Jakarta,EKOIN.CO- Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan tengah memburu Silfester Matutina, terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Keberadaan Silfester hingga kini belum diketahui meski status hukumnya telah berkekuatan tetap. Pencarian ini menjadi sorotan publik karena kasus yang menyeret nama tokoh nasional besar.
Ikuti berita terkini di WA Channel EKOIN
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa tim jaksa eksekutor dari Kejari Jakarta Selatan masih melakukan pencarian terhadap Silfester. Menurutnya, segala upaya tengah ditempuh agar eksekusi bisa berjalan sesuai putusan hukum.
“Ya, ini belum dapat, sedang dilakukan pencarian,” ujar Anang kepada wartawan pada Jumat (19/9/2025).
Anang menambahkan, alasan sakit yang sempat disampaikan Silfester tidak menghalangi langkah eksekusi. Jika benar sakit, terpidana tetap bisa dijemput paksa dan ditempatkan di rumah sakit dengan pengawasan hukum.
“Jika terpidana benar-benar sakit, kejaksaan tetap bisa melakukan penjemputan paksa dan menempatkannya di rumah sakit di bawah pengawasan (pembantaran),” jelasnya.
Silfester Klaim Damai dengan JK dalam Kasus Pencemaran
Di sisi lain, Silfester Matutina sebelumnya mengklaim bahwa permasalahan hukumnya dengan JK sudah selesai secara damai. Ia menyebut hubungannya dengan mantan Wakil Presiden tersebut kini terjalin baik.
“Mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla dan hubungan kami sangat baik,” ujar Silfester ketika berada di Polda Metro Jaya pada Senin lalu.
Meski demikian, klaim damai tersebut tidak membatalkan putusan hukum yang telah inkrah. Eksekusi tetap menjadi kewajiban jaksa karena perkara pencemaran nama baik ini sudah melewati seluruh proses peradilan.
Sebelumnya, Silfester juga sempat mangkir dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) dengan alasan sakit. Namun, keterangan resmi Kejagung menegaskan alasan itu tidak bisa dijadikan penghalang hukum.
Pernyataan Silfester soal perdamaian sempat menuai tanggapan publik, khususnya karena kasus pencemaran nama baik yang melibatkan figur nasional. Pihak kejaksaan menegaskan, jalur damai tidak serta-merta menghapus kewajiban eksekusi pidana.
Desakan Eksekusi Kasus Pencemaran oleh Pakar Telematika
Dorongan agar kejaksaan segera mengeksekusi Silfester datang dari Roy Suryo, pakar telematika sekaligus bagian dari Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis. Roy bersama timnya mendatangi Kejari Jakarta Selatan pada 31 Juli 2025 untuk menyerahkan surat permohonan eksekusi.
“Yang bersangkutan sudah harus dieksekusi oleh kejaksaan dan masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan. Kalau sudah inkrah, harus dieksekusi,” tegas Roy Suryo saat itu.
Roy menilai, keberlanjutan eksekusi menjadi penting agar kepercayaan publik terhadap supremasi hukum tetap terjaga. Menurutnya, tidak ada alasan bagi aparat penegak hukum untuk menunda pelaksanaan putusan.
Langkah desakan ini menambah tekanan publik terhadap kejaksaan untuk segera menyelesaikan perkara pencemaran nama baik tersebut. Apalagi kasus ini menyangkut mantan Wakil Presiden, sehingga menjadi sorotan luas.
Kejaksaan sendiri menegaskan akan terus melakukan upaya pencarian hingga Silfester berhasil dieksekusi. Perkara ini menunjukkan pentingnya konsistensi hukum dalam menindak setiap putusan pengadilan, terutama yang telah berkekuatan tetap.
Dengan status buron yang masih melekat, perhatian masyarakat terus tertuju pada langkah konkret Kejagung dan Kejari Jakarta Selatan dalam menyelesaikan kasus pencemaran nama baik ini.
Kasus Silfester Matutina menunjukkan bahwa pencemaran nama baik tetap dipandang serius oleh aparat hukum, bahkan meski ada klaim perdamaian.
Keberadaan Silfester yang belum diketahui memperlihatkan tantangan eksekusi hukum yang harus dihadapi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Desakan publik melalui tokoh seperti Roy Suryo memperkuat urgensi agar aparat segera menuntaskan perkara ini.
Kejagung menegaskan, kondisi kesehatan tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindari eksekusi karena mekanisme pembantaran tetap bisa diterapkan.
Dengan konsistensi penegakan hukum, kasus ini diharapkan memberi pelajaran penting terkait kepastian hukum dan keadilan di masyarakat.
Masyarakat diimbau tetap percaya pada proses hukum yang berjalan, karena aparat masih melakukan upaya pencarian intensif.
Pemerintah dan aparat penegak hukum perlu meningkatkan koordinasi agar buron kasus pencemaran seperti ini dapat segera ditemukan.
Transparansi informasi publik terkait perkembangan pencarian Silfester juga penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Tokoh masyarakat sebaiknya mendukung langkah penegakan hukum, sehingga proses eksekusi berjalan sesuai aturan.
Kasus ini dapat dijadikan refleksi penting bahwa perdamaian pribadi tidak selalu menggugurkan kewajiban pidana yang telah diputuskan pengadilan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v