Jakarta, EKOIN.CO – Tayangan video capaian pemerintahan Prabowo Subianto di bioskop menuai sorotan publik. Sejumlah kalangan menilai langkah tersebut sebagai propaganda, sementara pihak lain menganggapnya sebagai inovasi komunikasi publik pemerintah. Perdebatan ini muncul setelah video yang berisi klaim keberhasilan program ditampilkan sebelum pemutaran film utama di berbagai jaringan bioskop. WA Channel EKOIN
Kontroversi propaganda di ruang publik
Penayangan video ini dikritik sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang menyebutnya sebagai upaya propaganda. Warganet bahkan merespons dengan mengkampanyekan ajakan datang terlambat ke bioskop untuk menghindari tayangan tersebut.
Namun, berbeda dengan kritik publik, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Danang Wicaksana, justru memberikan apresiasi. “Saya kira video (di bioskop) itu bagus. Tidak ada yang salah. Kan bioskop bagian ruang publik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 15 September 2025.
Menurut Danang, video itu mencerminkan strategi komunikasi publik yang inovatif. Ia menilai pemerintah memiliki kewajiban menyampaikan capaian program secara terbuka. “Justru publik akan bertanya, apa yang dilakukan pemerintah jika tidak dikomunikasikan dengan baik,” katanya menambahkan.
Isi video tersebut memuat data sejumlah program, di antaranya keberhasilan makan bergizi gratis yang diklaim telah menjangkau 20 juta penerima manfaat. Selain itu, dipaparkan pula pembukaan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih serta pengoperasian 5.800 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.
Dampak kepercayaan publik
Selain data pangan, video juga menampilkan capaian produksi beras nasional sebesar 21,76 juta ton hingga Agustus 2025, pencetakan sawah baru seluas 225 ribu hektare, serta ekspor jagung mencapai 1.200 ton pada awal tahun.
Namun, pengamat sosial justru mengingatkan dampak dari pola komunikasi semacam ini. Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, menilai penayangan video di ruang publik berisiko memperburuk kepercayaan masyarakat. “Bukan melakukan evaluasi, justru pemerintah mengintervensi ruang publik dengan sajian yang selama ini menjadi protes keras publik,” jelasnya.
Asep menyebut, penyajian capaian yang tidak sesuai kondisi ril masyarakat berpotensi menciptakan jarak antara pemerintah dan publik. Menurutnya, ruang publik seharusnya menjadi wadah netral, bukan sarana dominasi pesan politik.
Di sisi lain, Menteri Sekretaris Negara sekaligus juru bicara Presiden, Prasetyo Hadi, menyampaikan pembelaan. Ia menegaskan penggunaan media publik untuk menyampaikan informasi bukan hal baru. “Sepanjang tidak melanggar aturan dan tak mengganggu kenyamanan, keindahan, itu hal yang lumrah,” kata Prasetyo, Ahad, 14 September 2025.
Pernyataan itu menegaskan sikap pemerintah bahwa strategi komunikasi di ruang publik sah dilakukan selama tidak bertentangan dengan regulasi. Meski begitu, perdebatan mengenai cara penyampaian capaian program masih berlangsung di tengah masyarakat.
Tayangan di bioskop ini sekaligus membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana pemerintah membangun komunikasi dengan publik. Di satu sisi, upaya transparansi dianggap penting. Namun di sisi lain, format penyampaiannya masih menimbulkan pro dan kontra.
Ke depan, efektivitas strategi komunikasi publik akan diuji dari bagaimana masyarakat merespons informasi yang diberikan, bukan sekadar media yang digunakan. Pemerintah diharapkan mampu menyeimbangkan kebutuhan informasi dengan kenyamanan publik di ruang bersama.
( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























