Jakarta , EKOIN – CO – Kuasa hukum Lita Gading, Samsul Zahidin dan Melani Windarsari, angkat bicara menanggapi rencana pelaporan yang dilayangkan oleh musisi Ahmad Dhani dan Mulan Jameela terkait dugaan pelanggaran perlindungan anak atas konten yang diunggah klien mereka di media sosial.
Dalam pernyataannya, tim kuasa hukum menyayangkan sikap pihak pelapor yang dinilai mengabaikan prinsip kebebasan akademik dan cenderung memojokkan opini berbeda sebagai bentuk kriminal.
“Hingga saat ini, klien kami yang berada di luar negeri tidak pernah menerima somasi, teguran, maupun pemberitahuan resmi, baik lisan maupun tertulis. Jadi kami pun bingung, ini sebenarnya masalahnya apa?” ujar Samsul Zahidin.
Ia menilai bahwa tudingan yang dialamatkan kepada Lita Gading seolah-olah menjadikan kliennya sebagai penjahat negara. Padahal, menurutnya, tidak ada unsur kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang dilakukan.
“Ini bukan kejahatan luar biasa. Hukum harus tegak lurus, tidak boleh diistimewakan hanya karena yang bersangkutan adalah anak seorang anggota DPR,” tegasnya.
Melani Windarsari menambahkan bahwa konten yang disampaikan klien mereka bersifat edukatif dan kritik akademik. “Yang disampaikan itu adalah edukasi dan pencerahan. Bahkan Mahkamah Konstitusi sudah memutus bahwa keributan di media sosial tidak bisa serta merta dipidana. Itu harus terjadi di ruang nyata,” katanya, mengutip putusan MK No. 105/PUU-XX/2022 dan No. 115/PUU-XX/2022.
Kuasa hukum juga menilai bahwa pelaporan terhadap klien mereka salah alamat. Bila memang ada keberatan, seharusnya yang dipersoalkan adalah media-media yang pertama kali menaikkan isu tersebut, bukan Lita Gading sebagai individu.
Tegaskan Tidak Akan Minta Maaf
Dalam kesempatan itu, pihak kuasa hukum juga menegaskan bahwa mereka tidak akan meminta maaf, karena tidak merasa melakukan pelanggaran hukum.
“Kami sudah terkenal. Tidak ada motif panjat sosial atau mencari keuntungan. Kalau ada panggilan klarifikasi, kami akan hadir dan mengikuti proses hukum, tapi kami tegaskan: kami tidak akan minta maaf,” ucap Samsul.
Sindir Peran KPAI dan Anggota DPR
Lebih jauh, mereka menyindir keterlibatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dianggap terlalu cepat merespons tanpa melihat substansi secara menyeluruh.
“KPAI seharusnya lebih fokus pada banyak kasus perundungan anak dan kekerasan terhadap anak yang jelas-jelas terjadi secara nyata dan sistemik. Bukan sibuk mengurusi urusan yang tidak jelas urgensinya,” ujar Melani.
Ia juga menyesalkan sikap pihak pelapor yang meski menyatakan laporan dilakukan sebagai orang tua, tetap memiliki status melekat sebagai anggota DPR.
“Status itu melekat. Anggota dewan seharusnya memberi contoh yang baik, bukan malah menciptakan ketakutan terhadap kebebasan akademik dan menyalahgunakan posisi politik dalam konflik pribadi,” tegasnya.
Akademisi dan Kebebasan Berpendapat
Pihak kuasa hukum juga menyampaikan bahwa klien mereka merupakan seorang akademisi bergelar doktor, sehingga memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dalam kapasitas keilmuan.
“Ini bentuk kebebasan akademik. Jangan sampai masyarakat menganggap anggota dewan bisa seenaknya melaporkan orang hanya karena tidak suka dikritik,” ucap Samsul, seraya menutup pernyataannya dengan komitmen untuk tetap memberikan edukasi hukum kepada masyarakat.



























