.HAVANA, EKOIN.CO – Krisis ekonomi yang melanda Kuba telah mengubah wajah negara itu menjadi potret penderitaan. Pemadaman listrik selama 20 jam sehari dan kelangkaan pangan kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warganya. Padahal, pada masa lalu, Kuba dikenal sebagai salah satu negara terkaya di dunia.
(Baca Juga : Kuba dan Krisis Pangan)
Pada tahun 1950, Kuba berada di peringkat ke-29 ekonomi terbesar di dunia. Pendapatan per kapita warganya bahkan melampaui Irlandia dan Austria, serta dua kali lipat lebih kaya dibandingkan Spanyol dan Jepang. Kini, kemakmuran itu tinggal kenangan pahit.
Kuba Pernah Jadi Negara Kaya
Sektor gula pernah menjadi tulang punggung ekonomi Kuba, mendorong pertumbuhan pesat dan membawa kesejahteraan luas bagi masyarakat. Pada masa itu, hubungan politik dan ekonomi dengan Amerika Serikat sangat harmonis, membuat Kuba menjadi destinasi wisata favorit warga Amerika.
(Baca Juga : Industri Gula Kuba)
Mobil-mobil klasik buatan 1950-an masih beroperasi di jalanan Havana. Namun, kehadirannya bukan karena tren retro, melainkan akibat tidak adanya akses terhadap mobil baru. Situasi ini mencerminkan keterpurukan ekonomi Kuba yang sulit keluar dari bayang-bayang masa lalu.
Awal Mula Ketergantungan
Ketergantungan Kuba pada Amerika Serikat dimulai dari ekspor gula yang menguntungkan. Negeri itu mengandalkan pembelian besar-besaran dari AS, yang kala itu menyerap mayoritas produksi gula Kuba.
(Baca Juga : Ketergantungan Ekonomi Kuba)
Namun, perubahan dramatis terjadi setelah Revolusi Kuba 1959. Hubungan diplomatik dengan Washington memburuk, memicu sanksi ekonomi yang membatasi perdagangan. Embargo ini membuat Kuba kehilangan pasar utamanya dan terjebak dalam krisis berkelanjutan.
Situasi memburuk saat Uni Soviet—sekutu utama Kuba—runtuh pada awal 1990-an. Bantuan finansial dan dukungan perdagangan yang sebelumnya menopang perekonomian tiba-tiba hilang. Warga terpaksa hidup dengan kekurangan bahan pokok, termasuk pangan dan energi.
Pemerintah mencoba bertahan dengan mempromosikan pariwisata sebagai sumber devisa baru. Namun, embargo Amerika membuat akses wisatawan terbatas. Infrastruktur yang menua dan kurangnya investasi asing membuat potensi Kuba tak berkembang optimal.
(Baca Juga : Pariwisata Kuba)
Di sektor energi, ketergantungan pada minyak impor menjadi masalah serius. Krisis pasokan bahan bakar membuat pemadaman listrik semakin sering, memaksa warga beraktivitas hanya pada beberapa jam siang atau malam.
Para analis menyebut, reformasi ekonomi yang lambat dan kebijakan internal yang kaku ikut memperparah krisis Kuba. Perdagangan internasional pun sulit berkembang akibat hambatan birokrasi dan sanksi global.
Meski begitu, sejumlah pihak di Kuba masih berharap akan perubahan. “Kami ingin negara ini kembali makmur, tapi itu membutuhkan kerja sama dunia,” ujar seorang warga Havana yang enggan disebutkan namanya.
(Baca Juga : Masa Depan Kuba)
Generasi muda Kuba kini menghadapi pilihan sulit: bertahan dalam keterbatasan atau meninggalkan tanah kelahiran demi mencari peluang di luar negeri. Fenomena migrasi ini semakin menggerus tenaga kerja terampil di dalam negeri.
Sejumlah ekonom menilai, potensi Kuba untuk bangkit masih ada jika mampu membuka diri terhadap investasi asing dan memperluas pasar ekspor. Namun, langkah tersebut sulit dilakukan tanpa pencabutan embargo AS.
Saat ini, kondisi jalanan Havana menjadi saksi bisu ketidakmampuan pemerintah mengatasi kemerosotan. Warga tetap menjalani hari-hari dalam keterbatasan, dengan harapan tipis akan perubahan.
Pemadaman listrik yang mencapai 20 jam per hari telah mengganggu hampir semua aspek kehidupan, dari kegiatan rumah tangga hingga sektor industri. Kelangkaan pangan memperburuk keadaan, memicu antrean panjang di toko dan pasar.
(Baca Juga : Krisis Listrik Kuba)
Berbagai upaya diplomasi untuk mencairkan hubungan dengan Amerika pernah dilakukan, namun hasilnya minim. Perubahan kebijakan AS terhadap Kuba seringkali bersifat sementara dan bergantung pada pemerintahan yang berkuasa di Washington.
Kondisi ini membuat warga Kuba semakin frustrasi. Banyak di antara mereka menilai, tanpa terobosan politik besar, negara akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan krisis berkepanjangan.
Masa kejayaan Kuba yang pernah menjadi salah satu negara terkaya dunia kini tinggal sejarah. Kemunduran ekonomi, sanksi internasional, dan krisis energi menjadi kombinasi yang membuat negara itu sulit bangkit.
Untuk keluar dari krisis, Kuba memerlukan strategi reformasi ekonomi yang cepat, pembukaan akses investasi, serta diplomasi aktif untuk mengakhiri embargo yang telah berlangsung puluhan tahun. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























