Jakarta EKOIN.CO-Konflik di Myanmar terus berkecamuk dan memasuki babak kelima pada tahun 2025. Operasi militan seperti Rakhine Offensive oleh Arakan Army serta serangan Kachin di timur laut memperparah situasi kemanusiaan
Dalam Rakhine state dan negara bagian Chin serta Magway, Arakan Army sejak November 2023 berhasil merebut banyak kota, termasuk Mrauk‑U, Buthidaung, Rathedaung, dan Maungdaw, membentuk zona kekuasaan independen dari junta Sementara itu, di Kachin State, tentara pemberontak Kachin Independence Army melancarkan Operation 0307 sejak Maret 2024 dan telah merebut lebih dari 90 posisi pasukan junta sepanjang jalan Myitkyina‑Bhamo
Konflik tersebut mengakibatkan dampak besar terhadap warga sipil. Menurut PBB, lebih dari 19,9 juta orang—sekitar sepertiga populasi Myanmar—memerlukan bantuan kemanusiaan dan sekitar 3,5 juta telah mengungsi internal Selain itu, konflik bersamaan dengan banjir pada Juli 2025 memperburuk krisis bantuan yang terhambat aksesnya
Junta militer Myanmar resmi mencabut status darurat pada 31 Juli 2025, setelah 4,5 tahun dikuasai sejak kudeta 1 Februari 2021, sebagai bagian dari persiapan pemilihan umum yang dijadwalkan akhir 2025 hingga awal 2026. Namun legitimasi pemilu ini dipertanyakan karena tokoh oposisi seperti Aung San Suu Kyi masih ditahan, dan banyak kelompok oposisi menolaknya
Jepang menyatakan keprihatinan serius atas rencana pemilu tersebut dengan syarat belum dibebaskannya tahanan politik termasuk mantan pemimpin Suu Kyi, karena dikhawatirkan menimbulkan reaksi keras dari masyarakat dan menghambat resolusi damai ASEAN melalui beberapa negara seperti Malaysia juga mulai mendorong pendekatan diplomasi dan resolusi konflik yang lebih aktif di kawasan
Baru‑baru ini, pada 2 Agustus 2025, junta militer melancarkan serangan udara di kota Mogok, wilayah tambang rubi yang dikuasai pemberontak Ta’ang, menewaskan 13 orang termasuk seorang biksu dan anak, serta melukai puluhan lainnya
Ada dua perkembangan tema utama dalam situasi saat ini:
Operasi Militer dan Kondisi Sipil
Arakan Army dan kelompok Kachin terus memperluas wilayah kendali mereka dari Desember 2024 hingga pertengahan 2025, merebut markas penting dan kota strategis. Serangan udara junta menyebabkan korban sipil semakin banyak, sementara hutang bantuan kemanusiaan meningkat dengan akses yang terus dibatasi oleh konflik dan bencana alam. Penumpukan korban displacement mencapai jutaan
Pencabutan Status Darurat dan Pemilu Kontroversial
Pencabutan status darurat pada akhir Juli 2025 menjadi langkah simbolis menuju pemilu yang direncanakan pada Desember 2025 hingga Januari 2026. Namun penahanan tokoh oposisi dan penolakan dari kelompok pro-demokrasi membuat legitimasi pemilu dipertanyakan secara luas. Jepang dan pengamat internasional melihat hal ini bisa memicu backlash politik dan menghambat perdamaian
Sebaiknya komunitas internasional memberikan tekanan diplomatik kepada junta Myanmar agar menunda pemilu hingga tahanan politik dibebaskan dan hak politik dijamin. Masyarakat sipil dan warga terdampak perlu mendapat akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, terutama di wilayah yang dilanda bentrokan dan bencana alam. ASEAN bisa memperkuat perannya sebagai mediator aktif dan tidak hanya bersikap pasif. Organisasi bantuan sebaiknya meningkatkan koordinasi agar respons terhadap banjir dan konflik bisa lebih efektif. Pendekatan komprehensif yang menggabungkan langkah politik, diplomasi, dan kemanusiaan menjadi penting untuk menurunkan eskalasi dan membuka ruang bagi solusi damai.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























