Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah Indonesia terus melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) agar tarif resiprokal terhadap sejumlah komoditas unggulan nasional dapat diturunkan. Saat ini, tarif yang diberlakukan oleh AS terhadap produk ekspor dari Indonesia masih sebesar 19 persen, turun dari tarif sebelumnya sebesar 32 persen.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan bahwa proses negosiasi masih terus berjalan. Selama belum ada penandatanganan perjanjian perdagangan antara Indonesia dan AS, peluang untuk mengupayakan penurunan tarif tetap terbuka lebar.
Menurut Haryo, sejumlah negara lain juga tengah berusaha menurunkan tarif resiprokal mereka melalui jalur diplomasi perdagangan. Ia menyebut, target utama dari semua negara adalah mendekati tarif nol persen untuk memaksimalkan daya saing ekspor mereka di pasar global.
Negosiasi tarif bergulir, Indonesia fokus komoditas unggulan
“Sejatinya, nego tarif itu berlangsung terus. Semua negara menginginkan serendah mungkin menuju 0 persen,” kata Haryo kepada Kompas.com, Senin (28/7/2025). Pemerintah Indonesia, lanjutnya, tengah memfokuskan negosiasi pada sejumlah komoditas tertentu yang memiliki nilai ekspor tinggi dan tidak diproduksi oleh Amerika Serikat.
Komoditas yang dimaksud antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, produk pertanian unggulan, serta produk mineral. Selain itu, komponen industri seperti suku cadang pesawat terbang juga menjadi prioritas untuk mendapat perlakuan tarif lebih rendah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya juga menegaskan bahwa negosiasi masih memungkinkan untuk menurunkan tarif di bawah 19 persen. Selama belum ada kesepakatan final, tarif ekspor dari Indonesia ke AS masih dapat dinegosiasikan lebih lanjut.
“Fokus Indonesia masih sama, mengupayakan penurunan tarif bagi komoditas tertentu,” ungkap Haryo. Ia menambahkan, Indonesia optimis bahwa pemerintah AS akan menyetujui permintaan penurunan tarif, terlebih setelah melihat kebijakan tarif AS terhadap Uni Eropa.
Uni Eropa dan Jepang dapat potongan tarif, RI ikut desak
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen telah mencapai kesepakatan penurunan tarif pada Minggu (27/7/2025). Dalam kesepakatan tersebut, tarif impor dari Uni Eropa ke AS turun dari 30 persen menjadi 15 persen.
Trump menyebut kesepakatan ini sebagai “yang terbesar pernah dibuat,” dikutip dari Reuters. Kesepakatan tersebut dicapai setelah perundingan intens selama satu jam antara kedua pemimpin. Uni Eropa setuju membeli energi Amerika senilai 750 miliar dolar AS dan meningkatkan investasi sebesar 600 miliar dolar AS.
Selain itu, Uni Eropa juga sepakat membeli peralatan militer Amerika dan bersama AS sepakat untuk menghapus tarif menjadi nol pada berbagai barang strategis. Barang tersebut termasuk pesawat terbang, suku cadang pesawat, bahan kimia, obat generik, peralatan semikonduktor, dan beberapa produk pertanian.
Tarif baru sebesar 15 persen yang diberikan kepada Uni Eropa jauh lebih rendah dibandingkan tarif untuk negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jepang sendiri juga berhasil mendapatkan tarif 15 persen dari AS setelah melalui jalur negosiasi bilateral.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia menjadikan kebijakan terhadap Uni Eropa dan Jepang sebagai acuan dalam melanjutkan negosiasi. Airlangga mengatakan, beberapa komoditas Indonesia seperti crude palm oil (CPO) bahkan telah mendapatkan tarif nol persen dari Uni Eropa dalam kerangka perjanjian I-EU CEPA.
“Kita menjadikan kesepakatan UE-AS sebagai benchmark, termasuk tarif nol persen untuk CPO Indonesia,” kata Airlangga. Ia menyatakan bahwa harapan Indonesia adalah agar tarif untuk beberapa komoditas bisa turun mendekati nol persen atau setidaknya di bawah 15 persen.
Menurut dia, kesepakatan yang telah dicapai AS dengan Uni Eropa dan Jepang menunjukkan bahwa negosiasi tarif bukan sesuatu yang tidak mungkin dicapai. Pemerintah Indonesia akan terus mendorong pendekatan diplomatik untuk memperoleh perlakuan tarif yang lebih baik.
Haryo menambahkan bahwa Indonesia juga sedang mengusulkan agar beberapa komponen industri di kawasan industri bebas (free trade zone) bisa mendapat fasilitas tarif rendah. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar AS.
Pemerintah optimistis bahwa argumentasi mengenai tidak diproduksinya beberapa komoditas unggulan Indonesia di AS dapat menjadi dasar kuat dalam perundingan. Selain itu, Indonesia juga tengah mempersiapkan data dan kajian pendukung untuk memperkuat posisi dalam negosiasi tarif ini.
Langkah ini dilakukan seiring dengan meningkatnya tekanan dari pelaku industri dalam negeri agar pemerintah memperjuangkan akses pasar yang lebih kompetitif. Turunnya tarif ekspor diyakini akan meningkatkan daya saing produk Indonesia, terutama dalam menghadapi ketatnya persaingan pasar global.
dari perkembangan negosiasi ini menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi Indonesia tengah diuji di level tertinggi. Pemerintah berkomitmen mengupayakan agar tarif ekspor ke AS bisa turun lebih rendah dari 19 persen, mengikuti langkah negara-negara lain.
Pemerintah Indonesia juga terus menganalisis dinamika hubungan perdagangan internasional dan belajar dari strategi negosiasi yang digunakan oleh Uni Eropa dan Jepang dalam menghadapi AS. Pendekatan pragmatis berbasis manfaat timbal balik diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia.
Negosiasi ini menjadi krusial karena menyangkut nasib komoditas unggulan Indonesia di pasar ekspor. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil mampu memberikan manfaat bagi industri nasional, khususnya sektor-sektor strategis.
Selama proses negosiasi berlangsung, koordinasi antar lembaga dan keterlibatan pelaku usaha sangat diperlukan. Hal ini penting agar kebijakan tarif yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan ekspor nasional dan mampu meningkatkan devisa negara.
Diperlukan langkah-langkah strategis yang lebih terukur, termasuk lobi tingkat tinggi dan aliansi dagang internasional, guna memperkuat posisi Indonesia dalam mendapatkan keringanan tarif dari AS. Upaya ini akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional ke depan. (*)