Jakarta EKOIN.CO – Rencana pembangunan hunian tetap bagi korban bencana di delapan daerah dipastikan akan dimulai pada tahun 2026. Kepastian itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK, Lilik Kurniawan, usai Rapat Tingkat Menteri di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Gabung WA Channel EKOIN
Lilik menjelaskan bahwa delapan daerah yang akan menerima pembangunan hunian tetap meliputi Kabupaten Lebak, Mamuju, Majene, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Brebes, Papua, NTT, dan Provinsi Bali. Daerah-daerah tersebut mengalami bencana besar seperti banjir bandang, tanah longsor, serta gempa bumi.
Menurutnya, hingga saat ini masyarakat terdampak masih tinggal di hunian sementara. Meski kondisi tersebut lebih baik daripada tinggal di tenda, pemerintah menilai kebutuhan hunian tetap menjadi hal mendesak. “Sekarang posisinya masyarakat ada di hunian sementara, bukan di tenda-tenda lagi di hunian sementara. Kami memastikan masyarakat dapat yang terbaik,” ujar Lilik.
Pembangunan Hunian Tetap Dimulai 2026
Dalam rapat yang dihadiri BPKP, BNPB, Kemenkes, Kemendikdasmen, dan KSP, disepakati bahwa pembangunan hunian tetap menggunakan dana Hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR). Hibah tersebut akan disalurkan setelah daerah mengajukan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P).
“Ini akan dipercepat untuk penyusunan R3P, jadi untuk Kementerian Keuangan mengeluarkan Hibah RR ini harus daerah yang menyiapkan proposal yang namanya R3P,” jelas Lilik.
Sementara pembangunan hunian sementara sebelumnya dilakukan dengan dana siap pakai karena sifatnya darurat. Mekanisme ini memungkinkan pemerintah bergerak cepat dalam membantu daerah yang terdampak. “Sehingga pemerintah bisa cepat untuk membantu daerah-daerah yang terdampak bencana untuk membangun hunian yang rusak,” lanjutnya.
Lilik menambahkan, pembangunan hunian tetap akan dirancang agar sesuai dengan standar keselamatan bencana. Prosesnya membutuhkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, mengingat lokasi tiap daerah memiliki tantangan berbeda.
Wacana Bank Tanah untuk Relokasi Pascabencana
Selain pembangunan hunian tetap, pemerintah juga menyiapkan opsi relokasi melalui program Bank Tanah. Skema ini dikembangkan bersama Kementerian Kehutanan dan ATR-BPN untuk menyediakan lokasi aman bagi masyarakat terdampak bencana.
Namun, Lilik menekankan bahwa lokasi Bank Tanah perlu melalui pemeriksaan ketat. “Tempat relokasi itu sekali lagi harus dicek, apakah oleh Badan Geologi, BMKG, apakah daerah yang ditetapkan itu rawan bencana atau tidak,” terangnya.
Upaya pemanfaatan Bank Tanah bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana di kemudian hari. Pemerintah menilai pemindahan warga ke daerah yang lebih aman akan menjadi solusi jangka panjang, terutama bagi wilayah yang rawan gempa atau longsor.
Meski rencana pembangunan dimulai 2026, sejumlah langkah persiapan telah digerakkan sejak awal tahun ini. Lilik menyebut, koordinasi dengan pemerintah daerah akan dipercepat agar dokumen R3P segera rampung.
Program hunian tetap ini juga ditargetkan menjadi model percontohan dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Pemerintah berharap keberadaan hunian yang layak akan mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat terdampak.
Dengan adanya hunian tetap, warga di delapan daerah tidak lagi bergantung pada fasilitas sementara. Hal ini diharapkan memberi kepastian tempat tinggal sekaligus meningkatkan ketahanan masyarakat menghadapi bencana di masa depan.
Pemerintah juga mendorong partisipasi aktif pemerintah daerah agar pelaksanaan program berjalan lancar. Dukungan dari berbagai pihak akan menjadi kunci sukses pembangunan hunian tetap ini.
Selain itu, proses identifikasi lahan juga tengah dilakukan agar pembangunan tidak terkendala faktor hukum maupun sosial. Kementerian ATR-BPN bersama pemda memastikan legalitas tanah yang dipilih.
Kementerian PUPR turut dilibatkan untuk memastikan desain hunian memenuhi standar konstruksi tahan gempa. Langkah ini diambil agar hunian benar-benar aman dan nyaman dihuni.
Masyarakat penerima manfaat dipastikan akan mendapatkan hunian sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Proses pembangunan akan mengutamakan keberlanjutan serta memperhatikan aspek lingkungan.
Program ini juga menjadi momentum perbaikan tata ruang di wilayah rawan bencana. Pemerintah mendorong agar pembangunan hunian tetap sejalan dengan rencana tata ruang daerah.
Lilik optimistis, melalui koordinasi lintas sektor, hunian tetap bagi korban bencana bisa segera terwujud. “Kami memastikan masyarakat dapat yang terbaik,” pungkasnya.ia
Pemerintah menetapkan 2026 sebagai tahun dimulainya pembangunan hunian tetap di delapan daerah terdampak bencana. Langkah ini menandai keseriusan negara dalam memberikan solusi jangka panjang bagi korban.
Hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi menjadi instrumen utama untuk mendanai program tersebut, dengan syarat daerah menyelesaikan R3P sebagai dasar usulan.
Selain hunian tetap, wacana Bank Tanah juga sedang dipertimbangkan guna memindahkan masyarakat ke lokasi lebih aman. Pemeriksaan teknis dari Badan Geologi dan BMKG akan memastikan keamanan lokasi tersebut.
Koordinasi lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah menjadi kunci keberhasilan program. Tanpa sinergi, pembangunan dikhawatirkan terhambat.
Rencana ini diharapkan membawa harapan baru bagi masyarakat terdampak, sekaligus memperkuat ketahanan Indonesia dalam menghadapi ancaman bencana. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v