Palembang,EKOIN.CO- Kasus korupsi pembangunan stasiun kereta api di Sumatera Selatan menyeret seorang aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Perhubungan dan seorang pemborong ke meja hijau. Dugaan korupsi itu menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,9 miliar. Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Kedua tersangka yang ditahan adalah AF (56), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satuan Kerja Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Palembang, serta PR (35), Direktur CV Binoto yang memenangkan proyek pembangunan prasarana perkeretaapian.
Proyek tersebut menggunakan dana APBN 2022 senilai Rp11,97 miliar dengan kontrak kerja dari 12 September hingga 31 Desember 2022. Namun, hasil pemeriksaan ahli konstruksi pada Juli 2024 menemukan kekurangan volume pekerjaan dan mutu beton yang tidak sesuai spesifikasi teknis.
Wakil Direktur Reskrimsus Polda Sumsel, AKBP Listiyono Dwi Nugroho, menegaskan bahwa penyelidikan telah membuktikan adanya penyimpangan dalam proyek tersebut. “Dari penyidikan, keduanya kita tetapkan tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi,” ujarnya, Senin (15/9).
Korupsi Proyek Stasiun di Sumsel
Selain penyimpangan spesifikasi teknis, keterlambatan pengerjaan juga terjadi di Stasiun Lahat dan Lubuklinggau. Seharusnya perusahaan dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp248 juta sesuai Surat Perjanjian Nomor 02.A/KONTRAK/PPKPPSS/IX/2022. Namun, sanksi itu tidak diberlakukan.
Menurut penyidik, kelalaian tersebut memperparah kerugian negara yang totalnya mencapai Rp1,9 miliar. Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi di sektor infrastruktur transportasi yang merugikan keuangan negara.
Dalam penggeledahan, polisi menyita 109 dokumen sebagai barang bukti. Di antaranya adalah berkas pengadaan barang dan jasa, kontrak proyek, dokumen progres kegiatan, serta dokumen pembayaran yang terkait langsung dengan pelaksanaan pembangunan.
Ancaman Hukuman Berat Tersangka
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman yang menanti adalah pidana penjara maksimal lebih dari 15 tahun.
Listiyono menegaskan pihaknya berkomitmen menuntaskan kasus ini hingga ke meja pengadilan. “Perbuatan kedua tersangka mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp1,9 miliar,” tegasnya.
Proses hukum ini juga menjadi peringatan keras bagi pejabat publik maupun rekanan pemerintah agar tidak menyalahgunakan wewenang dalam proyek pembangunan. Aparat kepolisian menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan ketat dalam pelaksanaan proyek berbasis APBN.
Kasus korupsi ini menjadi perhatian masyarakat lantaran menyangkut layanan transportasi publik yang seharusnya memberi manfaat luas. Stasiun Lahat dan Lubuklinggau semestinya mendapatkan fasilitas baru yang lebih optimal, namun justru terbengkalai akibat praktik curang.
Hingga kini, penyidikan masih terus berjalan. Polisi tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain jika ditemukan bukti tambahan terkait aliran dana maupun keterlibatan pihak lain.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























