Jakarta, EKOIN.CO – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu janji utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kini menghadapi tantangan serius. Isu keracunan massal yang menimpa ribuan siswa di berbagai daerah membuat Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengambil sikap tegas. Purbaya menyatakan bahwa anggaran program MBG dapat dialihkan ke program lain yang lebih siap, seperti bantuan 10 kg beras, jika serapannya tidak optimal. Sikap ini muncul di tengah sorotan publik yang mempertanyakan efektivitas dan keamanan pelaksanaan program.
Pernyataan Purbaya disampaikan di Istana Negara, Jumat (19/9/2025), saat menanggapi rendahnya serapan anggaran MBG yang baru mencapai 18,6 persen dari total pagu Rp71 triliun. “Bukan negur, kita membantu. Kita bantu secepatnya tapi kalau nggak bisa (terserap anggaran) juga, kita ambil duitnya. Kan gitu fair kan. Daripada nganggur duitnya, kan saya bayar bunga juga,” ujar Purbaya. Ia menjelaskan bahwa pengalihan anggaran adalah langkah realistis untuk memastikan dana negara tidak terbuang percuma, melainkan dapat digunakan untuk program yang lebih siap dan bermanfaat langsung bagi masyarakat, seperti perluasan bantuan beras.
Pernyataan Menkeu ini sejalan dengan respons pihak Istana atas kasus keracunan yang terus terjadi. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan permohonan maaf atas kasus keracunan yang terjadi di berbagai daerah. “Tentunya kami atas namanya pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional, memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (20/9/2025). Ia memastikan kasus-kasus ini akan menjadi bahan evaluasi dan koordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) serta pemerintah daerah untuk memastikan penanganan korban yang terdampak bisa dilakukan secepatnya dan sebaik-baiknya.
Kualitas Dapur vs. Pengejaran Kuantitas Anggaran
Sorotan tajam terhadap program MBG juga datang dari Komisi IX DPR RI. Anggota Komisi IX, Edy Wuryanto, meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk tidak sembarangan dalam mengobral izin pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur penyedia MBG. Menurutnya, akar masalah dari kasus keracunan massal ini adalah BGN terlalu fokus mengejar kuantitas demi serapan anggaran, mengabaikan standar mutu dan keamanan. “Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” tegas Edy.
Edy berpendapat, izin SPPG seharusnya diberikan setelah melalui akreditasi atau verifikasi dari lembaga independen di luar BGN. “Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi, ada yang belum memenuhi standar,” kritik politikus PDI-P tersebut. Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa ada ketidaksesuaian antara ambisi serapan anggaran dengan realitas kualitas di lapangan.
Di sisi lain, Badan Gizi Nasional, melalui Kepala BGN Dadan Hindayana, menyatakan pihaknya terus berjuang untuk mencapai target zero accident dalam program MBG. Dadan menyebut, program akan terus dievaluasi dengan pengetatan Standard Operating Procedure (SOP). “Jadi kami tambah SOP, makanan itu tidak boleh dibersihkan di sekolah, harus dibawa ke SPPG. Kami ingin mencapai 0 atau tidak ada kejadian,” kata Dadan beberapa waktu lalu. Meskipun demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kasus keracunan masih terus terjadi.
Nasib Program Bergizi vs. Bantuan Beras
Dengan adanya isu keracunan yang tidak kunjung usai, ditambah serapan anggaran yang masih minim, wacana pengalihan dana ke program bantuan beras menjadi sangat relevan. Bantuan 10 kg beras dua kali sudah terbukti efektif dan memiliki mekanisme penyaluran yang lebih mapan. Menkeu Purbaya melihat ini sebagai opsi paling realistis jika program MBG tidak kunjung menunjukkan perbaikan signifikan. Ia berulang kali menegaskan bahwa jika program MBG berjalan baik dan anggaran terserap, tidak ada alasan untuk melakukan realokasi. “Tapi kalau memang bisa diserap kan bagus. Jadi saya nggak negur tapi saya mendukung. Tapi kalau nggak jalan, saya ambil duitnya,” pungkasnya.
Hingga pertengahan September 2025, lembaga pemantau pendidikan mencatat ada 5.360 siswa yang menjadi korban keracunan makanan akibat program MBG. Kasus-kasus ini terjadi di berbagai wilayah, mulai dari Tasikmalaya, Pamekasan, Garut, Sumbawa, Blora, Banggai Kepulauan, Lamongan, Brebes, Gunungkidul, Wonogiri, Bengkulu, Muba, hingga Ambon. Data ini menjadi alarm keras bagi pemerintah bahwa implementasi program ini perlu ditinjau ulang secara mendalam.
Pemerintah, melalui Menteri Keuangan, berencana melakukan “patroli” ke kementerian dan lembaga mulai pekan depan untuk memastikan program-program berjalan sesuai target. Jika ditemukan anggaran yang tidak optimal, Purbaya menegaskan akan segera mengalihkannya. Opsi pengalihan ke bantuan beras yang lebih stabil dan langsung sampai ke masyarakat menjadi solusi pragmatis yang bisa diambil pemerintah untuk memastikan dana negara tidak sia-sia. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v