Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah menampung seluruh masukan dari masyarakat terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) usai kasus keracunan yang sempat terjadi di beberapa daerah. Istana memastikan langkah evaluasi akan dijalankan, namun menegaskan bahwa program tersebut tidak harus dihentikan secara permanen. Bergabung dengan WA Channel EKOIN untuk update terbaru.
Juru Bicara Kepresidenan menyatakan bahwa penghentian sementara MBG dilakukan untuk memastikan adanya koreksi menyeluruh dalam pelaksanaannya. “Evaluasi total memang diperlukan agar ke depan tidak ada lagi kejadian serupa,” ujarnya pada Senin, 22 September 2025.
Evaluasi MBG Jadi Sorotan Publik
Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan pentingnya evaluasi mendalam terhadap program MBG yang dijalankan di seluruh Indonesia. Menurutnya, pelaksanaan program berskala nasional seperti ini bukanlah hal yang sederhana.
“Jadi memang tidak mudah untuk melaksanakan hal tersebut, karenanya memang pihak-pihak yang terkait harus bisa melakukan evaluasi total,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Ia menambahkan bahwa evaluasi rutin seharusnya sudah menjadi kewajiban, mengingat dampak program ini bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat, khususnya anak sekolah.
Sebelumnya, kasus keracunan makanan pada peserta MBG di beberapa wilayah memicu sorotan publik. Pemerintah pun menerima berbagai kritik, mulai dari pengawasan distribusi hingga standar kualitas makanan. Situasi ini mendorong DPR dan Istana untuk segera merespons.
Langkah Perbaikan dan Evaluasi Menyeluruh
Pemerintah menegaskan bahwa evaluasi akan menyentuh semua aspek, mulai dari proses pengadaan, pengawasan distribusi, hingga pemilihan penyedia makanan. Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah akan diperkuat.
“Tujuannya bukan untuk menghentikan, melainkan memperbaiki agar manfaat MBG benar-benar dirasakan masyarakat,” lanjut Jubir Istana.
Langkah ini diyakini mampu mengembalikan kepercayaan publik, sekaligus memastikan keberlangsungan program strategis nasional yang digadang sebagai penopang gizi generasi muda.
Selain DPR, sejumlah organisasi masyarakat juga menyoroti pentingnya evaluasi sebagai upaya perlindungan masyarakat. Mereka menilai bahwa kesalahan dalam implementasi harus segera ditangani agar tidak menimbulkan dampak lebih besar.
Kementerian terkait pun disebut tengah menyiapkan tim khusus yang bertugas memantau langsung pelaksanaan MBG di lapangan. Tim ini akan bekerja sama dengan aparat daerah dan lembaga pengawas pangan.
Langkah antisipatif ini dipandang krusial agar kejadian keracunan tidak terulang. Pemerintah berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran dalam proses pelaksanaan.
Dalam jangka panjang, evaluasi juga akan melibatkan pakar gizi dan lembaga riset untuk memastikan kualitas makanan sesuai standar. Pendekatan berbasis data diharapkan memberi hasil lebih optimal.
Dengan skala program yang mencakup seluruh wilayah Indonesia, Puan menilai bahwa evaluasi harus dilakukan secara periodik, bukan hanya saat terjadi masalah. DPR akan mengawal proses ini agar berjalan transparan dan akuntabel.
Pemerintah berjanji menyampaikan hasil evaluasi secara terbuka kepada publik. Hal ini diharapkan dapat menekan spekulasi dan menjaga kredibilitas program MBG.
Kasus keracunan yang memicu evaluasi besar-besaran ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dalam merancang program sosial berskala nasional. Transparansi dan pengawasan dianggap sebagai kunci keberhasilan.
Evaluasi program MBG menjadi kebutuhan mendesak usai insiden keracunan. Pemerintah menegaskan tidak akan menghentikan program, melainkan memperbaikinya.
Keterlibatan DPR, khususnya dorongan dari Ketua DPR Puan Maharani, memperkuat urgensi evaluasi menyeluruh.
Pengawasan distribusi, pemilihan penyedia makanan, dan standar gizi diprioritaskan dalam evaluasi.
Langkah ini diharapkan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap program MBG.
Transparansi hasil evaluasi menjadi faktor penting agar program ini tetap mendapat dukungan publik.
Pemerintah perlu membuka ruang partisipasi masyarakat dalam evaluasi MBG.
Standar gizi harus diperketat sesuai rekomendasi pakar.
Koordinasi pusat dan daerah perlu diperkuat agar distribusi lebih aman.
Pengawasan independen bisa menjadi solusi untuk mencegah penyimpangan.
Evaluasi berkala sebaiknya dijadikan prosedur standar, bukan sekadar respons insiden.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v