Medan EKOIN.CO – Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan dua unit kapal tunda milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Cabang Dumai, Sumatera, kembali mencuat setelah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) merilis perkembangan penyidikan. Kerugian negara akibat perkara ini ditaksir mencapai Rp92,35 miliar. Ikuti update terbaru kasus ini di WA Channel EKOIN.
Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut mengungkapkan bahwa penyidikan telah menetapkan dua tersangka utama. Keduanya adalah HAP, Direktur Teknik PT Pelindo I periode 2018–2021, dan BS, Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) periode 2017–2021.
Modus Pengadaan Kapal Tunda
Menurut keterangan resmi, kerugian negara berawal dari proses pengadaan dua kapal tunda untuk operasional Cabang Dumai. Proyek tersebut semula ditujukan meningkatkan pelayanan pelabuhan dan menunjang kebutuhan logistik. Namun, dalam perjalanannya, terdapat indikasi perencanaan dan pelaksanaan yang tidak sesuai ketentuan.
Pihak penyidik menduga adanya mark-up nilai kontrak serta ketidaksesuaian spesifikasi kapal. Hal itu menyebabkan anggaran yang digelontorkan mencapai ratusan miliar rupiah, jauh di atas harga wajar. “Akibatnya, negara mengalami potensi kerugian keuangan sebesar Rp92,35 miliar,” ungkap pejabat Kejati Sumut dalam keterangan pers.
Selain itu, investigasi menemukan dugaan keterlibatan pihak-pihak lain di luar dua tersangka. Kejati Sumut memastikan penyidikan akan terus diperluas untuk menelusuri apakah ada aliran dana atau keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
Proses Hukum dan Penahanan
Kedua tersangka, HAP dan BS, sudah ditahan untuk kepentingan penyidikan. Penahanan dilakukan setelah pemeriksaan intensif yang berlangsung sejak beberapa minggu lalu. Mereka diduga berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang berujung pada timbulnya kerugian negara.
Penyidik juga menegaskan bahwa seluruh dokumen pengadaan, kontrak, hingga bukti transaksi tengah diaudit secara menyeluruh. Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diharapkan memperkuat bukti untuk pembuktian di persidangan.
Pihak kejaksaan menyebutkan, penanganan kasus ini menjadi bagian dari upaya pemberantasan korupsi di sektor maritim. Mengingat, peran strategis pelabuhan dalam perekonomian nasional sangat penting dan tidak boleh dicederai praktik penyalahgunaan anggaran.
Sejumlah saksi dari internal Pelindo maupun perusahaan rekanan telah diperiksa. Termasuk beberapa pejabat lama yang diduga mengetahui detail proses pengadaan kapal tunda tersebut. Pemeriksaan masih terus berjalan untuk melengkapi berkas perkara sebelum tahap pelimpahan ke pengadilan tindak pidana korupsi.
Kejati Sumut menegaskan, pihaknya tidak akan ragu menjerat tersangka dengan pasal tindak pidana korupsi sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara menanti jika terbukti bersalah.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut perusahaan strategis negara yang bergerak di sektor pelabuhan. Pelindo sebagai BUMN seharusnya menjadi pilar penggerak distribusi barang dan perekonomian. Namun, praktik penyalahgunaan wewenang justru merusak kepercayaan publik.
Pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara menilai, penanganan kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola pengadaan di BUMN. “Jika prosesnya transparan, maka kasus serupa bisa dicegah di masa mendatang,” ujar salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya.
Seiring dengan proses hukum, publik menunggu konsistensi aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus ini. Tidak menutup kemungkinan, akan ada tersangka baru yang ditetapkan bila bukti keterlibatan pihak lain semakin kuat.
Kasus dugaan korupsi pengadaan kapal tunda di Pelindo membuka tabir penyimpangan besar dalam proyek strategis negara. Kerugian hingga Rp92,35 miliar menunjukkan betapa rentannya sektor maritim terhadap praktik korupsi.
Penyidikan yang dilakukan Kejati Sumut diharapkan tidak hanya berhenti pada dua tersangka utama, tetapi juga menelusuri kemungkinan keterlibatan aktor lain. Hal ini penting agar kerugian negara dapat dipulihkan melalui mekanisme hukum.
Selain aspek hukum, kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan pengadaan barang dan jasa di BUMN harus diperketat. Transparansi dan akuntabilitas wajib dijadikan standar agar tidak lagi terjadi penyalahgunaan anggaran.
Publik berharap, persidangan nantinya dapat membuka fakta secara terang-benderang. Dengan begitu, proses hukum bisa menjadi pembelajaran bagi institusi negara lainnya.
Korupsi di sektor maritim bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat pada pelayanan publik. Upaya pemberantasan korupsi harus konsisten dijalankan demi kepentingan bangsa. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























