New York EKOIN.CO – Presiden RI ke-2 Soeharto pernah melakukan pertemuan informal dengan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, pada 22 Oktober 1995 di Hotel Waldorf Towers, New York, Amerika Serikat. Momen tersebut terjadi saat Soeharto menghadiri sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Wakil Ketua Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pertemuan itu tidak tercantum dalam jadwal resmi kenegaraan. Namun, Rabin menginginkan pertemuan tersebut mengingat peran penting Indonesia di Timur Tengah, terutama sebagai tokoh utama dari OKI yang memiliki posisi strategis dalam isu-isu kawasan tersebut.
Menteri Sekretaris Negara saat itu, Moerdiono, menjelaskan kepada wartawan bahwa pertemuan berlangsung atas permintaan Rabin dan terjadi secara mendadak. Ia menegaskan bahwa pembicaraan hanya terbatas pada persoalan Timur Tengah dan tidak menyangkut kerja sama bilateral.
“Memang berlangsung pertemuan antara Presiden dengan PM Israel Yitzhak Rabin. Pertemuan ini adalah atas keinginan PM Israel dan kalau boleh saya katakan itu sedikit mendadak,” ujar Moerdiono dari lantai 21 Hotel Waldorf Towers, sebagaimana dikutip dari Buku XVII “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”.
Insiden tegang antar pengawal jelang pertemuan
Pertemuan itu semula dijadwalkan berlangsung pukul 18.00 waktu setempat. Namun Rabin tiba di hotel 15 menit lebih awal dan harus menunggu selama 30 menit karena Presiden Soeharto masih menjamu Presiden Sri Lanka di ruangan yang sama.
Ketegangan sempat terjadi di lift menuju lantai 41 ketika pengawal Rabin bersitegang dengan pengawal Soeharto. Pengawal Israel yang termasuk Kepala Mossad menolak rekan Indonesia ikut dalam pengawalan, meskipun sudah dikenalkan oleh protokol PTRI.
Tarik-menarik sempat terjadi ketika pengawal Rabin menolak kehadiran pengawal Indonesia di dalam lift yang sama. Insiden tersebut memuncak saat salah satu anggota Mossad secara cepat mengarahkan senjata otomatis Uzi ke perut pengawal Indonesia.
Letkol Sjafrie Sjamsoeddin, pengawal Presiden Soeharto, merespons cepat dengan mengarahkan pistol Barreta ke perut pengawal Israel. Situasi mendadak itu hampir menimbulkan konfrontasi bersenjata di area terbatas hotel.
Namun, setelah melihat reaksi tegas pengawal Indonesia, anggota Mossad perlahan menurunkan senjatanya sambil mengatakan, “Sorry, I understand.” Ketegangan pun reda dan kelima pengawal akhirnya ikut mengawal Rabin ke lantai 41.
Pertemuan berlangsung singkat dan dijaga ketat
Proses pengamanan terhadap Rabin terbilang luar biasa. Sekitar 25 anggota Mossad terlihat bersiaga di lobi hotel satu jam sebelum kedatangannya. Langkah ini menandakan pentingnya pengamanan terhadap kepala pemerintahan Israel.
Pertemuan antara Soeharto dan Rabin berlangsung singkat, hanya sekitar 15 menit. Tidak dijelaskan secara rinci apa saja isi pembicaraan mereka. Namun, suasana tegang tampaknya meredup ketika kedua kepala negara duduk bersama.
Hingga kini, pertemuan tersebut menjadi salah satu momen langka dalam sejarah hubungan diplomatik Indonesia dan Israel. Kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik resmi hingga sekarang.
Kejadian ini sempat menjadi sorotan di kalangan pengamat internasional karena terjadi di tengah kompleksitas isu Timur Tengah yang sedang memanas kala itu.
Beberapa media internasional juga mencatat bahwa inisiatif Rabin tersebut menunjukkan keinginan Israel menjalin komunikasi lebih luas dengan negara-negara mayoritas Muslim, terutama yang berpengaruh di kawasan.
Namun, tidak ada tindak lanjut resmi atau terbuka dari pertemuan tersebut. Indonesia tetap mempertahankan posisinya untuk tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sejalan dengan dukungan kepada perjuangan Palestina.
Kehadiran Kepala Mossad dalam rombongan pengamanan Rabin menandakan pentingnya misi tersebut dari sisi keamanan dan simbolisme politik Israel. Hal ini menunjukkan bahwa Israel memandang Indonesia sebagai negara dengan peran strategis.
Nama Letkol Sjafrie Sjamsoeddin mencuat dalam laporan-laporan peristiwa tersebut karena perannya yang sigap dan berani menghadapi pengawal Israel. Ia kemudian dikenal luas di bidang pertahanan dan menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Meskipun insiden di lift tidak berlanjut ke tindakan kekerasan terbuka, ketegangan tersebut menggambarkan betapa sensitifnya interaksi antara aparat pengamanan dua negara yang belum memiliki hubungan resmi.
Kejadian itu menjadi catatan penting dalam buku sejarah kepresidenan Soeharto dan menjadi salah satu dari sedikit interaksi langsung antara pemimpin Indonesia dan Israel.
Moerdiono dalam keterangannya menegaskan kembali bahwa tidak ada kerja sama yang dibahas selain isu Timur Tengah. Ia menghindari spekulasi tentang kemungkinan pembukaan hubungan diplomatik.
Buku resmi yang memuat peristiwa ini memberikan gambaran bahwa pendekatan diplomasi informal pernah terjadi antara Indonesia dan Israel, meskipun tidak membawa perubahan besar secara kebijakan.
Kisah pertemuan singkat ini tetap menjadi bagian penting dari narasi diplomatik Indonesia yang tetap konsisten mendukung Palestina dan menolak hubungan diplomatik dengan Israel selama konflik belum selesai.
Pertemuan tersebut juga menjadi contoh bagaimana diplomasi tingkat tinggi kerap dibarengi risiko keamanan dan ketegangan yang perlu ditangani dengan bijak oleh aparat di lapangan.
Sebagai bagian dari sejarah hubungan luar negeri Indonesia, peristiwa di Waldorf Towers menunjukkan bahwa komunikasi diplomatik tidak selalu bersifat formal dan bisa muncul dari inisiatif satu pihak.
dari peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun tidak ada hasil konkret yang diumumkan, momen tersebut memiliki nilai penting dalam diplomasi tidak langsung antara dua negara yang belum saling mengakui secara resmi.
bagi para diplomat dan pengambil kebijakan di masa mendatang adalah untuk tetap menjaga kesiapan menghadapi situasi mendadak, termasuk ketegangan antar pengawal dan potensi salah paham dalam protokol keamanan.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa diplomasi tingkat tinggi dapat berlangsung di luar ruang konferensi resmi dan memerlukan fleksibilitas dalam menanganinya.
Penanganan cepat dan profesional dari pihak pengawal Indonesia memperlihatkan pentingnya latihan dan kedisiplinan dalam menjalankan tugas pengamanan kepala negara.
Hubungan Indonesia-Israel mungkin tidak berubah sejak pertemuan tersebut, tetapi kisah ini memberikan gambaran tentang dinamika diplomasi internasional yang penuh kejutan dan ketegangan.(*)