JAKARTA, EKOIN.CO – Presiden Prabowo Subianto tidak melanjutkan tradisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menggelar upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Pada HUT ke-80 Republik Indonesia, 17 Agustus 2025, Prabowo memilih kembali mengibarkan Sang Saka Merah Putih di Jakarta, meski secara hukum status Jakarta sudah bukan lagi ibu kota negara. Keputusan ini menimbulkan perdebatan mengenai masa depan IKN yang sejak awal digagas sebagai simbol masa depan bangsa.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
IKN dan Warisan Jokowi
Pada tahun sebelumnya, Jokowi memimpin langsung upacara kenegaraan di halaman Istana Negara di kawasan IKN. Momen bersejarah tersebut digadang-gadang sebagai tonggak peralihan pusat pemerintahan Indonesia, walaupun pembangunan IKN masih jauh dari kelayakan sebagai ibu kota negara.
Pemindahan ibu kota sebenarnya sudah dicetuskan sejak era Presiden Soekarno pada 1957, tetapi baru terealisasi pada masa pemerintahan Jokowi. Landasan hukum telah disiapkan, pembangunan dimulai, dan pada 2024 IKN resmi menjadi tuan rumah HUT ke-79 RI.
Namun, langkah Prabowo pada 2025 menunjukkan pergeseran arah. Alih-alih melanjutkan simbolik pemindahan, ia memilih Jakarta sebagai lokasi upacara utama. Sementara itu, upacara di IKN tetap berlangsung, namun hanya dipimpin oleh Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono.
Prabowo dan Prioritas Baru
Prabowo menegaskan prioritas pemerintahannya bukan semata melanjutkan proyek simbolis, melainkan menuntaskan problem ideologis bangsa. Dalam pidato Sidang Tahunan MPR, 15 Agustus 2025, ia menyebut Indonesia kaya raya, tetapi kekayaan itu tidak dinikmati rakyatnya.
Istilah “serakahnomics” pun ia gunakan untuk menggambarkan praktik rakus dalam pengelolaan sumber daya. Ia berjanji memerangi tambang ilegal yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1.063 titik dengan kerugian negara sekitar Rp 300 triliun.
Selain itu, Prabowo juga menyoroti kebijakan tantiem pejabat BUMN yang dinilai sebagai “akal-akalan” dan harus dihapus. Langkah-langkah ini menjadi prioritas utamanya dibanding melanjutkan warisan Jokowi di IKN.
Dalam APBN 2026, anggaran IKN hanya sebesar Rp 6,26 triliun, jauh menurun dibanding Rp 13 triliun pada 2025 dan Rp 39,8 triliun di 2024. Penurunan ini mengindikasikan pembangunan IKN tidak lagi ditempatkan di garda depan agenda pemerintah.
Sejak awal, isu pemindahan ibu kota bukanlah prioritas Jokowi–Ma’ruf Amin saat kampanye 2019. Jokowi baru menyampaikan rencana itu setelah terpilih kembali, pada pidato Sidang Bersama DPD-DPR 16 Agustus 2019. Sejak itu, proyek IKN lebih terlihat sebagai agenda personal Jokowi ketimbang aspirasi rakyat luas.
Minimnya partisipasi publik memicu sinisme dan kontroversi hingga kini. Banyak yang menilai IKN lebih sebagai proyek politis akhir masa jabatan Jokowi, bukan proyek nasional jangka panjang.
Prabowo membaca situasi ini. Baginya, pembangunan ibu kota baru akan bermakna jika rakyat merasakan hasil nyata dari kekayaan bangsa. Jika tidak, IKN hanya menambah beban APBN.
Dalam perspektif itu, Prabowo menilai lebih mendesak untuk menuntaskan ketimpangan ekonomi, memberantas praktik tambang ilegal, serta mengembalikan keuntungan negara untuk kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, IKN bisa menunggu, tetapi reformasi ekonomi harus berjalan segera.
Walaupun begitu, secara simbolik bendera Merah Putih tetap berkibar di IKN pada HUT ke-80. Hanya saja, nuansanya berbeda karena tidak dipimpin langsung oleh Presiden. Hal ini menandakan posisi IKN belum sepenuhnya menjadi pusat pemerintahan.
Ke depan, masa depan IKN sangat ditentukan oleh keseimbangan antara simbol politik dan kebutuhan nyata bangsa. Jika “serakahnomics” berhasil diberantas, Prabowo meyakini Indonesia akan lebih siap memindahkan ibu kota.
Namun untuk saat ini, Jakarta masih menjadi pusat kendali pemerintahan, meski status resminya sudah berubah. Hal ini memperlihatkan betapa kuatnya simbol dan fungsi Jakarta dibanding IKN yang masih dalam tahap pembangunan panjang.
Pada akhirnya, keputusan Prabowo tidak melanjutkan tradisi Jokowi di IKN mengirimkan pesan jelas bahwa prioritas pemerintahannya terletak pada pemulihan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pembangunan fisik IKN mungkin tetap berjalan, tetapi bukan menjadi pusat perhatian pemerintah dalam waktu dekat.
Prabowo Subianto tidak melanjutkan simbol politik Jokowi terkait HUT RI di IKN karena menempatkan agenda ekonomi lebih penting. Ia ingin membuktikan komitmen melawan praktik “serakahnomics” sebelum melanjutkan proyek besar pemindahan ibu kota.
Pemerintah perlu lebih transparan dalam menjelaskan arah pembangunan IKN agar publik tidak merasa proyek ini hanya sekadar agenda elite. Keterlibatan rakyat harus diperluas agar IKN benar-benar menjadi proyek bangsa, bukan hanya simbol politik. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v