimanfaatkan mafia.
KAHMI juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menelusuri dugaan keterlibatan pejabat Kemenperin. Menurut Agus, tanpa tindakan tegas, mafia impor akan semakin kuat dan sulit diberantas.
“Ini soal keberpihakan negara pada rakyatnya. Apakah kita rela melihat industri tekstil nasional hancur hanya karena kepentingan segelintir orang?” tegas Agus.
Desakan itu mendapat dukungan dari kalangan akademisi yang menilai reformasi kebijakan impor harus segera dilakukan. Mereka menilai mafia impor tekstil sudah lama beroperasi dengan pola terorganisir.
Selain merugikan industri dan pekerja, keberadaan mafia impor juga berpotensi mengurangi pendapatan negara karena praktik ilegal dalam perizinan.
Pemerintah sendiri sebelumnya berjanji akan menata ulang tata niaga impor. Namun hingga kini, realisasi kebijakan yang menjanjikan perlindungan pada industri lokal masih minim.
Industri tekstil dalam negeri sejatinya memiliki kapasitas besar untuk memenuhi kebutuhan nasional. Namun banjirnya produk impor membuat produksi lokal tersendat dan nilai investasi di sektor ini ikut melemah.
Kasus dugaan mafia impor tekstil menegaskan adanya masalah serius dalam tata kelola perdagangan di Indonesia. Tuduhan keterlibatan pejabat Kemenperin memperlihatkan bahwa persoalan ini tidak hanya sebatas praktik bisnis, melainkan juga menyentuh integritas birokrasi.
Jika benar terbukti, mafia impor tekstil telah merampas peluang industri nasional untuk berkembang. Barang impor murah yang masuk tanpa kendali merugikan ribuan pelaku usaha dan pekerja.
Kritik keras dari KAHMI menjadi peringatan bahwa pemerintah tidak bisa lagi menunda reformasi impor. Tanpa tindakan nyata, mafia impor akan semakin kuat menancapkan pengaruhnya.
Upaya transparansi, pengawasan ketat, dan penindakan hukum harus menjadi prioritas utama. Industri tekstil nasional hanya bisa bertahan jika pemerintah benar-benar berpihak pada produksi dalam negeri.
Masyarakat, pengusaha, dan akademisi berharap pemerintah segera menunjukkan langkah konkret. Mafia impor tekstil harus diberantas demi menjaga keberlangsungan industri, tenaga kerja, dan kedaulatan ekonomi nasional. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v