Bogor, EKOIN.CO – Penyitaan rumah super mewah milik buronan korupsi minyak Mohammad Riza Chalid di kawasan elit Rancamaya, Bogor, mengungkap praktik lama penyamaran aset lewat perusahaan. Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan rumah yang nyaris seluas satu lapangan bola itu sejatinya dibeli langsung oleh Riza, meski secara hukum tercatat atas nama perusahaan. Ikuti update berita terkini di WA Channel EKOIN.
Modus Perusahaan dalam Korupsi
Penelusuran Kejagung pada properti di Rancamaya Golf Estate nomor 9, 10, dan 11 menemukan bahwa sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tidak mencantumkan nama Riza Chalid. Sebaliknya, aset itu tercatat sebagai milik sebuah perusahaan. Namun aliran dana menunjukkan fakta berbeda.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan, “Kepemilikan rumah tersebut atas nama perusahaan, namun uang pembelian berasal dari Riza Chalid,” ujarnya, Rabu (27/8/2025).
Temuan ini disebut penting karena membuktikan upaya Riza untuk memutus jejak keterkaitan dirinya dengan aset mewah tersebut gagal. Modus penyamaran ini dikenal dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai strategi klasik menyamarkan kepemilikan.
Strategi Samarkan Aset
Ada tiga alasan utama mengapa perusahaan kerap dipakai untuk menyamarkan aset. Pertama, agar kepemilikan asli tidak muncul dalam dokumen hukum biasa. Kedua, membuat aliran dana lebih rumit dengan melibatkan entitas korporasi. Ketiga, berharap aset sulit disita karena dianggap terpisah dari harta pribadi.
Namun strategi itu tidak efektif di hadapan penyidik Jampidsus Kejagung. Dengan melacak sumber dana pembelian, mereka membuktikan perusahaan hanyalah “cangkang” untuk menyembunyikan kekayaan Riza.
Rumah megah seluas 6.500 meter persegi ini pun disita. Langkah itu merupakan bagian dari strategi pemulihan kerugian negara akibat dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina, yang disebut merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Penyitaan ini menandai keseriusan aparat hukum membongkar skema rumit pencucian uang para pelaku korupsi. Dengan mengungkap pola penyamaran aset, negara berusaha mencegah kerugian lebih besar sekaligus mempersempit ruang gerak para buronan.
Kejagung menegaskan, pemburuan aset Riza Chalid tidak akan berhenti pada satu lokasi. Properti lain yang terindikasi berasal dari hasil korupsi akan terus ditelusuri. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemulihan kerugian negara menjadi prioritas.
Penyitaan rumah di Rancamaya juga menjadi sinyal bahwa penggunaan perusahaan sebagai tameng aset bukan lagi strategi aman. Kasus ini bisa menjadi preseden bagi aparat hukum untuk menembus selubung serupa di kasus lain.
Langkah Kejagung menegaskan bahwa keadilan tidak boleh terkalahkan oleh permainan administrasi hukum atau rekayasa kepemilikan aset. Negara menunjukkan tekad untuk memulihkan kerugian publik akibat praktik korupsi di sektor energi.
Dengan terbongkarnya strategi penyamaran ini, publik diingatkan bahwa kejahatan keuangan seringkali memakai jalur legalitas perusahaan untuk menyamarkan hasil korupsi. Namun, penegakan hukum yang cermat mampu membalikkan situasi dan menguak kebenaran.
Upaya tersebut menjadi pelajaran penting bagi lembaga negara lain untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah penyalahgunaan korporasi. Penindakan atas aset Riza Chalid sekaligus menunjukkan bahwa korupsi bukan sekadar soal individu, melainkan juga penyalahgunaan sistem ekonomi.
Penyitaan ini diharapkan bisa memberikan efek jera dan peringatan kepada pelaku korupsi lain bahwa trik klasik penyamaran aset tidak akan selamanya berhasil menghindari jerat hukum.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
.



























